Thursday 23 March 2017

Makalah Hubungan NU dan Politik



KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufiq, hidayah, serta inayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini untuk tugas mata kuliah ASWAJA.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW yang karena jerih payahnya sehingga kita dapat meneguk manisnya iman dan islam.
Dalam makalah ini penulis menyertakan  judul Hubungan Organisasi Nahdlatul Ulama’ (NU) Dengan Pemerintah dan Partai Politik yang telah dimandatkan oleh dosen pengampu mata kuliah ASWAJA (Fathul Qodir) penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena penulis hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Sehingga tentu saja masih banyak kekurangan dikarenakan keterbatasan yang penulis miliki.




Mojokerto, 17 November  2016


Penulis

DAFTAR ISI







BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui bahwa jamiyah Nahdlatul Ulama’ adalah organisasi islam  terbesar di Indonesia. Hubungan NU dengan pemerintah mengalami pasang surut sejak masa orde lama dalam kepimpinan soekarno. karena NU dan Pemerintah adalah  dua bagian penting yang  turut mengawal kemerdekaan bangsa Indonesia, salah satu tokoh NU Orde lama yang duduk di bangku pemerintahan dan tokoh  BPUPKI yaitu KH Wahid Hasyim putra dari  pendiri Nahdlatul Ulama’ KH Hasyim Asyari. Kontribusi KH Wahid Hasyim  menunjukkan bahwa NU pada waktu itu juga sangat berperan penting pada sistem pemerintahan Indonesia Orde lama dan pada msa Orde baru saat ini NU juga selalu menjaga hubungan baik dengan pemerintah  dan  menjadi benteng  terdepan yang menjaga keutuhan NKRI.
Secara resmi, keterlibatan Nahdlatul Ulama (NU) dalam kancah politik praktis (sebagai partai politik) dilakukan sejak tahun 1953 sampai 1973. Namun demikian, bukan berarti peran politik NU hanya terbatas dalam dekade tersebut. Sebelum dan sesudah masa itu, tidak sedikit kegiatan NU yang dampak politiknya justru lebih monumental. Bahkan, ketika NU menjadi bagian penting dari Masyumi (pra NU parpol) dan saat NUmasih secara resmi menyalurkan aspirasi politiknya melalui Partai Persatuan Pembangunan (pascaNU parpol), juga merupakan periode–periode penting untukdiungkap.Pada masa pradan pasca NU sebagai parpol, eksistensi organisasi yang dimotori kaum pesantren, dengan dukungan masa dari masyarakat Islam tradisional sempat dilanda krisis identitas. Berbagai dampak negatif maupun positif akibat lamanya NU terjun dalam politik praktis merupakan alasan utama mengapa masa-masa tersebut penting untuk ditilik.

B.Rumusan Masalah

1.              Bagaimana Hubungan Jamiyah Nahdlatul Ulama’ (NU) Dengan Pemerintah?
2.              Bagaimana Hubungan Jamiyah Nahdlatul Ulama’ (NU) dengan Partai Politik?
3.              Bagaimana Sistem Politik NU Sebelum Khittah?
4.              Bagaimana Sistem Politik NU Setelah Khittah?

C.Tujuan Masalah

1.              Agar mengetahui Hubungan Jamiyah Nahdlatul Ulama’ (NU) Dengan Pemerintah
2.              Untuk mengetahui Hubungan Jamiyah Nahdlatul Ulama’ (NU) dengan Partai Politik
3.              Untuk mengetahui Sistem Politik NU Sebelum Khittah
4.              Agar tahu Sistem Politik NU Setelah Khittah

BAB II

PEMBAHASAN

A.       Hubungan Jamiyah Nahdlatul Ulama’ dengan Pemerintah
Sesungguhnya, jika kita menengok perjalanan sejarah, hubungan NU dengan pemerintah selalu mengalami pasang-surut. Pada era Presiden Soekarno, ketika NU masih menjadi partai politik, Partai NU merupakan salah satu pendukung Soekarno. NU memberikan gelarwaliyul amri adhharuri bisysyaukah.NU menjadi garda terdepan membela NKRI yang waktu itu sangat rentan terhadap perpecahan, termasuk pemberontakan oleh kelompok Islam melalui DI/TII.Pada era Orde Baru, massa NU yang besar dan solid dianggap menjadi ancaman eksistensi kekuasaan Golkar yang mendasarkan diri pada ABRI, Birokrasi, dan kino-kino Golkar. Karena itu, hubungan NU dan pemerintah mengalami masa-masa sulit. Banyak lembaga-lembaga pendidikan dengan nama NU dicurigai sehingga harus berganti nama. Untuk menggelar pengajian, sangat sulit dilakukan dan para intel pun mengawasi dengan ketat aktivitas para dai. Dengan berbagai cara, pemerintah berusaha menjegal Gus Dur dalam Muktamar NU di Cipasung tahun 1989 karena Gus Dur dianggap pemimpin oposisi. PengabaianNU berarti negara telah mengabaikan sebagian besar potensi bangsa. Situasi berbalik setelah masa reformasi sampai dengan hari ini. Semua presidenpasca gerakan reformasi selalu menjaga hubungan baik dengan NU. Berbagai kebijakan penting terkait dengan hubungan agama dan sosial kemasyarakatan oleh pemerintah selalumeminta saran NU. Perhatian pemerintah terhadap aspek sosial, budaya, pendidikan, dan ekonomi warga NU ditingkatkan. Pesantren dan madrasah semakin meningkat dalam sisi pengakuan eksistensinya maupun bantuan dana, meskipun belum sesuai dengan harapan. Banyak pesantren mendapat program rusunawa untuk asrama santri, pemberian honor bagi para guru ngaji, diakuinya ijazah pesantren untuk masuk ke perguruan tinggi dan lainnya. Semua kebijakan tersebut baru tumbuh di era reformasi. Banyak hal telah berubah setelah komunitas NU diabaikan selama 32 tahun kekuasaan Orde Baru.NU memang memiliki kekuatan massa besar yang tidak bisa diabaikan oleh siapapun. Apalagi saat dunia dihadapkan dengan merebaknya terorisme dan radikalisme serta aliran Islam transnasional. Mereka berusaha merobohkan NKRI sesuai dengan cita-cita dan ideologi yang diusungnya. Tentu saja NU dengan tegas akan membela NKRI. Ajaran Islam Ahlusunnnah wal Jamaah NU moderat, toleran, dan seimbang merupakan pilihan tepat bukan hanya bagi Indonesia, tapi juga bagi dunia. Tak heran Presiden Jokowi mendukung pengembangan Islam Nusantara yang digagas oleh NU sebagai cerminan Islam yang menghargai nilai-nilai lokalitas. Tentu saja hubungan baik tersebut bisa sangat bermanfaat bagi perjalanan bangsa ini. Banyak sekali persoalan kemasyarakatan yang tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga negara lainnya. NU dengan jaringan yang dimilikinya bisa membantu berbagai program pemerintah sampai ke tingkat akar rumput. Banyak programtidak hanya butuh uang, tetapi pendekatan lain, seperti penanganan kasus terorisme dan radikalisme yang membutuhkan bimbingan agama yang benar bagi mereka yang terlanjur masuk aliran tersebut. Posisi NU dihadapan pemerintah tidak dapat dikategorikan sebagai oposisi atau koalisi karena NU bukan partai politik. Jika ada kebijakan pemerintah yang tidak pas buat rakyat, tentu sudah sepatutnya bagi NU untuk mengingatkan pemerintah soal ini. Dengan pengalaman sejarahnya yang panjang, NU tidak takut atau enggan menyampaikan kritiknya. Tapi tentu saja, kritik bisa disampaikan secara santun dan tidak harus di depan publik. Yang penting adalah pesan tersebut sampai kepada pengambil kebijakan. Pengabdian NU adalah kepada bangsa dan negara, bukan kepada rezim pemerintahan tertentu yang setiap periode tertentu berganti. NU akan mengawal perjalanan bangsa ini, siapapun presidennya, siapapun pemerintahannya.

B.     Hubungan Jamiyah Nahdlatul Ulama’ Dengan Partai Politik
Pada dasarnya, semua orang yang hidup dalam suatu Negara adalah makhluk politik, termasuk warga nahdliyyin. Nahdlatul Ulama memang dilahirkan sebagai partai politik, namun merupakan kekuatan (potensi) politik yang sangat besar karena anggotanya puluhan juta jumlahnya. Oleh karena itu, semua partai politik selalu ingin mempengaruhi pimpinan NU supaya mendapat kekuatan politiknya. Dalam keadaan seperti ini, NU dapat memainkan politiknya untuk mempengaruhi partai-partai politik. NU bermain politik pada tingkat tinggi, tidak hanya sekedar mencari kursi-kursi politik, tetapi bagaimana para politisinya dapat dikerahkan dan diarahkan sesuai dengan garis politik yang diinginkan oleh NU. Partai yang dimainkan NU adalah politik kebangsaan dalam arti untuk kepentingan seluruh bangsa, tidak hanya untuk kepentingan partai/kelompok.Sebagai jam’iyah yang bukan partai politik tetapi merupakan kekuatan politik yang besar, adakalanya NU mengalami kesulitan di dalam menyalurkan aspirasi politiknya. Dalam sejarahnya yang cukup panjang, NU mempunyai pengalaman tentang cara-caramenyalurkan aspriasi politiknya.

.     SEJARAH PARTAI NU
Pada zaman penjajahan Belanda, NU menyembunyikan perbuatan politiknya kecuali dalam hal-hal sangat besar seperti :
1)      Sikap anti penjajahan, mempersiapkan umat untuk merebut kemerdekaan, disembunyikan di pesantren-pesantren.
2)      Menuntut Indoensia ber-parlemen bersama MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia)  gabungan semua organisasi Islam se Indonesia dan GAPI (Gabungan Politik Indonesia). Gabungan partai-partai politik se Indonesia mendesak supaya pemerintah Hindia Belanda didampingi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia.
Pada zaman penjajahan Jepang yang membekukan semua organisasi rakyat, para tokoh NU bersama dengan tokoh-tokoh lain memperlihatkan sikap kerja sama dengan Jepang supaya dapat tetap berhubungan dengan rakyat dan mempersiapkan rakyat merebut kemerdekaan. Pada zaman revolusi fisik, NU bahu membahu dengan seluruh lapisan bangsa mempertahankan dan mengisi kemerdekaan dan menyalurkan aspirasi politiknya melalui Masyumi. Sesudah selesai revolusi fisik, NU mandiri sebagai Partai NU dan ternyata berhasil menempatkan diri sebagai kekuatan politik nasional Indonesia.
Pada zaman  orde baru yang memaksa partai-partai bergabung menjadi dua partai dan satu Golkar, NU memfusiukan fungsi politiknya ke dalam PPP sampai tahun 1984 ketika NU menyatakan tidak terikat dengan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan manapun. Ketika jaman reformasi, NU mempersilakan warganya mendirikan partai dengan bimbingan PBNU yaitu partai Kebangkitan Bangsa. Semua ini hanyalah cara-cara yang dipilih NU pada suatu kondisi dan situasi tertentu untuk kepentingan perjuangan NU sendiri, bukan sesuatu yang qoth’I, bukan sesuatu yang abadi yang tidak dapat berubah sepanjang zaman tanpa memperhatikan dan memperhitungkan kepentingan perjuangan NU sendiri. Yang pokok adalah bahwa NU adalah jami’iyah (Organisasi, kelompok) yang mandiri, tidak menjadi bagian dari organisasi lain, baik organisasi politik maupun organisasi kemasyarakatan.

C.    NU KEMBALI KE-KHITTOH
Pada Muktamar Ke-27 tahun 1984 secara resmi NU kembali ke Khittah NU 1926. Ini ditandai keluarnya NU dari PPP. Dan kembali menjadi organisasi sosial keagamaan sebagaimana saat didirikan, 31 Januari 1926.  NU mencakup tujuan pendirian NU, gerakan-gerakan NU dan lain-lain. Ada Perbincangan Khittah NU sering dikaitkan dengan urusan politik. Sementara, cakupan Khittah NU 1926 pada dasarnya tidak hanya menerangkan ihwal hubungan organisasi NU dengan politik, tetapi juga hal-hal mendasar terkait soal ibadah kepada Allah Swt dan kemasyarakatan. Khittah anggapan, hal ini sudah mulai dilupakan banyak orang. Seringkali, bicara Khittah NU 1926 hanya dikaitkan hubungan NU dengan PKB, PKNU, PPP dan partai politik lain.
Padahal khittah bukan sebatas itu, dan mencakup tema-tema yang luas seluas wilayah kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Menurut Kyai Muchit, Khittah NU 1926 merupakan dasar agama warga NU, akidahnya, syariatnya, tasawufnya, faham kenegaraannya, dan lain-lain. Pada Muktamar Ke-27 NU di Situbondo, Jawa Timur, pada pasal pengertian khittah menyebutkan, Khitthah NU 1926 merupakan landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga NU yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perseorangan maupun organisasi. Juga daIam setiap proses pengambilan keputusan.
 Landasan tersebut ialah faham Islam Ahlussunnah wal Jama'ah yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia. Ini meliputi dasar-dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan. Khitthah NU 1926 yang digali dari intisari perjalanan sejarah khidmahnya dari masa ke masa. Dalam praksisnya, Khittah NU 1926, misal, terkait dengan persoalan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam pandangan Khittah NU 1926, NKRI sudah final. NU tidak sepakat dengan pemberlakukan hukum Islam secara legal formal. Selain itu, menurut keputusan Muktamar Ke-27 juga disebutkan, NU sebagai organisasi keagamaan, merupakan bagian tak terpisahkan dari umat Islam Indonesia.
Khittah NU 1926 juga melandasi praksis hubungan kemasyarakatan yang senantiasa memegang teguh prinsip persaudaraan, toleransi, kebersamaan dan hidup berdampingan baik dengan sesama warga negara dengan keyakinan atau agama lain untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh dan dinamis.  Kini, banyak orang memunculkan gagasan, perlunya membumikan Khittah NU 1926 dalam tatara yang lebih praktis, lebih konteks, dan lebih memberi daya dorong dalam beragam persoalan. Khittah NU 1926 dirasakan masih ”abstrak” dan ”imajiner” dibandingkan dengan sebagai ruh yang mampu memberi daya dorong dalam segala lini kehidupan berbangsa dan bernegara.

D.    GERAKAN POLITIK NU SETELAH KHITTAH
Nahdlatul Ulama (NU) berdiri 1926 adalah sebagai organisasi kemasyarakatan atau jam’iyah, bukan  partai politik, bukan institusi politik, tapi tak bisa dipungkiri dan dihindarai bahwa sejak kelahirannya NU telah bersinggungan dengan ruang politik. Pada tahun 1940-1943 NU masuk MIAI yang kemudian menjadi Masyumi. Masyumi dibentuk dimaksudkan untuk menciptakan kekuatan besar bagi umat Islam. Tahun 1945 Raisul Akbar Hadrotussyaikh KH Hasyim As’ary mengeluarkan fatwa resolusi jihad untuk menghadapi tentara nicca belanda. Dan pada tahun-tahun berikutnya NU juga tak tinggal diam menghadapi PKI.
Ada satu hal yang perlu dicatat bahwa, kelahiran NU itu sendiri sebagai respon atas munculnya Islam wahabisme atau Islam reformis yang menyatakan dirinya sebagai kaum pambaharu Islam. Melihat sisi historis demikian maka boleh dikata  semenjak kelahirannya NU telah berpolitik, barulah pada tahun 1952 Muktamar NU ke 19 di palembang, NU resmi menyatakan diri sebagai partai politik setelah keluar dari Masyumi.
Dari pemilu 1955 sampai pemilu 1971 NU berhasil meraih suara cukup menggembirakan, NU benar-benar bermain di arena politik, NU punya bargaining  cukup tinggi, NU punya banyak wakil di DPR, para ulama  sepuh NU juga masih banyak. sampai disini NU masih berjaya. Barulah pada tahun 1973 NU mulai melewati masa awal perpecahan. Semua partai Islam termasuk NU harus fusi dalam satu partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan(PPP).  PPP tak ubahnya seperti Masyumi dulu, perselisihan antar kelompok dalam tubuh PPP terus terjadi tak kunjung usai. Kasus yang terjadi di PPP serupa dengan yang terjadi di Masyumi – NU selalu dimarjinalkan.
NU  dalam posisi rumit, bikin partai tak boleh, memperbaiki PPP juga suatu hal yang sangat sulit karena PPP dan PDI saat itu merupakan boneka orde baru.  Disinilah titik awal dimulainya perpecahan warga NU, dimana pemerintah Orba salah satu factor utama dalam penghancuran NU. NU selanjutnya hanya berpolitik secara moral yang sulit dipertanggungjawabkan hasilnya. NU kemudian hanya menitipkan para kadernya di PPP, sedang NU sendiri hanya bisa bermain diluar arena.
Pola dukung mendukung oleh NU mulai dijalankan. NU terkadang bermetamorfosa dari hijau menjadi merah ketika Gus Dur mendekati Mega yang waktu itu kita kenal dengan istilah Mega-Gus Dur untuk menandingi PDI Suryadi. Atau terkadang NU berubah ujud dari hijau ke kuning ketika Gus Dur mengajak warganya untuk mengikuti Istighotsah NU-Golkar di berbagai daerah beberapa tahun silam sebelum reformasi. Setelah reformasi bergulir, sepertinya ada harapan besar bagi NU untukmengembalikan kejayaan NU dimasa silam. Toh demikian masih terlalu berat jika NU menjelma menjadi partai. NU akhirnya mendirikan PKB dimana PKB diharapkan menjadi satu-satunya partai NU yang berakses ke PBNU. NU sendiri bukanlah partai tapi NU punya sayap politik yaitu PKB. Betapa hebat respon masyarakat terhadap lahirnya PKB, Ini wajar saja karena warga NU benar-benar haus dengan partai NU setelah 32 tahun NU dipinggirkan.
Namun tampaknya harapan hanya tinggal harapan, PKB yang diharapkan menjadi sayap politik NU justeru berjalan sendiri bahkan senantiasa berseberangan dengan NU structural. Antara PKB dan NU mulai ada tanda-tanda kurang serasi, PKB memecat ketuanya yaitu Matori Abdul jalil yang sebenarnya NU tidak menghendaki. Ketidak serasian NU-PKB ini diperuncing lagi ketika NU punya gawe mencalonkan Hasyim Muzadi menjadi cawapres Mega. Dengan susah payah NU menggerakkan warganya dari tingkat PW-PC-MWC bahkan sampai ketingkat ranting untuk mengegolkan jagonya yaitu Hasyim Muzadi menjadi Cawapres, tapi PKB saat itu justeru mendukung Wiranto-Wahid dari Golkar, diteruskan pada  pilpres putaran kedua PKB mendukung SBY-JK.
Cukup sudah PKB menyodok NU saat itu.  Mulai dari itu PKB dianggap bukan lagi partai sayap politik NU karena PKB  terlalu jauh meninggalkan NU. Carut-marut perpolitikan NU saat ini sudah sangat rumit. Musuh sudah pakai senjata api kita masih berebut senjata bambu. Sederet pertanyaan inilah yang mungkin akan terjawab dalam muktamar NU mendatang.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan


Dari pembahasan makalah diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Politik adalah sebuah kata dengan sejuta makna,mulai dari arti yang paling luas sampai arti yang paling sempit.mulai yang umum sampai yang khusus. Pada dasarnya,politik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kenegaraan, kekuasaan, dan pemerintahan. Seorang petani yang membayar pajak berarti dia mendukung kelestarian pemerintah. Maka dia sudah dianggap melakukan perbuatan politik. Sebaliknya, seseorang yang memboikot pajak, dia juga sudah melakukan perbuatan politik.
NU mencakup tujuan pendirian NU, gerakan-gerakan NU dan lain-lain. Ada Perbincangan Khittah NU sering dikaitkan dengan urusan politik. Sementara, cakupan Khittah NU 1926 pada dasarnya tidak hanya menerangkan ihwal hubungan organisasi NU dengan politik, tetapi juga hal-hal mendasar terkait soal ibadah kepada Allah Swt dan kemasyarakatan.



DAFTAR PUSTAKA


NU Online “Hubungan Akrab NU dengan Pemerintah” diakses pada tanggal 19 Januari 2017
Hasanuddin, Dkk,Pendidikanke-NU-an (ASWAJA),CV Al-Ihsan, Surabaya 1992.
Pustaka Ma’arifNU,Islam Ahlussunnah Wal JamaahDi Indonesia, Jakarta, 2007
http://agusmr220.blogspot.com/2013/12/nahdlatul-ulama-dan-partai-politik.html diakses pada tanggal 19 Januari 2017





Sunday 19 March 2017

Contoh Silabus Mata Kuliah


SILABUS

SEJARAH PERADABAN ISLAM

A.    Identitas Mata Kuliah

1.      Mata kuliah           : Sejarah Peradaban Islam

2.      Dosen Pengampu : Hasyim Asy’ari, M.Pd.I

3.      Bobot SKS            : 2 SKS

4.      Semester                : II

5.      Jurusan                  : MPI

6.      Fak/Institut           : Tarbiyah/ Institut KH. Abdul Chalim Pacet Mojokerto



B.     Tujuan Perkuliahan



C.    Materi Perkuliahan



Minggu Ke
Materi
Sub Materi
Metode
Referensi
1
Sekilas Sejarah Pendidikan Islam
a.  Pengertian Sejarah Pendidikan Islam (SPI)
b. Tujuan SPI
c.  Ruang lingkup SPI
Ceramah
Diskusi
Prasentasi

2
Situasi Sosial dan Pendidikan Masyarakat Arab Sebelum Islam
a.  Situasi sosial dan pendidikan masyarakat arab sebelum islam
b. Pengaruh situasi sosial dan pendidikan masyarakat arab sebelum islam
Ceramah
Diskusi
Prasentasi
-           
3
Pendidikan Pada Zaman Nabi Muhammad

Ceramah
Diskusi
Prasentasi
-           
4
Pendidikan Pada Zaman Khulafaur Rasyidin

Ceramah
Diskusi
Prasentasi
-           
5
Pendidikan Pada Zaman Dinasti Umayyah

Ceramah
Diskusi
Prasentasi
-           
6
Pendidikan Pada Zaman Dinasti Abbasiyah

Ceramah
Diskusi
Prasentasi
-           
7
Pendidikan Pada Zaman Kekhalifahan Islam di Spanyol


-           
8
UTS



9
Pendidikan Pada Zaman Kekhalifahan Fathimiyah

Ceramah
Diskusi
Prasentasi
-           
10
Pendidikan Pada Zaman Kekhalifahan Turki Usmani

Ceramah
Diskusi
Prasentasi
-           
11
Pendidikan Pada Zaman Kekhalifahan Safawi

Ceramah
Diskusi
Prasentasi
-           
12
Pendidikan Pada Zaman Kekhalifahan Moghul

Ceramah
Diskusi
Prasentasi
-           
13
Pendidikan Pada Zaman Kerajaan Islam Indonesia

Ceramah
Diskusi
Prasentasi
-           
14
Tokoh Pendidikan Islam dan Pemikirannya Klasik
Pemikiran Al-Gazali
Pemikiran Ibnu Shina
Pemikiran Ibnu Khaldun
Ceramah
Diskusi
Prasentasi
-           
15
Tokoh Pendidikan Islam dan Pemikirannya Modern
Pemikiran Hasyim Ay’ari
Pemikiran Ahmad Dahlan
Ceramah
Diskusi
Prasentasi
-           
16
UAS






D.    Metode

1.      Active Learning

2.      Ceramah dan Dialog

3.      Diskusi/Seminar



E.     Alat Bantu

1.      White Board dan Boardmarker

2.      Buku Teks

3.      Makalah

4.      Kertas Kerja/Chart

5.      LCD



F.     Evaluasi

1.      Standar Penilaian

a.       Kehadiran                              10%

b.      Tugas-tugas                            20%

c.       UTS                                        30%

d.      Final Test                               40%

2.      Bentuk Ujian

a.       Test Tertulis

b.      Tugas Makalah

c.       TestKinerja/Perbuatan



G.    Referensi

1.    Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cet. ke-5, 1997.

2.    Nurhakim, Moh. Sejarah Peradaban Islam. Malang: UMM Press

3.    Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos, 1997.

4.    Al-Wakil, Muhammad Sayyid. Wajah Dunia Islam: Dari Dinasti Bani Umayah hingga Imperialisme Modern. Terj. Fadhli Bahri. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998.

5.    Hitti, Philip K. History of The Arabs. Vol. X. London: The MacMillan Press, 1970. Edisi Bahasa Indonesia dengan judul yang sama, terjemahan R. Cecep Lukman Yasin & Dedi Slamet Riyadi, diterbitkn Serambi, Jakarta, 2005.

6.    Watt, W. Montgomery. Islam dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995.

7.    Mughni, Syafiq A. Dinamika Intelektual Islam pada Abad Kegelapan. Suabaya, LPAM, 2002.

8.    ________. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.

9.    Voll, John Obert. Islam: Continuity and Change. USA: Westview Press, 1982. Edisi Bahasa Indonesia, berjudul Politik Islam: Kelangsungan dan Perubahan, diterbitkan Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1997.

10.Amīn, Ahmad. Fajr al-Islām. Kairo: Maktabat al-Nahdat al-Mishrîyah, 1975.

11.Mahmudunnasir, Syed. Islam: Konsepsi dan Sejarahnya. Terj. Adang Affandi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet. ke-4, 1994.

12.Syalabi, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jilid III. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1993.

13.Bosworth, C.E. Dinasti-Dinasti Islam. Bandung: Mizan, 1993.

14.Lapidus, Ira M. A History of Islamic Societies. USA: Cambridge University Press, 1988. Edisi Bahasa Indonesia, Sejarah Sosial Umat Islam, terjemahan Ghufron A. Masadi, diterbitkan PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999.

RANGKUMAN MATERI TEKNIK PENULISAN KARYA ILMIAH LENGKAP

A.    Konsep Karya Ilmiah Karya ilmiah terbentuk dari kata “karya” dan “ilmiah”. Karya berarti kerja dan hasil kerja dan ilmiah berari ...