Thursday 8 August 2019

Makalah Manajemen Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren

       I.     PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pesantren sebagai sebuah institusi budaya yang lahir atas prakarsa dan inisiatif (tokoh) masyarakat dan bersifat otonom, sejak awal berdirinya merupakan potensi strategis yang ada di tengah kehidupan sosial masyarakat. Kendati kebanyakan pesantren hanya memposisikan dirinya sebagai institusi pendidikan dan keagamaan, namun sejak tahun 1970-an beberapa pesantren telah berusaha melakukan reposisi dalam menyikapi berbagai persoalan sosial masyarakat, seperti ekonomi, sosial, dan politik.
Pesantren dengan berbagai harapan dan predikat yang dilekatkan kepadanya, sesungguhnya berujung pada tiga fungsi utama yang senantiasa diembannya, yaitu: (1) sebagai pusat pengkaderan pemikir-pemikir agama (centre of exellence), (2) sebagai lembaga yang mencetak sumber daya manusia (human resource), (3) sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan melakukan pemberdayaan pada masyarakat (agent of development). Selain ketiga fungsi tersebut pesantren juga dipahami sebagai bagian yang terlibat dalam proses perubahan sosial (social change) di tengah perubahan yang terjadi.
Pada batas tertentu pesantren tergolong di antara lembaga pendidikan keagamaan swasta yang leading, dalam arti berhasil merintis dan menunjukkan keberdayaan baik dalam hal kemandirian penyelenggaraan maupun pendanaan (self financing). Tegasnya selain menjalankan tugas utamanya sebagai kegiatan pendidikan Islam yang bertujuan regenerasi ulama, pesantren telah menjadi pusat kegiatan pendidikan yang konsisten dan relatif berhasil menanamkan semangat kemandirian, kewiraswastaan, semangat berdikari yang tidak menggantungkan diri kepada orang lain.
Pengembangan ekonomi masyarakat pesantren mempunyai andil besar dalam menggalakkan wirausaha. Di lingkungan pesantren para santri dididik untuk menjadi manusia yang bersikap mandiri dan berjiwa wirausaha. Pesantren giat berusaha dan bekerja secara independen tanpa menggantungkan nasib pada orang lain atau lembaga pemerintah swasta. Secara kelembagaan pesantren telah memberikan tauladan, contoh riil (bi al-haal) dengan mengaktualisasikan semangat kemandirian melalui usaha-usaha yang konkret dengan didirikannya beberapa unit usaha ekonomi mandiri pesantren. Secara umum pengembangan berbagai usaha ekonomi di pesantren dimaksudkan untuk memperkuat pendanaan pesantren, latihan bagi para santri, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
B.     Rumusan Masalah
1.    Bagaimana pengembangan ekonomi pondok pesantren ?
2.    Apa saja potensi ekonomi yang dimiliki Pondok Pesantren ?
3.    Apa saja hambatan dalam pengembangan ekonomi pondok pesantren?

                                  II.  PEMBAHASAN
1.      Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren
Berangkat dari kesadaran bahwa tidak semua santri akan menjadi ulama, maka beberapa pesantren mencoba membekali santri dengan keterampilan dibidang pengembangan ekonomi. Artinya santri yang dihasilkan diharapkan mempunyai pengalaman dan syukur keahlian praktis tertentu yang nantinya dijadikan modal untuk mencari pendapatan hidup sekeluar dari pesantren. Kalau mencermati perilaku ekonomi di lingkungan pesantren pada umumnya, kita dapat menerka kemungkinan model apa yang sedang berjalan dalam usaha-usaha tersebut. Setidaknya ada empat macam pengembangan ekonomi di lingkungan pesantren yaitu:
Pertama, pengembangan ekonomi yang berpusat pada kyai sebagai orang yang paling bertanggungjawab dalam mengembangkan pesantren. Misalnya seorang kyai mempunyai perkebunan cengkih yang luas. Untuk pemeliharaan dan pemanenan, kyai mmelibatkan santri-santrinya untuk mengerjakannya. Maka terjadilah hubungan mutualisme saling menguntungkan: kyai dapat memproduksikan perkebunannya, santri mempunyai pendapat tambahan, dan ujungnya dengan keuntungan yang dihasilkan dari perkebunan cengkeh maka kyai dapat menghidupi kebutuhan pengembangan pesantrennya.
Kedua, pengembangan ekonomi pesantren untuk memperkuat biaya operasional pesantren. Contohnya, pesantren memiliki unit usaha produktif seperti menyewakan gedung pertemuan, rumah dsb. Dari keuntungan usaha-usaha produktif ini pesantren mampu membiayai dirinya, sehingga seluruh biaya operasional pesantren dapat ditalangi oleh usaha ekonomi ini.
Ketiga, pengembangan ekonomi untuk santri dengan memberi ketrampilan dan kemampuan bagi santri agar kelak ketrampilan itu dapat dimanfaatkan selepas keluar dari pesantren. Pesantren membuat program pendidikan sedemikian rupa yang berkaitan dengan usaha ekonomi seperti pertanian dan peternakan. Tujuannya semata-mata untuk membekali santri agar mempunyai ketrampilan tambahan, dengan harapan menjadi bekal dan alat untuk mencari pendapatan hidup.
Keempat, pengembangan ekonomi bagi para alumni santri. Pengurus pesantren dengan melibatkan para alumni santri menggalang sebuah usaha tertentu dengan tujuan untuk menggagas suatu usaha produktif bagi individu alumni, syukur bagai nanti keuntungan selebihnya dapat digunakan untuk mengembangkan pesantren. Prioritas utama tetap untuk pemberdayaan para alumni santri. Contohnya Pesantren mendirikan usaha ekonomi berupa koperasi yang bergerak dalam kegiatan simpan pinjam, perdagangan dan lain-lain.
2.      Potensi Ekonomi Pondok Pesantren
a.     Kyai-Ulama
Kyai-ulama pesantren yang dipandang sebagai potensi pesantren yang mempunyai nilai ekonomis, setidaknya dapat kita lihat pada tiga hal:
a)   Kedalaman ilmu kyai-ulama. Artinya, figur seorang kyai merupakan magnet (daya tarik) yang luar biasa bagi calon santri untuk berburu ilmu. Pada umumnya, seorang kiai adalah tokoh panutan masyarakat dan pemerintah. Ketokohan seorang kyai ini memunculkan sebuah kepercayaan, dan dari kepercayaan melahirkan akses.
   b.    Pada umumnya, seorang kyai sebelum membangun pesantren telah mandiri secara ekonomi, misalnya sebagai petani, pedagang, dan sebagainya. Sejak awal kyai telah mempersiapkan diri secara sungguh-sungguh, tidak hanya dari aspek mental, tetapi juga sosial ekonomi. Jiwa dan semangat entrepreneurship inilah yang mendasari kemandirian perokonomian pesantren. Apabila aset dan jiwa entrepreneurship ini dipadukan, maka hasilnya dapat dijadikan dasar membangun tatanan ekonomi pesantren.
c.    Santri
Potensi ekonomi kedua yang melekat pada pesantren adalah para santri. Hal ini dipahami bahwa pada umumnya santri mempunyai potensi/bakat bawaan seperti kemampuan membaca al-Qur’an, kaligrafi, pertukangan, dan lain sebagainya. Bakat bawaan ini sudah seharusnya selalu dipupuk dan dikembangkan. Karena itulah, ada baiknya bila dalam Ponpes diterapkan penelusuran potensi/bakat dan minat santri, kemudian dibina dan dilatih. Dengan demikian, dalam Ponpes tersebut perlu juga dikembangkan Wadah Apresiasi Potensi Santri (WAPOSI), wadah semacam ini, mungkin sudah ada di beberapa Ponpes, tinggal bagaimana mengaturnya supaya produktif. Perlu juga ditambahkan, penggalian potensi diri santri-murid ini merambah pada potensi-potensi, semisal politisi, advokasi, jurnalistik, dan seterusnya. Karenanya, untuk ke depan wajah Ponpes menjadi semakin kaya ragam dan warna.
d.   Pendidikan
Potensi ekonomi dari pendidikan pesantren ini terletak pada santri/murid, guru,sarana dan prasarana. Dari sisi santri/murid, sudah barang tentu dikenai kewajiban membayar SPP, di samping sumbangan-sumbangan wajib lainnya.
Untuk kelancaran proses belajar mengajar, diperlukan seperangkat buku, kitab, dan alat-alat tulis. Dari sini bisa dikembangkan salah satu unit usaha pesantren yang menyediakan sarana belajar tersebut. Misalnya toko buku/kitab, alat tulis, dan photo copy. Belum lagi dari sisi kebutuhan sehari-hari, seperti makan, minum, air, telephon, asrama, pakaian, dan lain sebagainya. Potensi ekonomi dari sektor pendidikan ini tentu menjadi semakin sempurna bila digabung dengan potensi diri santri-murid seperti telah dijelaskan dalam poin dua. Persoalannya tinggal bagaimana semua potensi ini dikelola secara profesional, tetapi tetap menampilkan karakteristik pesantren.
Inilah salah satu tantangan Ponpes dan lembaga pendidikan yang ada dalam Ponpes. Karena itulah diperlukan keberanian manajerial dari para pengasuh untuk mewarnai manajemen Ponpes secara lebih profesional dan modern, tetapi khas pesantren. Dalam konteks ini, keharismatikan seorang Kiai-ulama, tidak hanya dilihat dari aspek agama, tetapi juga aspek yang lain, seperti wawasan dan manajerial Kiai-ulama. Apabila ketiga pilar utama ini terpenuhi, Ponpes telah memenuhi tiga fungsi utamanya, yaitu Pertama, sebagai pusat pengkaderan pemikir-pemikir agama (center of excellence). Kedua, sebagai lembaga yang mencetak sumber daya manusia (human resource). Ketiga, sebagai lembaga yang melakukan pemberdayaan pada masyarakat (agent of development).
3.       Hambatan dalam pengembangan ekonomi pondok pesantren
Salah satu fungsi dan peran pesantren adalah pemberdayaan ekonomi umat. Pengembangan wirausaha menjadi salah bidang yang penting untuk dikelola. Mengacu pada peran dan fungsi pesantren yang diemban tersebut, setidaknya ada tiga problem mendasar dalam pengembangan unit usaha di pesantren yang harus disadari bersama dan segera dicari solusinya.
a.    Sumber Daya Manusia (SDM)
Kualitas SDM di Indonesia yang dinilai masih sangat minim, secara objektif harus diakui bahwa sebagian di antaranya adalah sumber daya manusia pesantren. SDM di sini tentu saja tidak hanya meliputi kemampuan dasar akademis, tetapi juga kemampuan skill individual-kolektif. Perpaduan antara kemampuan akademis dan skill individual-kolektif inilah yang pada saatnya sangat menentukan terhadap kualitas suatu produk. Terbatasnya sumber daya manusia pesantren inilah yang menjadi problem pengembangan wirausaha di pesantren.
Pondok pesantren sebagai basis penciptaan generasi muda merupakan peluang yang cukup besar untuk menciptakan SDM dengan kompetensi utama. Dalam sistem pondok pesantren dikembangkan hal-hal berikut:
a).    Pengetahuan agama
Pengetahuan agama diberikan kepada santri pondok diharapkan sebagai landasan mental spiritual yang akan mampu menjadi fliter atau penyaring terhadap budaya-budaya yang tidak produktif dan justru menjerumuskan generasi muda. Salah satu contoh budaya global yang sering menjangkiti yaitu minuman keras, budaya hedonis. Generasi muda yang sudah terjangkit penyakit tersebut dapat dipastikan tidak baik untuk masa depan dirinya, lingkungan maupun bangsanya.
b).    Pengetahuan Umum
Disamping pengetahuan agama santri pondok juga dibekali pengetahuan umum. Bekal pengetahuan umum ini berfungsi sebagai upaya untuk membaca fenomena alam dan sekaligus dapat berkreasi sesuai dengan bekal pengetahuan yang dimiliki untuk selanjutnya memanfaatkan, mengolah alam atau hasil alam menjadi sesuatu yang produktif dalam konteks kemakmuran.
 c).    Ketrampilan
Meskipun santri sudah memiliki pengetahuan agama dan umum namun tidak memiliki ketampilan maka sangat besar kemungkinkan tidak dapat berkreasi. Dengan adanya bekal ketrampilan santri dapat berkarya, menciptakan segala sesuatu, atau memanfaatkan segala sesuatu sesuai dengan minatnya. Ketrampilan yang dikembangkan dengan baik menjadi sarana mereka untuk lebih mandiri dan mampu menciptakan pekerjaan.
d). Kemampuan
Bekal pengetahuan baik agama dan pengetahuan umum, ketrampilan saja tidak cukup untuk dapat menjadi pemimpin atau pemenang dalam persaingan. Santri perlu juga dibekali dengan kemampuan. Kemampuan tersebut terdiri dari berbagai aspek baik manajerial, marketing, bisnis, kepemimpinan. Sarana untuk mewujudkan hal itu semua adalah dengan memberikan sarana berlatih, penggemblengan riil dan terjun secara langsung dalam wadah yang nyata.

b.   Kelembagaan
Secara garis besar, model kelembagaan Ponpes dapat dikategorikan ke dalam dua kategori,sebagai berikut:
a)    Integrated Structural
Model kelembagaan integrated structural  adalah semua unit/bidang yang ada dalam pesantren merupakan bagian tak terpisahkan dalam pesantren. Model seperti ini, sebenarnya tidak terlalu bermasalah, dengan syarat masing-masing bagian mempunyai job description  yang jelas, termasuk hak dan kewenangannya. Sebaliknya, apabila tanpa adanya  job description  yang jelas, sementara kendali organisasi berpusat hanya pada satu orang, maka dapat dipastikan bahwa sistem keorganisasian dan kelembagaan sulit untuk berkembang.
b)   Integrated Non Structural
Model kelembagaan pesantren  integrated non structural  adalah unit atau bidang-bidang, misalnya bidang usaha ekonomi, bidang pengabdian masyarakat, dan bidang kesehatan yang dikembangkan pesantren terpisah secara struktural organisatoris. Artinya, setiap bidang mempunyai struktur tersendiri yang independen. Meski demikian, secara emosional dan ideologis tetap menyatu dengan pesantren. Pemisahan lembaga ini dimaksudkan sebagai upaya kemandirian lembaga, baik dalam pengelolaan atau pengembangannya. Model kelembagaan seperti ini biasanya mengadopsi sistem manajemen modern. Karenanya tolak ukurnya adalah profesionalisme.
c.    Terobosan/Inovasi dan Networking/Jaringan
Problem ketiga yang dirasa mendasar adalah kurangnya keberanian dari pesantren untuk melakukan terobosan ke luar, atau membuat jaringan, baik antara pesantren, maupun antara pesantren dengan institusi lain. Pentingnya pesantren untuk membina hubungan dengan institusi lain adalah untuk memahami eksistensinya sebagai agent of development. Sebab, untuk menjadi agen perubahan dan pemberdayaan, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, antar lain: wawasan, komunikasi, kekuasaan/kekuatan, politik, dan modalitas ekonomi. Dengan jaringan dan kerjasama yang dijalin, pesantren diharapkan mampu meningkatkan komunikasi, wawasan, dan kekuatan yang dimilikinya.

         III.    ANALISIS

Pondok Pesantren kenyatannya adalah lembaga potensial untuk bergerak ke arah ekonomi, sebagaimana kekuatan yang dimilikinya. Jika Ponpes hanya menjadi penonton di era yang akan datang, maka lembaga-lembaga ekonomi mikro lain boleh jadi bergerak ke arah kemajuan. Oleh karena itu, kiranya diperlukan analisis yang cermat untuk melakukan penguatan kelembagaan ekonomi ini, agar tidak salah melangkah. Sasaran akhir dari pengembangan ekonomi Ponpes adalah kemandirian pesantren. Baik pada institusi formal atau non formal. Labelling itu tentunya tidak mengenakkan. Ponpes akan terbebas dari anggapan itu kalau Ponpes menjadi lembaga yang kuat terutama dalam sektor ekonomi. Dengan sendirinya, tidak setiap ada kegiatan, apakah membangun gedung atau kegiatan lain, tidak selalu sibuk mengedarkan proposal kesana-kemari.
Maka dari itu Pengembangan ekonomi pesantren mempunyai andil besar dalam menggalakkan wirausaha. Di lingkungan pesantren para santri dididik untuk menjadi manusia yang bersikap mandiri dan berjiwa wirausaha. Pesantren giat berusaha dan bekerja secara independen tanpa menggantungkan nasib pada orang lain atau lembaga pemerintah swasta. Secara kelembagaan pesantren telah memberikan tauladan, contoh riil (bi al-haal) dengan mengaktualisasikan semangat kemandirian melalui usaha-usaha yang konkret dengan didirikannya beberapa unit usaha ekonomi mandiri pesantren. Secara umum pengembangan berbagai usaha ekonomi di pesantren dimaksudkan untuk memperkuat pendanaan pesantren, latihan bagi para santri, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, sehingga Pondok Pesantren tidak sibuk mengedarkan proposal untuk bantuan dana dan lain sebagainya untuk pemberdayaan pesantren.
                                IV.  SIMPULAN
Beberapa pesantren mencoba membekali santri dengan keterampilan dibidang pengembangan ekonomi. Artinya santri yang dihasilkan diharapkan mempunyai pengalaman dan syukur keahlian praktis tertentu yang nantinya dijadikan modal untuk mencari pendapatan hidup sekeluar dari pesantren diantaranya :
Pengembangan ekonomi yang berpusat pada kyai sebagai orang yang paling bertanggungjawab dalam mengembangkan pesantren, pengembangan ekonomi untuk santri dengan memberi ketrampilan dan kemampuan bagi santri agar kelak ketrampilan itu dapat dimanfaatkan selepas keluar dari pesantren, pengembangan ekonomi pesantren untuk memperkuat biaya operasional pesantren, dan pengembangan ekonomi bagi para alumni santri. Pengurus pesantren dengan melibatkan para alumni santri menggalang sebuah usaha tertentu dengan tujuan untuk menggagas suatu usaha produktif bagi individu alumni, syukur bagai nanti keuntungan selebihnya dapat digunakan untuk mengembangkan pesantren.
Secara umum pengembangan berbagai usaha ekonomi di pesantren dimaksudkan untuk memperkuat pendanaan pesantren, latihan bagi para santri, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
                                 V.  PENUTUP
Demikian makalah yang dapat saya susun dengan semaksimal mungkin, semoga dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kita. Saya sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya sangat mengharap kritik dan sarat yang bersifat membangun dari para pembaca  demi kesempurnaan makalah ini yang akan saya buat selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Monday 5 August 2019

Manajemen Pondok Pesantren Kurikulum Pendidikan, Sistem Pengajaran, Sistem Pembiayaan Pondok Pesantren

I.                   PENDAHULUAN
Manajemen sebagai ilmu yg baru dikenal pada pertengahan abad ke-19 dewasa ini sangat populer bahkan dianggap sebagai kunci keberhasilan pengelola perusahaan atau lembaga pendidikan tak terkecuali lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren maka hanya dengan manajemen lembaga pendidikan pesantren diharapkan dapat berkembang sesuai harapan karena itu manajemen merupakan sebuah niscaya bagi lembaga pendidikan Islam atau pesantren untuk mengembangkan lembaga ke arah yg lebih baik.
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren telah eksis di tengah masyarakat selama enam abad (mulai abad ke-15 hingga sekarang) dan sejak awal berdirinya menawarkan pendidikan kepada mereka yang masih buta huruf. Pesantren pernah menjadi satu-satunya institusi pendidikan milik masyarakat pribumi yang memberikan kontribusi sangat besar dalam membentuk masyarakat. Pesantren merupakan produk sejarah yang telah berdialog dengan zamannya masing-masing yang memiliki karakteristik berlainan baik yang menyangkut sosio-politik, sosio-kultural, sosio-ekonomi maupun sosio-religius. Antara pesantren dan masyarakat sekitar, khususnya masyarakat desa telah terjalin interaksi yang harmonis, bahkan keterlibatan mereka cukup besar dalam mendirikan pesantren. Sebaliknya kontribusi yang relatif besar dihadiahkan pesantren untuk pembangunan masyarakat.

II.                RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Pengertian Manajemen Pondok Pesantren.?
2.      Apa Saja Unsur-unsur Manajemen Pondok Pesantren.?
3.      Bagaimana Manajemen dan Kultur di Pondok Pesantren.?
4.      Bagaimana Pentingnya Manajemen Pondok Pesantren.? 

III.             PEMBAHASAN
A.    Pengertian Manajemen Pondok Pesantren
Sebelum kita membahas manajemen pesantren kita harus mengetahui terlebih dahulu arti dari manajemen dan pesantren itu sendiri. Manajemen dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti proses pemakaian sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. James A.F Stoner mengemukakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan pengorganisasian pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Dari pengertian di atas dapat dimengerti manajemen dimulai dari sejak awal berdirinya sebuah lembaga.
     Manajemen pendidikan adalah suatu sistem pengelolaan dan penataan sumber daya pendidikan, seperti tenaga kependidikan, peserta didik, masyarakat, kurikulum, dana keuangan, sarana dan prasarana pendidikan, tata laksana dan lingkungan pendidikan. Manajemen pendidikan Islam itu sendiri adalah suatu proses penataan atau pengelolaan lembaga pendidikan Islam yang melibatkan sumber daya manusia muslim dan menggerakkannya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal ini merupakan prinsip utama dalam ajaran Islam. Rasulullah saw, bersabda dalam sebuah hadits yang artinya; “Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan dilakukan secara Itqan”. (HR.Thabrani)
Pesantren didefinikasikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam. Istilah pesantren bisa disebut dengan pondok saja atau kedua kata ini digabung menjadi pondok pesantren. Sebenarnya penggunaan gabungan kedua istilah secara integral yakni pondok dan pesantren menjadi pondok pesantren lebih mengakomodasikan karakter keduanya.
Pondok Pesantren menurut M.Arifin berarti “Sesuatu lembaga pendidikan agama islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leader-ship seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal”. Lembaga Islam mendefinisikan pesantren adalah “ suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya”.
Maka Manajemen Pendidikan Pesantren  adalah suatu proses penataan dan pengelolaan lembaga Pendidikan Pesantren yg melibatkan sumber daya manusia dan non manusia dalam menggerakkan mencapai tujuan Pendidikan Pesantren secara efektif dan efisien.” Jadi, manajemen pesantren merupakan bagian dari pendidikan Islam sehingga dapat manajemen pesantren sejalan dengan manajemen pendidikan Islam.

B.     Unsur-unsur Manajemen Pondok Pesantren
Manajemen yg dimaksud disini adalah kegiatan seseorang dalam mengatur organisasi lembaga atau perusahaan yang bersifat manusia maupun non manusia sehingga tujuan organisasi lembaga atau perusahaan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Bertolak dari rumusan ini terdapat beberapa unsur  dalam manajemen antara lain :
1.    Unsur proses arti seorang manejer dalam menjalankan tugas manajerial harus mengikuti prinsip graduasi yang berkelanjutan.
2.    Unsur penataan arti dalam proses manajemen prinsip utama adalah semangat mengelola mengatur dan menata.
3.    Unsur implementasi arti setelah diatur dan ditata dengan baik perlu dilaksanakan secara profesional.
4.    Unsur kompetensi. Arti sumber-sumber potensial yg dilibatkan baik yg bersifat manusia maupun non manusia mesti berdasarkan kompetensi profesionalitas dan kualitasnya.
5.    Unsur tujuan. yang harus dicapai yaitu tujuan yang ada harus disepakati oleh keseluruhan anggota organisasi. Hal ini agar semua sumber daya manusia mempunyai tujuan yang sama dan selalu berusaha untuk mensukseskannya. Dengan demikian tujuan yang ada dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas dalam organisasi.
6.    Unsur efektifitas dan efisiensi. Arti tujuan yg ditetapkan diusahakan tercapai secara efektif dan efisien.
Relevan dengan hal diatas Hamzah (1994 : 32) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Manajemen Pendidikan Pesantren adalah aktivitas memadukan sumber-sumber Pendidikan Pesantren agar terpusat dalam usaha untuk mencapai tujuan Pendidikan Pesantren yang telah ditentukan sebelumnya, dengan kata lain manajemen Pendidikan merupakan mobilisasi segala sumberdaya Pendidikan Pesantren untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Maka manajemen Pendidikan Pesantren hakekatnya adalah suatu proses penataan dan pengelolaan lembaga Pendidikan Pesantren yang melibatkan sumber daya manusia dan non manusia dalam menggerakkan mencapai tujuan Pendidikan Pesantren secara efektif dan efisien.”.

C.     Manajemen dan Kultur Pondok Pesantren
Manajemen Pendidikan Pondok Pesantren meliputi 3 hal, yaitu;
1.    Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren
Pada awalnya adalah hanya pengajaran yang simpel tidak ada kurikulum tidak seperti sekarang ini. Sebenarnya pembelajaran yang diberikan dalam pondok pesantren sudah menggunakan kurikulum tertentu yang lama yaitu sistem pengajaran tuntas kitab, dalam hal ini kyai bebas untuk membacakan kitabnya.
2.      Sistem Pengajaran
Sistem pengajaran dapat diartikan sebagai cara uyang diperguanakan untuk menyampaikan tujuan. Pondok pesantren secara agak seragam menerapkan sistem pengajaran yang sering kita kenal yaitu: sorogan, bandungan, hafalan dan masih banyak lainnya. Akan tetapi konsep keilmuan lebih menekankan pada rasionalitas seperti yang menjadi dasar pendidikan modern. 
3.      Sistem Pembiayaan
Pondok pesantren sebagai lembaga non formal juga sebagai lembaga social keagamaan. Dan perjalanannya, pembiayaan dalam bidang pendidikan pesantren bisa didapat dari imbal swadya pemerintah, yaitu Depag, Link Depag, Instansi Daerah maupun dari lainnya. Karena kepedulian pesantren ini dilandasi dengan keikutansertaan pemerintah dalam memajukan pondok pesantren dengan karakternya yang khas.
Pesantren perlu dibentuk organisasi orang tua santri dengan membentuk komite pesantren yang dapat memberikan pertimbanggan dan membantu menggontrol kebijakan program pesantren termasuk penggaliaan dan penggunaan keuanggan pesantren.
Selanjutnya pihak pesantren bersama komite pesantren pada setiap tahun anggaran perlu bersama-sama merumuskan rencana anggaran pendapatan dan belanja pesantren (RAPBP) sebagai acuan bagi penggelola pesantren melaksanakan menejemen keuanggan yang baik hal-hal yang perlu di muat dalam RAPBP antara lain:
a.    Rencana sumber pendapatan dalam satu tahun yang bersangkutan, meliputi:
1)   Konstribusi santri.
2)   Sumbanggan dari individu dan organisasi.
3)   Sumbanggan dari pemerintah bila ada.
4)   Dari hasil usaha.
b.  Rencana dalam satu tahun yang bersangkutan
Semua penggunaan uang pesantren dalam satu tahun anggaran perlu di rencanakan dengan baik agar kehidupan pesantren dapat berjalan dengan baik. Penggunaan uang pesantren tersebut menyangkut seluruh pengeluaran yang berkaitan denggan kebutuhan penggelolaan pesantren, temasuk dana operasional harian, penggembangan sarana dan prasarana pesantren, infaq semua petugas pesantren, dana kerja sama, dan bahkan dana praktis lain-lainya perlu di rencanakan denggan baik.[7]
Secara sederhana, kultur sekolah dapat didefinisikan sebagai satuan pendidikan dengan cara kita berbuat di sini.‟ Jika ditransformasi ke pesantren, maka definisi inidapat kita kemukakan menjadi „cara kita berprilaku di dalam atau sekitar pesantren‟. Kita hanya akan berbuat berdasarkan nilai dan keyakinan tertentu yang telahdisekpakati di dalamnya. Indikator budaya pesantren dapat bersifat kasat mata (tangible) dan tidak kasat mata (intangible). Oleh karenanya, kultur pesantren harusdi pahami secara komprehensif. Hal ini, berarti bahwa melihat sebagian unsur pesantren tidak dapat kita jadikan generalisasi terhadap pesantren secara keseluruhan.
Dengan adanya kultur, transformasi, sistem dan nilai yang ada di pondok pesantren, maka kini pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kini telah berubah menjadi khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban atas kritik-kritik yang diberikan pada pesantren dalam arus transformasi ini, sehingga dalam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan yang drastis, misalnya
1.      Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi sistem klasikal yang kemudian kita kenal dengan istilah madrasah (sekolah).
2.    Pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa arab.
3.    Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat, kesenian yang islami.
4.      Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai tanda tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri
           
Sedangkan kultur pesantren itu tergantung pada tujuan pesantren itu sendiri. Artinya mau diarah kemana pesantren pasti akan membentuk suatu kultur, adat kebiasaan dan nilai keyakinan yang dipegang oleh warga pesantren. Secara spesifik, beberapa pesantren yang tergabung dalam Forum Pesantren merumuskan beragam tujuan pendidikannya, yang dapat di klafikasikan ke dalam tiga kelompok; yaitu pembentukan akhlak/kepribadian, penguatan kompetensi santri, dan penyebaran ilmu.

D.    Pentingnya Manajemen Pondok Pesantren
Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memasukkan pesantren sebagai salah satu subsistem sebagai pendidikan nasional. Hal ini menunjukkan bahwa pesantren memiliki peran penting dalam pembangunan nasional khususnya dalam bidang pendidikan. Peran pesantren dalam akselerasi pembangunan di bidang  pendidikan tidak hanya signifikan tetapi strategis.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan merupakan sistem yang memiliki beberapa sub sistem. Sub sistem dari sistem pendidikan pesantren antara lain;
                        1) Aktor atau pelaku: Kyai; ustadz; santri dan pengurus
2) Sarana perangkat keras: Masjid; rumah kyai; rumah dan asrama ustadz; pondok dan asrama santri; gedung sekolah atau madrasah; tanah untuk pertanian dan lain-lain.
3) Sarana perangkat lunak: Tujuan; kurikulum; kitab; penilaian; tata tertib; perpustakaan; pusat penerangan; keterampilan; pusat pengembangn masyarakat; dan lain-lain.
Setiap pesantren sebagai institusi pendidikan harus memiliki ke-3 sub sistem ini, apabila kehilangan salah satu dari ke-3nya belum dapat dikatakan sebagai sistem pendidikan pesantren. Jadi, manajemen pondok pesantren sangat penting karena dengan adanya manajemen pesantren dapat berjalan dengan baik secara efektif dan efisien. 

IV.             ANALISIS
Manajemen Pendidikan Pesantren  adalah suatu proses penataan dan pengelolaan lembaga Pendidikan Pesantren yg melibatkan sumber daya manusia dan non manusia dalam menggerakkan mencapai tujuan Pendidikan Pesantren secara efektif dan efisien.” Jadi, manajemen pesantren merupakan bagian dari pendidikan Islam sehingga dapat manajemen pesantren sejalan dengan manajemen pendidikan Islam.
Pesantren merupakan produk sejarah yang telah berdialog dengan zamannya masing-masing yang memiliki karakteristik berlainan baik yang menyangkut sosio-politik, sosio-kultural, sosio-ekonomi maupun sosio-religius. Antara pesantren dan masyarakat sekitar, khususnya masyarakat desa telah terjalin interaksi yang harmonis, bahkan keterlibatan mereka cukup besar dalam mendirikan pesantren.

V.                PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Manajemen pengelolaan pondok pesantren merupakan salah satu kelemahan pondok pesantren pada umumnya yang harus diberdayakan dalam pembinaan pondok pesantren. Ini memang dimungkinkan terjadi karena pemahaman bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional, sehingga pengelolaan manajemennya kurang serius diperhatikan. Oleh karena itu pondok pesantren harus diarahkan ke manajerial yang aplikatif, inklusif dan fleksibel, sehingga proses pembelajaran dalam pendidikan di pondok pesantren tidak monoton.
Beberapa unsur dalam manajemen pesantren dapat dibedakan menjadi 6, yaitu; unsur proses, unsur penataan, unsur implementasi, unsur kompetensi, unsur tujauan, dan unsur efektifitas dan efesiensi. Kultur pesantren itu tergantung pada tujuan pesantren itu sendiri. Artinya mau diarah kemana pesantren pasti akan membentuk suatu kultur, adat kebiasaan dan nilai keyakinan yang dipegang oleh warga pesantren.
Pentingnya manajemen pesantren agar proses penataan dan pengelolaan lembaga Pendidikan Pesantren yg melibatkan sumber daya manusia dan non manusia dalam menggerakkan mencapai tujuan Pendidikan Pesantren secara efektif dan efisien.

B.     KATA PENUTUP
Demikian makalah ini saya buat, semoga dapat memberikan manfaat kepada kita semua, dan dapat memberikan suatu pemahaman kepada pemakalah secara khususnya. Sekian dari saya  apabila ada kesalahan atau kekurangan dalam penulisan makalah ini atau dalam pemahamannya, dimohon kritik dan saran yang membangun sangat saya butuhkan. Dari saya mohon maaf yang sebesar-besarnya dan atas perhatian pembaca saya ucapkan terima kasih.

RANGKUMAN MATERI TEKNIK PENULISAN KARYA ILMIAH LENGKAP

A.    Konsep Karya Ilmiah Karya ilmiah terbentuk dari kata “karya” dan “ilmiah”. Karya berarti kerja dan hasil kerja dan ilmiah berari ...