A. Sejarah Kewirausahaan
Kewirausahaan pertama kali
muncul pada abad 18
diawali dengan penemuan-penemuan
baru seperti mesin uap, mesin pemintal, dll. Tujuan utama mereka adalah
pertumbuhan dan perluasan organisasi melalui inovasi dan kreatifitas.
Keuntungan dan kekayaan bukan tujuan utama. Secara sederhana arti wirausahawan
(entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk
membuka usaha dalam
berbagai kesempatan, berjiwa
berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai
usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti.[1]
Pengertian kewirausahaan relatif berbeda-beda antar para ahli/sumber acuan dengan
titik berat perhatian
atau penekanan yang
berbeda-beda, diantaranya adalah penciptaan organisasi baru (Gartner,
1988), menjalankan kombinasi (kegiatan) yang baru (Schumpeter, 1934), ekplorasi
berbagai peluang (Kirzner, 1973), menghadapi ketidakpastian (Knight, 1921), dan
mendapatkan secara bersama faktor-faktor produksi (Say, 1803).
Disamping itu hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) Maret 2006 menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin di
Indonesia pada Maret 2006 sebanyak 39,05 juta atau 17,75 persen dari total 222
juta penduduk. Penduduk miskin bertambah empat juta orang dibanding yang
tercatat pada Februari 2005. Angka pengangguran berada pada kisaran 10,8%
sampai dengan 11% dari tenaga kerja yang masuk kategori sebagai pengangguran
terbuka, di tahun-tahun berikutnya sampai tahun 2009 terus meningkat. Bahkan
mereka yang lulus perguruan tinggi semakin sulit mendapatkan pekerjaan karena
tidak banyak terjadi ekspansi kegiatan usaha. Dalam keadaan
seperti ini maka
masalah pengangguran termasuk
yang berpendidikan tinggi akan berdampak negatif terhadap stabilitas
sosial dan kemasyarakatan.[2]
Kondisi tersebut di atas didukung pula oleh kenyataan bahwa
sebagian besar lulusan Perguruan Tinggi adalah lebih sebagai pencari kerja (job
seeker) daripada pencipta lapangan
pekerjaan (job creator). Hal ini bisa jadi disebabkan karena sistem
pembelajaran yang diterapkan di berbagai perguruan tinggi saat ini lebih
terfokus pada bagaimana menyiapkan para mahasiswa yang cepat lulus dan mendapatkan
pekerjaan, bukannya lulusan
yang siap menciptakan pekerjaan. Disamping itu, aktivitas kewirausahaan (entrepreneurial
activity) yang relatif masih
rendah. Entrepreneurial activity
diterjemahkan sebagai individu
aktif dalam memulai bisnis baru dan dinyatakan dalam persen total penduduk
aktif bekerja. Semakin tinggi indek
entrepreneurial activity maka semakin tinggi level entrepreneurship
suatu negara (Boulton dan Turner, 2005).
Untuk menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan dan meningkatkan aktivitas kewirausahaan, agar
para lulusan perguruan
tinggi lebih menjadi pencipta lapangan kerja dari pada
pencari kerja, maka diperlukan suatu usaha nyata. Departemen
Pendidikan Nasional telah
mengembangkan berbagai kebijakan
dan program untuk mendukung terciptanya lulusan perguruan tinggi yang lebih
siap bekerja dan
menciptakan pekerjaan. Program
Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan Cooperative
Education (Co-op) telah banyak menghasilkan alumni yang terbukti
lebih kompetitif di dunia kerja, dan hasil-hasil karya inovasi mahasiswa
melalui PKM potensial untuk ditindaklanjuti secara komersial menjadi sebuah
embrio bisnis berbasis Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni (Ipteks).
Kebijakan dan program
penguatan kelembagaan yang mendorong peningkatan aktivitas
berwirausaha dan percepatan pertumbuhan wirausaha-wirausaha baru dengan basis
IPTEKS sangat diperlukan. Dengan latar belakang tersebut di atas, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi
mengembangkan sebuah Program
Mahasiswa Wirausaha (Student Entrepreneur Program)
yang merupakan kelanjutan
dari program-program sebelumnya (PKM, Co-op,
KKU) untuk menjembatani
para mahasiswa memasuki dunia
bisnis riil melalui
fasilitasi start-up bussines.
Program Mahasiswa Wirausaha (PMW),
sebagai bagian dari
strategi pendidikan di Perguruan
Tinggi, dimaksudkan untuk
memfasilitasi para mahasiswa
yang mempunyai minat dan
bakat kewirausahaan untuk
memulai berwirausaha dengan basis
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang sedang dipelajarinya. Fasilitas yang
diberikan meliputi pendidikan
dan pelatihan kewirausahaan magang, penyusunan rencana
bisnis, dukungan permodalan dan pendampingan usaha. Program ini diharapkan
mampu mendukung visi-misi pemerintah dalam mewujudkan kemandirian
bangsa melalui penciptaan
lapangan kerja dan pemberdayaan UKM. Pemberian pembelajaran
kewirausahaan memiliki tujuan agar dapat:
1.Menumbuhkan motivasi berwirausaha di kalangan mahasiswa
2.Membangun
sikap mental wirausaha yakni percaya diri, sadar akan jati dirinya, bermotivasi untuk meraih suatu cita-cita,
pantang menyerah, mampu bekerja keras, kreatif, inovatif, berani mengambil
risiko dengan perhitungan, berperilaku pemimpin dan memiliki visi ke depan,
tanggap terhadap saran dan kritik, memiliki kemampuan empati dan keterampilan
sosial.
3.Meningkatkan kecakapan
dan ketrampilan para
mahasiswa khususnya sense of
business.
4.Menumbuhkembangkan wirausaha-wirausaha baru
yang berpendidikan tinggi
5.Menciptakan
unit bisnis baru yang berbasis ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
6.Membangun
jejaring bisnis antarpelaku bisnis, khususnya antara wirausaha pemula dan
pengusaha yang sudah mapan.
B. Konsep Dasar
Kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan
inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan
(usaha dan kerja). Dalam Drummon, 2009 dituliskan sebagai berikut: “deciding on
an idea for Business: discovery consists of seeing what everybody else has seen
and thinking what nobody else has thought. (Albert von Szent- Györgyi) disebut
“Entrepreneurial Genius”. Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik dari
berbagai pengertian wirausaha
adalah bahwa kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang
mencakup eksploitasi peluang-peluang yang muncul di
pasar atau di
dunia kerja. Eksploitasi
tersebut sebagian besar berhubungan dengan pengarahan dan atau
kombinasi input yang produktif.
Seorang wirausahawan selalu diharuskan menghadapi resiko atau peluang
yang muncul, serta sering dikaitkan dengan tindakan yang kreatif dan inovatif. Wirausahawan
adalah orang yang merubah nilai sumber daya, tenaga kerja, bahan dan faktor
produksi lainnya menjadi lebih besar daripada sebelumnya dan juga orang yang
melakukan perubahan, inovasi dan cara-cara baru. Selain itu, seorang
wirausahawan menjalankan peranan manajerial dalam kegiatannya, tetapi manajemen
rutin pada operasi yang sedang berjalan tidak digolongkan sebagai kewirausahaan. Seorang
individu mungkin menunjukkan
fungsi kewirausahaan ketika membentuk
sebuah organisasi, tetapi
selanjutnya menjalankan fungsi manajerial tanpa menjalankan fungsi
kewirausahaannya. Jadi kewirausahaan
bisa bersifat sementara atau kondisional. Kesimpulan lain dari kewirausahaan
adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan
usaha dan waktu
yang diperlukan, memikul
resiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya, serta menerima
balas jasa moneter dan kepuasan pribadi.
Istilah wirausaha
muncul kemudian setelah
dan sebagai padanan wiraswasta yang sejak awal sebagian
orang masih kurang sreg dengan kata swasta. Persepsi tentang wirausaha sama
dengan wiraswasta sebagai padanan entrepreneur.
Perbedaannya adalah penekanan
pada kemandirian (swasta) bagi wiraswasta dan usaha (bisnis) pada
wirausaha. Istilah wirausaha kini makin banyak
digunakan orang terutama
karena memang penekanan
pada segi bisnisnya. Walaupun
demikian mengingat tantangan
yang dihadapi oleh generasi muda
pada saat ini
diberbagai bidang lapangan
kerja, maka pendidikan
wiraswasta mengarah untuk survival dan kemandirian seharusnya lebih
ditonjolkan. Sedikit perbedaan persepsi wirausaha dan wiraswasta harus dipahami,
terutama oleh para pengajar agar arah dan tujuan pendidikan yang diberikan
tidak salah. Jika yang diharapkan dari pendidikan yang diberikan adalah sosok
atau individu yang lebih bermental baja atau dengan kata lain lebih memiliki
kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasarn advirsity (AQ) yang berperan untuk
hidup
(menghadapi tantangan hidup dan kehidupan) maka pendidikan wiraswasta
yang lebih tepat.
Sebaliknya jika arah
dan tujuan pendidikan adalah
untuk menghasilkan sosok individu yang lebih lihai dalam bisnis atau uang, atau
agar lebih memiliki kecerdasan finansial (FQ) maka yang lebih tepat
adalah pendidikan wirausaha.
Karena kedua aspek
itu sama pentingnya, maka
pendidikan yang diberikan sekarang lebih cenderung kedua aspek itu
dengan menggunakan kata
wirausaha. Persepsi wirausaha
kini mencakup baik aspek
finansial maupun personal,
sosial, dan professional (Soesarsono, 2002).
Pengertian
Kewirausahaan adalah semangat,
sikap, perilaku kemampuan seseorang
dalam menangani usaha
dan atau kegiatan
yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja,
teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan
pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Kewirausahaan
adalah suatu proses kreativitas dan inovasi yang mempunyai resiko tinggi untuk
menghasilkan nilai tambah bagi produk yang bermanfaat bagi masyarakat dan
mendatangkan kemakmuran bagi
wirausahawan. Kewirausahaan itu dapat dipelajari walaupun ada juga
orang-orang tertentu yang mempunyai bakat dalam hal kewirausahaan. Strategi
pendidikan yang diwujudkan dalam PMW (Program Mahasiswa
Wirausaha) bertujuan membentuk softskill
agar berperilaku sesuai karakter
wirausaha. Menurut Drucker
(1985) dalam bukunya
Innovation and Entrepreneurship mengemukakan perkembangan
teori kewirausahaan menjadi tiga tahapan :
a. Teori
yang mengutamakan peluang usaha. Teori ini disebut teori ekonomi, yaitu
wirausaha akan muncul
dan berkembang apabila
ada peluang ekonomi.
b. Teori
yang mengutamakan tanggapan orang terhadap peluang.
1. Teori
Sosiologi, mencoba menerangkan mengapa beberapa kelompok sosial menunjukkan tanggapan yang
berbeda terhadap peluang usaha.
2. Teori
Psikologi, mencoba menjawab
karakateristik perorangan yang membedakan wirausaha dan bukan
wirausaha. Karakteristik perorangan yang membedakan wirausaha berhasil dan
tidak berhasil.
c. Teori yang mengutamakan, hubungan antara
perilaku wirausaha dengan hasilnya. Disebut dengan teori perilaku, yaitu yang
mencoba memahami pola perilaku wirausaha.
Kewirausahaan dapat dipelajari
dan dikuasai, karena
kewirausahaan pilihan kerja, pilihan karir.
Dari ketiga teori di atas, mitos/kepercayaan bahwa “orang Indonesia
itu tidak dapat menjadi
wirausaha dan tidak
dapat menjadi manajer”
dapat diruntuhkan, karena semua kegiatan dapat dipelajari, dilatihkan,
dan dapat dikuasai. Ciri-ciri seorang wirausaha meliputi : a) memiliki rasa
percaya diri dan mampu bersikap positif
terhadap diri dan
lingkungannya, b) berperilaku pemimpin, c) memiliki inisiatif,
berperilaku kreatif dan inovatif, d) mampu bekerja keras, e) berpandangan luas
dan memiliki visi ke depan, f) berani mengambil risiko yang diperhitungkan, g)
tanggap terhadap saran dan kritik.
C. Hakekat Kewirausahaan
Cukup banyak tulisan yang mengemukakan adanya upaya yang sudah cukup
lama untuk memahami fenomena kewirausahaan. Siapa dan apa yang dilakukan secara
khusus oleh wirausaha telah mulai dirumuskan sejak tahun 1730 oleh Richard
Cantillon. Namun, hingga saat ini upaya tersebut masih berlangsung, karena
kegiatan yang bercirikan
kewirausahaan tidak hanya terbatas dalam bidang bisnis dengan
tujuan mencari laba. Yang membuat kewirausahaan
menjadi menarik banyak
pihak untuk memahaminya
ialah kontribusi istimewa yang dihadirkan oleh mereka yang melakukan
tindakan berkewirausahaan. Misalnya, Timmons dan Spinelli membuat
pengelompokkan yang diperlukan untuk tindakan kewirausahaan dalam enam (6) hal,
yakni: 1)komitmen dan determinasi, 2) kepemimpinan, 3) obsesi pada
peluang, 4) toleransi pada risiko, ambiguitas, dan ketidakpastian, 5)
kreativitas, keandalan, dan daya beradaptasi dan 6) motivasi untuk unggul.
Dari banyak kasus yang menggambarkan perilaku para wirausaha
sosial, misalnya para penerima Ashoka Fellows, dapat disimpulkan bahwa keenam
hal tersebut di atas
dapat diadopsi sebagai
karakteristik perilaku dan
sikap wirausaha sosial. Sebagai
bidang yang relatif baru berkembang, akan terdapat sejumlah pendapat yang tidak
seragam tentang apa itu kewirausahaan sosial dan siapa yang disebut sebagai
wirausaha sosial. Pendapat atau rumusan yang ada cenderung menggambarkan suatu
jenis wirausaha sosial yang unggul beserta
karakteristik peran dan
kegiatannya. Berdasarkan temuan
adanya pelbagai jenis wirausaha bisnis, sangat dimungkinkan pula adanya
sejumlah jenis wirausaha sosial.
Pada fase ini
akan ditelusuri sejumlah
rumusan kewirausahaan sosial yang telah didefinsikan oleh organisasi dan
ahli yang menggumuli bidang ini. Misalnya,
Ashoka Fellows, yang didirikan oleh Bill Drayton tahun
1980, menyebutkan karakteristik
kegiatan wirausaha social sebagai berikut: 1) tugas wirausaha
sosial ialah mengenali adanya kemacetan atau kemandegan dalam kehidupan
masyarakat dan menyediakan jalan keluar dari kemacetan atau kemandegan itu. Ia
menemukan apa yang tidak berfungsi, memecahkan
masalah dengan mengubah
sistemnya, menyebarluaskan pemecahannya, dan meyakinkan seluruh masyarakat untuk berani
melakukan perubahan. Dan 2) wirausaha sosial tidak puas hanya memberi “ikan”
atau mengajarkan cara “memancing ikan”.
Ia tidak akan
diam hingga “industry perikanan”
pun berubah. Dalam kehidupan sehari-hari
banyak orang berpandangan
bahwa kewirausahaan identik dengan apa yang dimiliki dan dilakukan oleh
usahawan atau wiraswasta. Pandangan tersebut kurang tepat karena
jiwa dan sikap kewirausahaan tidak hanya di miliki
oleh usahawan, namun juga oleh setiap orang yang berpikir kreatif dan bertindak
inovatif, misalnya petani, karyawan, pegawai pemerintah, mahasiswa, guru,
pimpinan proyek dan lain sebagainya.
Kewirausahaan (entrepreneurship) adalah kemampuan kreatif dan
inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumberdaya untuk mencari peluang
menuju sukses. Inti dari kewirausahaan menurut Drucker (1959) adalah kemampuan
untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui pemikiran kreatif dan tindakan
inovatif demi terciptanya peluang. Karya dan karsa hanya terdapat pada
orang-orang yang berpikir kreatif. Tidak sedikit orang dan perusahaan yang
berhasil meraih sukses karena memiliki kemampuan kreatif dan inovatif.
Jadi kewirausahaan merupakan suatu sumberdaya dengan cara-cara baru
dan berbeda seperti:
1) Pengembangan teknologi
2) Penemuan pengetahuan
ilmiah
3) Perbaikan produk barang
dan jasa yang ada
4) Menemukan
cara-cara baru untuk mendapatkan produk yang lebih banyak dengan sumberdaya yang lebih efisien.
Kreatifitas (creativity)
adalah kemampuan mengembangkan
ide dan cara-cara baru dalam
memecahkan masalah dan menemukan peluang (thinking new think). Sedangkan
inovasi (innovation) adalah kemampuan menerapkan kreatifitas dalam rangka
memecahkan dan menemukan peluang (doing
new things). Menciptakan dan menemukan cara-cara baru memecahkan persoalan pekerjaan, sehari-hari,
baik berupa ide, metode dan cara maupun dalam rangka meningkatkan kualitas dan
manfaat barang dan jasa, sehingga memiliki daya saing dan nilai tambah
merupakan hasil dari proses wirausaha.
Ada enam hakikat penting kewirausahaan, yaitu:
1) kewirausahaan adalah nilai yang diwujudkan
dalam perilaku yang dijadikan dasar
sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis
(Ahmad Sanusi, 1994)
2) kewirausahaan merupakan kemampuan dalam
menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Pengertian ini mengandung maksud
bahwa seorang wirausahan adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru,
berbeda dari yang
lain. Atau mampu menciptakan sesuatu
yang berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya, (Drucker, 1959)
3) kewirausahaan
adalah proses penerapan
kreatifitas dan inovasi
dalam memecahkan persoalan dan
menemukan peluang untuk
memperbaiki kehidupan/usaha (Zimmererer, 1996)
4) kewirausahaan adalah
nilai yan diperlukan
untuk memulai dan mengembangkan usaha (Soeharto Prawiro,
1997).
5) kewirausahaan
adalah proses dalam mengerjakan suesuatu yang baru dan berbeda yang dapat
memberikan manfaat serta nilai lebih.
6) kewirausahaan
adalah usaha menciptakan
nilai tambah dengan
jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk
memenangkan persaingan.
Selanjutnya disampaikan beberapa definisi dari para ahli lainnya
tentang kewirau sahaan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Richard Cantillon (1775), kewirausahaan
didefinisikan sebagai bekerja sendiri (self-employment). Seorang
wirausahawan membeli barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya pada
masa yang akan datang dengan harga tidak menentu. Jadi definisi ini lebih
menekankan pada bagaimana seseorang menghadapi resiko atau ketidakpastian.
2. Jean Baptista
Say (1816), seorang wirausahawan
adalah agen yang menyatukan berbagai
alat-alat produksi dan
menemukan nilai dari produksinya.
3. Frank Knight (1921), wirausahawan
mencoba untuk memprediksi
dan menyikapi perubahan pasar.
Definisi ini menekankan
pada peranan wirausahawan dalam
menghadapi ketidakpastian pada dinamika pasar. Seorang wirausahawan
diisyaratkan untuk melaksanakan
fungsi-fungsi manajerial mendasar seperti pengarahan dan pengawasan.
4. Joseph
Schumpeter (1934), wirausahawan adalah seorang inovator yang mengimplementasikan perubahan-perubahan di
dalam pasar melalui kombinasi-kombinasi baru.
Kombinasi baru tersebut
bisa dalam bentuk (1)
memperkenalkan produk baru
atau dengan kualitas
baru, (2) memperkenalkan metoda produksi baru, (3) membuka pasar yang
baru (new market).(4) Memperoleh
sumber pasokan baru
dari bahan atau komponen baru, atau (5) menjalankan
organisasi baru pada suatu industri. Schumpter mengkaitkan wirausaha dengan konsep
inovasi yang diterapkan dalam konteks
bisnis serta mengkaitkannya dengan kombinasi sumber daya.
5. Penrose
(1963), kegiatan kewirausahaan mencakup indentifikasi peluang- peluang di dalam
sistem ekonomi. Kapasitas atau kemampuan manajerial berbeda dengan kapasitas
kewirausahaan.
6. Harvey
Leibenstein (1979), kewirausahaan mencakup kegiatan-kegiatann yang dibutuhkan
untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum
terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi
produksinya belum diketahui sepenuhnya.
7. Israel Kirzner (1979), wirausahawan
mengenali dan bertindak
terhadap peluang pasar.
8. Entrepreneurship Center
at Miami University
of Ohio. Kewirausahaan sebagai proses mengidentifikasi, mengembangkaan,
dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif,
peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil akhir dari
proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi resiko
atau ketidakpastian.
Sebagaimana telah disebutkan
di atas, tingkah
laku dan sikap kewirausahaan yang
istimewa adalah keberaniannya
untuk mengubah dan menghadirkan hal
yang baru, dengan
mengambil resiko yang
telah diperhitungkan. Istilah yang dapat digunakan tentang melakukan
perubahan dengan menghadirkan hal yang baru adalah berinovasi. Saat ini
dikenali bahwa inovasi tidak hanya satu jenis. Inovasi dapat dilakukan dalam
hal produk atau jasa, dan dapat pula dalam hal proses. Inovasi tidak pula hanya
bersifat radikal, tetapi juga berskala kecil, dan berkesinambungan, yang sering
disebut sebagai kaizen. Kaizen adalah metode “penyempurnaan secara
berkelanjutan” (kaizen continual improvement) yang dikembangkan oleh perusahaan
Jepang.
Terima kasih Untuk Sharing Ilmunya
ReplyDelete