KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
karena dengan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Musyabbihah/Mujassimah ini dengan baik. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Fatkul Chodir, M.H.I selaku Dosen mata kuliah ILMU KALAMtelah memberikan
arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai pemahaman tentang salah satu aliran
ilmu kalam dan semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanyadan dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Mojokerto,
Mei 2016
Penyusun
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam sejarah agama
Islam telah tercatat adanya firqah-firqah (golongan) di lingkungan umat Islam,
yang antara satu sama lain bertentangan pahamnya secara tajam yang sulit untuk
diperdamaikan, apalagi untuk dipersatukan.Hal
ini sudah menjadi fakta dalam sejarah yang tidak bisa dirubah lagi.
Umat Islam, khususnya
yang berpengetahuan agama tidak heran melihat membaca hal ini karena Nabi
Muhammad SAW sudah juga mengabarkan pada masa hidup beliau.
Untuk itu dalam
makalah ini penulis hendak membahas tentang salah satu jenis firqah diatas, yaitu
Aliran Musyabbihah.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
Musyabbihah/Mujassimah?
2.
Bagaimana
Sejarah lahir dan perkembangannya?
3.
Apa saja pokok-pokok ajarannya?
C. Tujuan Penulisan
a.
Untuk mengetahui pengertian
Musyabbihah/Mujassimah
b.
Untuk mengetahui Sejarah
lahir dan perkembangannya
c.
Untuk mengetahui pokok-pokok
ajarannya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Musyabbihah/Mujassimah
Adapun
musyabbihah atau tasybih adalah penyerupaan Allah SWT kepada makhluk-Nya.
Sedangkan mujassimah atau tajsim adalah penjasmanian Allah SWT.[1]
B. Sejarah lahir dan perkembangannya
Aliran ini
lahir dalam abad ke-IV H, digerakkan
oleh penganut-penganut Hambali yang mengaku bahwa keyakinan berdasarkan
pendirian Ahmad bin Hanbal, yang mula-mula ingin menghidupkan kembali ajaran
Islam menurut keyakinan Salaf dan membasmi aliran-aliran yang bertentangan
dengan itu.
Aliran Salaf ini digerakkan kembali dalam abad yang ke-VII H oleh Ibn
Taimiyah yang menjadikan aliran itu bahan terpenting dalam penyiaran agamanya.
Keyakinan ini mendapat sambutan dalam abad ke-XII H dari Muhammad bin Abdul
Wahhab yang dengan bantuan keluarga raja Al-Saud menyiarkan agama ini dengan
kekerasan.[2]
C. Tokoh-tokoh Aliran Mujassimah Musyabbihah
1.
Imam
Ahmad bin Hambal
a)
Riwayat
hidup singkat Ibn Hanbal
Ibn Hanbal dilahirkan di Baghdad
tahun 164 H/780M, dan meninggal 241 H/855M. Ia sering dipanggil Abu Abdillah
karena salah seorang anaknya bernama Abdillah. Ia lebih dikenal dengan nama
Imam Hanbali karena menjadi pendiri madzhab Hanbali.
Ibunya bernama Shahifah binti
Maimunah binti Abdul Malik bin Sawadah bin Hindur Asy-Syaibani, bangsawa Bani
Amir. Ayahnya bernama Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asas bin Idris bin
Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasit bin Mazin bin
Syaiban bin Dahal bin Akabah bin Sya’b bin Ali bin Jadlah bin Asad bin Rabi’
al-Hadis bin Nizar. Di dalam keluarga Nizar ini tampaknya Imam Ahmad bertemu
keluarga dengan nenek moyangnya, Nabi Muhammad saw.
Pada usia 16 tahun, ia belajar
Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama lainnya kepada ulama-ulama Baghdad. Lalu
mengunjungi ulama-ulama terkenal di Kufah, Bashrah, Syam, Yaman, Mekkah, dan
Madinah.
Di Antara guru-gurunya adalah Hammad
bin Khalid, Ismail bin Aliyyah, Muzaffar bin Mudrik, Walid bin Muslim, Muktamar
bin Sulaiman, Abu Yusuf Al-Qadi, Yahya bin Zaidah, Ibrahim bin Sa’id, Muhammad
bin Idris Asy-Syafi’I, Abd Razaq bin Humam, dan Musa bin Tariq. Dari
guru-gurunya, Ibn Hanbal mempelajari ilmu fiqh, hadist, tafsir, kalam, ushul,
dan bahasa Arab.
Di antara murid-murid Ibn Hanbal
adalah Ibn Taimiyah, Hasan bin Musa, Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Abu Zuhrah
Ad-Damsyiq. Abu Zuhrah Ar-Razi, Ibn Abi Ad-Dunia, Abu Bakar Al-Asram, Hanbal
bin Ishaq Asy-Syaibani, Saleh, dan Abdullah.[3]
2.
Pemikiran
Teologi Ibn Hanbal
a.
Ayat-ayat
Mutasyabbihah
Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an,
Ibn Hanbal lebih menyukai pendekatan lafdzi (tekstual) daripada
pendekatan takwil, terutama yang berkaitan dengan sifat-sifat Tuhan dan
ayat-ayat mutasyabbihat. Hal itu terbukti ketika ia ditanya tentang penafsiran
ayat:
الرحمن على
العرش استوى (5) ( طه: 5 )
Artinya:
“(Yaitu)
Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas ‘Arsy.”
Dalam hal ini,
Ibn Hanbal menjawab:
استوى على
العرش كيف شاء وكما شاء بلا حد ولا صفة يبلغها واصف.
Artinya:
“Istiwa’
di atas arsy terserah Dia dan bagaimana Dia kehendaki dengan tiada batas dan
tiada seorangpun yang sanggup menyifatinya.”
b.
Tentang Status Al-Qur’an
Ibnu
Hambal tidak sependapat dengan faham Mu’tazilah, yakni Al-Qur’an tidak
bersifat qadim, tetapi baru dan diciptakan. Faham adanya qadim disamping Tuhan,
berarti menduakan Tuhan, Sedangkan menduakan Tuhan adalah Syirik dan dosa besar
yang tidak diampuni oleh Allah.[4]
Ibn Hanbal
tidak mau membahas lebih lanjut tentang status Al-Qur’an. Itu dapat dilihat
dari salah satu dialog yang terjadi antara Ishaq bin Ibrahim, gubernur Irak
dengan Ahmad Ibn Hanbal.[5]
Ia hanya
mengatakan bahwa al-Qur’an tidak diciptakan. Hal ini sejalan dengan pola
pikirnya yang menyerahkan ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat Allah kepada
Allah dan rasul-Nya.
2. Ibnu Taimiyah
a)
Riwayat
hidup singkat Ibn Taimiyah
Nama lengkapnya
Ahmad Taqiyudin Abu Abbas bin Syihabuddin Abdul Mahasin Abdul Halim bin
Abdissalam bin Abdillah bin Abi Qasim Al Khadar bin Muhammad bin Al-Khadar bin Ali
bin Abdillah. Nama Taimiyah dinisbatkan kepadanya karena nenek moyangnya yang
bernama Muhammad bin Al-Khadar melakukan perjalanan haji melalui jalan Taima’.
Sekembalinya dari haji, ia mendapati isterinya melahirkan seorang anak wanita
yang kemudian diberi nama Taimiyah. Sejak saat itu keturunannya dinamai Ibnu
Taimiyyah sebagai peringatan perjalanan haji moyangnya itu.[6]
b)
Pemikiran Teologi Ibnu
Taimiyah
Pemikiran Ibnu Taimiyah seperti dikatakan Ibrahim
Madzkur, adalah sebagai berikut:
a. Sangat
berpegang teguh pada nash (Al-Quran dan Al-Hadits).
b. Tidak
memberikan ruang gerak kepada akal.
c. Berpendapat
bahwa Al-Quran mengandung semua ilmu agama.
d. Di
dalam Islam yang diteladani hanya tiga generasi saja (sahabat, tabi’in dan
tabi’it tabi’in).
e. Allah
memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap
mentanzihkan-Nya.[7]
Ibnu Taimiyah mengkritik Imam Hanbali yang mengatakan
bahwa kalamullah itu qadim, menurut Ibnu Taimiyah jika kalamullah qadim maka
kalamnya juga qadim. Ibnu taimiyah adalah seorang tekstualis oleh sebab itu
pandangannya oleh Al-Khatib Al-Jauzi sebagai pandangan tajsim Allah
(antropomorpisme) yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Oleh Karena itu,
Al-Jauzi berpendapat bahwwa pengakuan ibn Taimiyah sebagai Salaf perlu ditinjau
kembali.[8]
Berikut ini merupakan pandangan Ibnu Taimiyah tentang
sifat-sifat Allah:
1. Percaya
sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang disampaikan oleh Allah sendiri
atau oleh Rasul-Nya.
Sifat-sifat dimaksud
adalah:.
a) Sifat
Salbiyyah, yaitu qidam, baqa, mukhalafatul lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi
dan wahdaniyyat.
b) Sifat
Ma’ani, yaitu : qudrah, iradah, ilmu, hayat, sama’, bashar dan kalam.
c) Sifat
khabariah (sifat yang diterangkan Al-Quran dan Al-Hadits walaupun akal
bertanya-tanya tentang maknanya), seperti keterangan yang menyatakan bahwa
Allah ada di langit; Allah di Arasy; Allah turun ke langit dunia; Allah dilihat
oleh orang yang beriman di surga kelak; wajah, tangan, dan mata Allah.
d) Sifat
Idhafiah yaitu sifat Allah yang disandarkan (di-Idhafat-kan) kepada makhluk
seperti rabbul ‘alamin, khaliqul kaun dan lain-lain.
2. Percaya
sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan seperti
Al-Awwal, Al-Akhir dan lain-lain.[9]
3. Menerima
sepenuhnya sifat dan nama Allah tersebut dengan:
a) Tidak
mengubah maknanya kepada makna yang tidak dikehendaki lafad (min ghoiri
tashrif/ tekstual).
b) Tidak
menghilangkan pengertian lafaz (min ghoiri ta’thil).
c) Tidak
mengingkarinya (min ghoiri ilhad).
d) Tidak
menggambar-gambarkan bentuk Tuhan, baik dalam pikiran atau hati, apalagi dengan
indera (min ghairi takyif at-takyif).
e) Tidak
menyerupakan (apalagi mempersamakan) sifat-sifat-Nya dengan sifat makhluk-Nya
(min ghairi tamtsili rabb ‘alal ‘alamin).[10]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
A.
Pengertian Musyabbihah/Mujassimah
Adapun musyabbihah atau tasybih adalah penyerupaan Allah SWT kepada
makhluk-Nya. Sedangkan mujassimah atau tajsim adalah penjasmanian Allah SWT.
B.
Sejarah lahir dan perkembangannya
Aliran ini
lahir dalam abad ke-IV H., digerakkan oleh penganut-penganut Hambali yang
mengaku bahwa keyakinan berdasarkan pendirian Ahmad bin Hanbal, yang mula-mula
ingin menghidupkan kembali ajaran Islam menurut keyakinan Salaf dan membasmi
aliran-aliran yang bertentangan dengan itu.
Aliran Salaf
ini digerakkan kembali dalam abad yang ke-VII H oleh Ibn Taimiyah yang
menjadikan aliran itu bahan terpenting dalam penyiaran agamanya. Keyakinan ini
mendapat sambutan dalam abad ke-XII H dari Muhammad bin Abdul Wahhab yang
dengan bantuan keluarga raja Al-Saud menyiarkan agama ini dengan kekerasan.
1.
Imam
Ahmad bin Hambal
a)
Riwayat
hidup singkat Ibn Hanbal
Ibn Hanbal dilahirkan di Baghdad tahun 164 H/780M, dan meninggal
241 H/855M. Ia sering dipanggil Abu Abdillah karena salah seorang anaknya
bernama Abdillah. Ia lebih dikenal dengan nama Imam Hanbali karena menjadi
pendiri madzhab Hanbali.
b)
Pemikiran
Teologi Ibn Hanbal
1
Ayat-ayat
Mutasyabbihah
Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an, Ibn Hanbal lebih menyukai
pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan takwil, terutama
yang berkaitan dengan sifat-sifat Tuhan dan ayat-ayat mutasyabbihat.
2
Tentang Status Al-Qur’an
Ibnu
Hambal tidak sependapat dengan faham Mu’tazilah, yakni Al-Qur’an tidak
bersifat qadim, tetapi baru dan diciptakan. Faham adanya qadim disamping Tuhan,
berarti menduakan Tuhan, Sedangkan menduakan Tuhan adalah Syirik dan dosa besar
yang tidak diampuni oleh Allah.
2.
Ibnu Taimiyah
a.
Riwayat
hidup singkat Ibn Taimiyah
Nama lengkapnya Ahmad Taqiyudin Abu Abbas bin Syihabuddin
Abdul Mahasin Abdul Halim bin Abdissalam bin Abdillah bin Abi Qasim Al Khadar
bin Muhammad bin Al-Khadar bin Ali bin Abdillah. Nama Taimiyah dinisbatkan
kepadanya karena nenek moyangnya yang bernama Muhammad bin Al-Khadar melakukan
perjalanan haji melalui jalan Taima’.
b.
Pemikiran Teologi Ibnu
Taimiyah
Pemikiran Ibnu Taimiyah seperti dikatakan Ibrahim
Madzkur, adalah sebagai berikut:
2.
Tidak memberikan ruang
gerak kepada akal.
3.
Berpendapat bahwa
Al-Quran mengandung semua ilmu agama.
4.
Di dalam Islam yang
diteladani hanya tiga generasi saja (sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in).
5.
Allah memiliki sifat
yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap mentanzihkan-Nya.
Daftar Pustaka
Abdur, R., & Anwar, R. (2012). Ilmu Kalam.
Bandung: CV Pustaka setia.
Aceh, A. B. Ilmu kalam. Jakarta: Tintamas.
Fateh, K. A., & Fateh, K. A. Daf’u sybhah
at-tasybih bi-akaffi at-tanzih. Pustaka Aswaja.
Nasution, H. (1986). Teologi Islam: Aliran-aliran
Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press.
Rozak, A. (2012). Ilmu Kalam. Bandung:
Pustaka Setia.
Sirajudin, A. (1987). I’tiqad Ahlusunnah
Wal-Jama’ah. Jakarta: Pustaka Tarbiyyah.
Yusuf, A. (1993). Pandangan Ulama tentang
Ayat-ayat Mutasyabihat. Bandung: Sinar Baru.
[1] Kholil Abou Fateh, Daf’u sybhah at-tasybih bi-akaffi at-tanzih,
(Pustaka Aswaja, tt), hal 2.
[2] Abu Bakar Aceh, Ilmu kalam, (Jakarta: Tintamas,tt), hal.
87.
[3] Abdul Rozak, Rosihon Anwar. Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka
Setia, 2012), hal. 136.
[4]Abdu Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2012), hal. 138.
[5] Harun Nasution, Teologi
Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), Hal. 62-63.
[6]Sirajudin Abbad, I’tiqad Ahlusunnah Wal-Jama’ah, (Jakarta: Pustaka
Tarbiyyah, 1987), hal. 261
[9]Abdullah Yusuf, Pandangan Ulama tentang Ayat-ayat Mutasyabihat,
(Bandung: Sinar Baru, 1993), hal. 58-60.
No comments:
Post a Comment