Friday 11 November 2016

Makalah Ilmu Kalam Musyabbihah atau Mujassimah Terbaru Lengkap


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Musyabbihah/Mujassimah ini dengan baik. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Fatkul Chodir, M.H.I selaku Dosen mata kuliah ILMU KALAMtelah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai pemahaman tentang salah satu aliran ilmu kalam dan semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanyadan dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.




                                                                                    Mojokerto, Mei 2016
                                                                                   

                                                                                    Penyusun


Daftar Isi







BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Dalam sejarah agama Islam telah tercatat adanya firqah-firqah (golongan) di lingkungan umat Islam, yang antara satu sama lain bertentangan pahamnya secara tajam yang sulit untuk diperdamaikan, apalagi untuk dipersatukan.Hal ini sudah menjadi fakta dalam sejarah yang tidak bisa dirubah lagi.
Umat Islam, khususnya yang berpengetahuan agama tidak heran melihat membaca hal ini karena Nabi Muhammad SAW sudah juga mengabarkan pada masa hidup beliau.
Untuk itu dalam makalah ini penulis hendak membahas tentang salah satu jenis firqah diatas, yaitu Aliran Musyabbihah.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian Musyabbihah/Mujassimah?
2.      Bagaimana Sejarah lahir dan perkembangannya?
3.      Apa saja pokok-pokok ajarannya?

C.    Tujuan Penulisan

a.       Untuk mengetahui pengertian Musyabbihah/Mujassimah
b.      Untuk mengetahui Sejarah lahir dan perkembangannya
c.       Untuk mengetahui pokok-pokok ajarannya




BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Musyabbihah/Mujassimah

Adapun musyabbihah atau tasybih adalah penyerupaan Allah SWT kepada makhluk-Nya. Sedangkan mujassimah atau tajsim adalah penjasmanian Allah SWT.[1]

B.     Sejarah lahir dan perkembangannya

Aliran ini lahir dalam abad ke-IV H, digerakkan oleh penganut-penganut Hambali yang mengaku bahwa keyakinan berdasarkan pendirian Ahmad bin Hanbal, yang mula-mula ingin menghidupkan kembali ajaran Islam menurut keyakinan Salaf dan membasmi aliran-aliran yang bertentangan dengan itu.
Aliran Salaf ini digerakkan kembali dalam abad yang ke-VII H oleh Ibn Taimiyah yang menjadikan aliran itu bahan terpenting dalam penyiaran agamanya. Keyakinan ini mendapat sambutan dalam abad ke-XII H dari Muhammad bin Abdul Wahhab yang dengan bantuan keluarga raja Al-Saud menyiarkan agama ini dengan kekerasan.[2]

C.    Tokoh-tokoh Aliran Mujassimah Musyabbihah

1.      Imam Ahmad bin Hambal
a)      Riwayat hidup singkat Ibn Hanbal
Ibn Hanbal dilahirkan di Baghdad tahun 164 H/780M, dan meninggal 241 H/855M. Ia sering dipanggil Abu Abdillah karena salah seorang anaknya bernama Abdillah. Ia lebih dikenal dengan nama Imam Hanbali karena menjadi pendiri madzhab Hanbali.
Ibunya bernama Shahifah binti Maimunah binti Abdul Malik bin Sawadah bin Hindur Asy-Syaibani, bangsawa Bani Amir. Ayahnya bernama Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asas bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasit bin Mazin bin Syaiban bin Dahal bin Akabah bin Sya’b bin Ali bin Jadlah bin Asad bin Rabi’ al-Hadis bin Nizar. Di dalam keluarga Nizar ini tampaknya Imam Ahmad bertemu keluarga dengan nenek moyangnya, Nabi Muhammad saw.
Pada usia 16 tahun, ia belajar Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama lainnya kepada ulama-ulama Baghdad. Lalu mengunjungi ulama-ulama terkenal di Kufah, Bashrah, Syam, Yaman, Mekkah, dan Madinah.
Di Antara guru-gurunya adalah Hammad bin Khalid, Ismail bin Aliyyah, Muzaffar bin Mudrik, Walid bin Muslim, Muktamar bin Sulaiman, Abu Yusuf Al-Qadi, Yahya bin Zaidah, Ibrahim bin Sa’id, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I, Abd Razaq bin Humam, dan Musa bin Tariq. Dari guru-gurunya, Ibn Hanbal mempelajari ilmu fiqh, hadist, tafsir, kalam, ushul, dan bahasa Arab.
Di antara murid-murid Ibn Hanbal adalah Ibn Taimiyah, Hasan bin Musa, Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Abu Zuhrah Ad-Damsyiq. Abu Zuhrah Ar-Razi, Ibn Abi Ad-Dunia, Abu Bakar Al-Asram, Hanbal bin Ishaq Asy-Syaibani, Saleh, dan Abdullah.[3]
2.      Pemikiran Teologi Ibn Hanbal
a.       Ayat-ayat Mutasyabbihah
Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an, Ibn Hanbal lebih menyukai pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan takwil, terutama yang berkaitan dengan sifat-sifat Tuhan dan ayat-ayat mutasyabbihat. Hal itu terbukti ketika ia ditanya tentang penafsiran ayat:
الرحمن على العرش استوى (5) ( طه: 5 )
Artinya:
“(Yaitu) Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas ‘Arsy.”
Dalam hal ini, Ibn Hanbal menjawab:
استوى على العرش كيف شاء وكما شاء بلا حد ولا صفة يبلغها واصف.
Artinya:
Istiwa’ di atas arsy terserah Dia dan bagaimana Dia kehendaki dengan tiada batas dan tiada seorangpun yang sanggup menyifatinya.”
b.    Tentang Status Al-Qur’an
Ibnu Hambal tidak sependapat dengan faham Mu’tazilah, yakni Al-Qur’an tidak bersifat qadim, tetapi baru dan diciptakan. Faham adanya qadim disamping Tuhan, berarti menduakan Tuhan, Sedangkan menduakan Tuhan adalah Syirik dan dosa besar yang tidak diampuni oleh Allah.[4]
Ibn Hanbal tidak mau membahas lebih lanjut tentang status Al-Qur’an. Itu dapat dilihat dari salah satu dialog yang terjadi antara Ishaq bin Ibrahim, gubernur Irak dengan Ahmad Ibn Hanbal.[5]
Ia hanya mengatakan bahwa al-Qur’an tidak diciptakan. Hal ini sejalan dengan pola pikirnya yang menyerahkan ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat Allah kepada Allah dan rasul-Nya.
2.  Ibnu Taimiyah
a)      Riwayat hidup singkat Ibn Taimiyah
Nama lengkapnya Ahmad Taqiyudin Abu Abbas bin Syihabuddin Abdul Mahasin Abdul Halim bin Abdissalam bin Abdillah bin Abi Qasim Al Khadar bin Muhammad bin Al-Khadar bin Ali bin Abdillah. Nama Taimiyah dinisbatkan kepadanya karena nenek moyangnya yang bernama Muhammad bin Al-Khadar melakukan perjalanan haji melalui jalan Taima’. Sekembalinya dari haji, ia mendapati isterinya melahirkan seorang anak wanita yang kemudian diberi nama Taimiyah. Sejak saat itu keturunannya dinamai Ibnu Taimiyyah sebagai peringatan perjalanan haji moyangnya itu.[6]
b)      Pemikiran Teologi Ibnu Taimiyah
Pemikiran Ibnu Taimiyah seperti dikatakan Ibrahim Madzkur, adalah sebagai berikut:
a.       Sangat berpegang teguh pada nash (Al-Quran dan Al-Hadits).
b.      Tidak memberikan ruang gerak kepada akal.
c.       Berpendapat bahwa Al-Quran mengandung semua ilmu agama.
d.      Di dalam Islam yang diteladani hanya tiga generasi saja (sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in).
e.       Allah memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap mentanzihkan-Nya.[7]
Ibnu Taimiyah mengkritik Imam Hanbali yang mengatakan bahwa kalamullah itu qadim, menurut Ibnu Taimiyah jika kalamullah qadim maka kalamnya juga qadim. Ibnu taimiyah adalah seorang tekstualis oleh sebab itu pandangannya oleh Al-Khatib Al-Jauzi sebagai pandangan tajsim Allah (antropomorpisme) yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Oleh Karena itu, Al-Jauzi berpendapat bahwwa pengakuan ibn Taimiyah sebagai Salaf perlu ditinjau kembali.[8]
Berikut ini merupakan pandangan Ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat Allah:
1.      Percaya sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang disampaikan oleh Allah sendiri atau oleh Rasul-Nya.
Sifat-sifat dimaksud adalah:.
a)      Sifat Salbiyyah, yaitu qidam, baqa, mukhalafatul lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi dan wahdaniyyat.
b)      Sifat Ma’ani, yaitu : qudrah, iradah, ilmu, hayat, sama’, bashar dan kalam.
c)      Sifat khabariah (sifat yang diterangkan Al-Quran dan Al-Hadits walaupun akal bertanya-tanya tentang maknanya), seperti keterangan yang menyatakan bahwa Allah ada di langit; Allah di Arasy; Allah turun ke langit dunia; Allah dilihat oleh orang yang beriman di surga kelak; wajah, tangan, dan mata Allah.
d)     Sifat Idhafiah yaitu sifat Allah yang disandarkan (di-Idhafat-kan) kepada makhluk seperti rabbul ‘alamin, khaliqul kaun dan lain-lain.
2.      Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan seperti Al-Awwal, Al-Akhir dan lain-lain.[9]
3.      Menerima sepenuhnya sifat dan nama Allah tersebut dengan:
a)      Tidak mengubah maknanya kepada makna yang tidak dikehendaki lafad (min ghoiri tashrif/ tekstual).
b)      Tidak menghilangkan pengertian lafaz (min ghoiri ta’thil).
c)      Tidak mengingkarinya (min ghoiri ilhad).
d)     Tidak menggambar-gambarkan bentuk Tuhan, baik dalam pikiran atau hati, apalagi dengan indera (min ghairi takyif at-takyif).
e)      Tidak menyerupakan (apalagi mempersamakan) sifat-sifat-Nya dengan sifat makhluk-Nya (min ghairi tamtsili rabb ‘alal ‘alamin).[10]






 


 

 

 

 

 

 

 

 


BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

A.    Pengertian Musyabbihah/Mujassimah
Adapun musyabbihah atau tasybih adalah penyerupaan Allah SWT kepada makhluk-Nya. Sedangkan mujassimah atau tajsim adalah penjasmanian Allah SWT.
B.     Sejarah lahir dan perkembangannya
Aliran ini lahir dalam abad ke-IV H., digerakkan oleh penganut-penganut Hambali yang mengaku bahwa keyakinan berdasarkan pendirian Ahmad bin Hanbal, yang mula-mula ingin menghidupkan kembali ajaran Islam menurut keyakinan Salaf dan membasmi aliran-aliran yang bertentangan dengan itu.
Aliran Salaf ini digerakkan kembali dalam abad yang ke-VII H oleh Ibn Taimiyah yang menjadikan aliran itu bahan terpenting dalam penyiaran agamanya. Keyakinan ini mendapat sambutan dalam abad ke-XII H dari Muhammad bin Abdul Wahhab yang dengan bantuan keluarga raja Al-Saud menyiarkan agama ini dengan kekerasan.
1.      Imam Ahmad bin Hambal
a)      Riwayat hidup singkat Ibn Hanbal
Ibn Hanbal dilahirkan di Baghdad tahun 164 H/780M, dan meninggal 241 H/855M. Ia sering dipanggil Abu Abdillah karena salah seorang anaknya bernama Abdillah. Ia lebih dikenal dengan nama Imam Hanbali karena menjadi pendiri madzhab Hanbali.
b)      Pemikiran Teologi Ibn Hanbal
1        Ayat-ayat Mutasyabbihah
Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an, Ibn Hanbal lebih menyukai pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan takwil, terutama yang berkaitan dengan sifat-sifat Tuhan dan ayat-ayat mutasyabbihat.
2      Tentang Status Al-Qur’an
Ibnu Hambal tidak sependapat dengan faham Mu’tazilah, yakni Al-Qur’an tidak bersifat qadim, tetapi baru dan diciptakan. Faham adanya qadim disamping Tuhan, berarti menduakan Tuhan, Sedangkan menduakan Tuhan adalah Syirik dan dosa besar yang tidak diampuni oleh Allah.
2.      Ibnu Taimiyah
a.       Riwayat hidup singkat Ibn Taimiyah
Nama lengkapnya Ahmad Taqiyudin Abu Abbas bin Syihabuddin Abdul Mahasin Abdul Halim bin Abdissalam bin Abdillah bin Abi Qasim Al Khadar bin Muhammad bin Al-Khadar bin Ali bin Abdillah. Nama Taimiyah dinisbatkan kepadanya karena nenek moyangnya yang bernama Muhammad bin Al-Khadar melakukan perjalanan haji melalui jalan Taima’.
b.      Pemikiran Teologi Ibnu Taimiyah
Pemikiran Ibnu Taimiyah seperti dikatakan Ibrahim Madzkur, adalah sebagai berikut:
      2.            Tidak memberikan ruang gerak kepada akal.
      3.            Berpendapat bahwa Al-Quran mengandung semua ilmu agama.
      4.            Di dalam Islam yang diteladani hanya tiga generasi saja (sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in).
     5.            Allah memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap mentanzihkan-Nya.


Daftar Pustaka

 

Abdur, R., & Anwar, R. (2012). Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka setia.
Aceh, A. B. Ilmu kalam. Jakarta: Tintamas.
Fateh, K. A., & Fateh, K. A. Daf’u sybhah at-tasybih bi-akaffi at-tanzih. Pustaka Aswaja.
Nasution, H. (1986). Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press.
Rozak, A. (2012). Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Sirajudin, A. (1987). I’tiqad Ahlusunnah Wal-Jama’ah. Jakarta: Pustaka Tarbiyyah.
Yusuf, A. (1993). Pandangan Ulama tentang Ayat-ayat Mutasyabihat. Bandung: Sinar Baru.



[1] Kholil Abou Fateh, Daf’u sybhah at-tasybih bi-akaffi at-tanzih, (Pustaka Aswaja, tt), hal 2.
[2] Abu Bakar Aceh, Ilmu kalam, (Jakarta: Tintamas,tt), hal. 87.
[3] Abdul Rozak, Rosihon Anwar. Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 136.
[4]Abdu Rozak dan Rosihon Anwar,  Ilmu Kalam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hal. 138.
[5] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), Hal. 62-63.
[6]Sirajudin Abbad, I’tiqad Ahlusunnah Wal-Jama’ah, (Jakarta: Pustaka Tarbiyyah, 1987), hal.  261
[7] Rozak, Ilmu Kalam, hal. 116.
[8] Rozak, Loc, cit, hal. 121.
[9]Abdullah Yusuf, Pandangan Ulama tentang Ayat-ayat Mutasyabihat, (Bandung: Sinar Baru, 1993), hal. 58-60.
[10] Abdur Rozak dan Rosihon Anwar,  Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2,  hal. 115

No comments:

Post a Comment

RANGKUMAN MATERI TEKNIK PENULISAN KARYA ILMIAH LENGKAP

A.    Konsep Karya Ilmiah Karya ilmiah terbentuk dari kata “karya” dan “ilmiah”. Karya berarti kerja dan hasil kerja dan ilmiah berari ...