KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah
memberi hidayah kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah Akhlak
Tasawuf.
Dalam makalah ini, kami memberikan uraian singkat
tentang pengertian akhlak,
ruang lingkup akhlak dan juga manfaat dan juga tujuan kita mempelajari ilmu
akhlak tersebut.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan kami dalam menyusun makalah ini. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi sempurnanya makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang ikut serta dalam terselesaikannya makalah ini yang tidak dapat kami
sebutkan satu persatu. Kami
sangat berharap, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua serta langkah
kita dalam menuntut ilmu senantiasa diridhai oleh Allah SWT.
Mojokerto, 1 November, 2016
Daftar Isi
Daftar Isi.....................................................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara historis dan teologis, akhlak
dapat memadu perjalan hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat. Tidakkah
berlebihan bila misi utama kerasulan Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan
akhlak manusia. Sejarah pun mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah
beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal ini
dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an.
Kepada umat manusia, khususnya yang
beriman kepada Allah diminta agar akhlak dan keluhuran budi Nabi
Muhamad SAW itu dijadikan contoh dalam kehidupan di berbagai bidang. Mereka
yang mematuhi permintaan ini dijamin keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian dari ilmu akhlak?
2. Apa saja
ruang lingkup ilmu akhlak?
3. Apa saja
manfaat mempelajari ilmu akhlak?
C. Tujuan Pembahasan
1.
Untuk
mengetahui pengertian ilmu akhlak
2.
Untuk mengetahui
ruang lingkup ilmu akhlak
3.
Untuk
mengetahui manfaat mempelajari ilmu akhlak
BAB II
Pembahasan
A. Pengertian Akhlak
Akhlak atau dalam bahasa arab khuluq adalah
perangai atau budi pekerti. Secara istilah akhlak dapat diartikan sebagai suatu
perbuatan manusia yang tidak direncanakan baik itu perbuatan baik maupun
perbuatan buruk. Sedangkan untuk merujuk arti akhlaq ini dapat diambi beberapa
pendapat para imam, sebagai berikut: “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan”.[1]
Imam Ghazali berpendapat: “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan”.[2]
Beberapa ahli mengutarakan pendapatnya
mengenai pengertian akhlak secara terminologi. Diantaranya adalah Ibnu Maskawaih Menyebutkan bahwa akhlak
yaitu keadaan jiwa yang mendorong atau mengajak melakukan sesuatu perbuatan
tanpa melalui proses berpikir, dan pertimbangan terlebih dahulu. Akhlak menurut Prof. Dr. Ahmad Amin yaitu suatu ilmu yang menjelaskan baik
dan buruk, menerangkan yang harus dilakukan, menyatakan tujuan yang harus
dituju dan menunjukkan apa yang harus di perbuat. Didalam buku akhlak dalam berbagai dimensi, akhlak yaitu sifat-sifat yang berurat berakar dalam diri manusia, serta
berdasarkan dorongan dan pertimbangan sifat tersebut, dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut baik
atau buruknya dalam pandangan manusia.[3]
Perbuatan baik dan buruk bukan merupakan sesuatu yang mutlak ditetapkan
oleh Allah SWT. Melainkan manusia dapat memilih untuk melakukan salah satunya.
Pada dasarnya, akhlak sudah melekat dalam diri manusia secara fitriah. Hal ini
dapat dilihat dari kemampuan manusia untuk membedakan yang mana hal yang baik dan
yang mana hal yang tidak baik. Mana hal yang bermanfaat bagi manusia itu
sendiri dan lingkungannya, dan mana yang tidak bermanfaat.
Dan sebenarnya manusia lebih cenderung memilih hal yang baik dari pada hal
yang buruk. Hal ini dapat dibuktikan bahwa tidak ada manusia yang menganggap
bahwa mencuri, berbohong, merusak, menindas, menipu dan hal buruk lainnya
adalah suatu bentuk kebaikan. Mereka pasti akan menolak segala perbuatan
seperti diatas. Dan sebaliknya, tidak ada manusia yang menganggap bahwa sikap
tenggang rasa, saling menghormati, sopan, santun, saling menghargai dan hal
baik lainnya adalah merupakan suatu hal yang buruk. Mereka pasti akan mampu
menerima dengan mudah hal-hal seperti itu.
Syeikh Muhammad
Abduh ketika menafsirkan QS. al-Baqarah (2): 286 menjelaskan bahwa kebaikan
dikaitkan dengan kasaba, sedang keburukan dikaitkan dengan iktasaba. Ini
menandakan bahwa fitrah manusia pada dasarnya adalah cenderung kepada kebaikan,
sehingga manusia dapat melakukan kebaikan dengan mudah. Berbeda dengan
keburukan, yang akan dikerjakan dengan susah payah, goncang, dan kacau.[4]
Dari berbagai
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan akhlak adalah
segala perbuatan manusia yang dilakukan secara sadar, spontan, tanpa
pertimbangan dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Itulah yang dimaksud
dengan akhlak.
Dorongan jiwa yang melahirkan perbuatan manusia
pada dasarnya bersumber dari kekuatan batin yang dimiliki oleh setiap manusia,
yaitu :
1. Tabiat(pembawaan); yaitu
suatu dorongan jiwa yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan manusia, tetapi
disebabkan oleh naluri(gharizah) dan factor warisan sifat-sifat dari orang
tuanya atau nenek moyangnya.[5]
2. Akal pikiran; yaitu dorongan jiwa yang
dipengaruhi oleh lingkungan manusia setelah melihat sesuatu, mendengarkanya,
merasakan serta merabanya. Alat kejiwan ini hanya dapat menilai sesuatu yang
lahir (yang nyata).[6]
3. Hati nurani; yaitu
dorongan jiwa yang hanya berpengaruh oleh alat kejiwaan yang dapat menilai
hal-hal yang sifatnya absrak (yang batin) karena dorongan ini mendapatkan
keterangan(ilham) dari allah swt.[7]
Ada beberapa
kata istilah yang hampir sama dengan akhlak, yaitu etika, moral, dan kesopanan
dan kesusilaan. Namun dari ketiga kata tersebut sebenarnya memiliki perbedaan
dengan kata akhlak. Hal itu dapat dibedakan dari pengertian ketiganya.
Pengertian adalah etika berasal dari bahasa Yunani; ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat. Sedangkan moral berasal dari bahasa Latin; mores, yang
berarti kebiasaan. Dan Susila berasal dari bahasa Sansakerta, su dan sila. Su;
baik dan bagus, sedangkan sila; dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma.
Dengan demikian, susila mengacu pada upaya membimbing, memandu, mengarahkan,
membiasakan masyarakat hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yaitu ketentuan
yang berdasarkan petunjuk al-Qur’an dan hadits. Dengan kata lain etika, moral
dan susila berasa dari manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.[8]
B. Ruang Lingkup Akhlak.
Ruang lingkup
ilmu akhlak adalah mengkaji tentang perbuatan-perbuatan manusia. Yaitu menggolongkan
perbuatan-perbuatan tersebut kepada perbuatan yang baik dan perbuatan yang
dianggap buruk. Ilmu akhlak sebenarnya berisi pengenalan terhadap tingkah laku
manusia yang berkaitan dengan norma atau penilaian perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang.
Dalam hubungan ini Ahmad Amin mengatakan sebagai berikut: Bahwa objek ilmu
akhlak adalah membahas perbuatan manusia yang selanjutnya perbuatan tersebut
ditentukan baik atau buruk. Dengan demikian terdapat akhlak yang bersifat
perorangan dan akhlak yang bersifat kolektif.[9]
Jadi yang dijadikan objek kajian Ilmu Akhlak di sini adalah perbuatan yang
memiliki ciri-ciri sebagaimana disebutkan di atas, yaitu perbuatan yang
dilakukan atas kehendak dan kemauan. Sebenarnya mendarah daging dan telah dilakukan
secara terus-menerus sehingga mentradisi dalam kehidupannya. Perbuatan atau
tingkah laku yang tidak memiliki ciri-ciri tersebut tidak dapat disebut sebagai
perbuatan yang dijadikan garapan Ilmu Akhlak, dan tidak pula termasuk ke dalam
perbuatan akhlaki.
C. Sumber Akhlak Islam.
Dalam islam
telah dijelaskan mengenai akhlak yang baik dan akhlak yang buruk. Hal itu
tercantum dalam Al-Quran dan juga hadits Nabi SAW. Yang pada akhirnya kedua hal
tersebut dijadikan sebagai sumber ilmu akhlak dalam islam. Namun demikian,
Islam tidak menafikan adanya standar lain selain al-Quran dan Sunnah untuk
menentukan baik dan buruk akhlak manusia.
Standar lain
yang dapat dijadikan untuk menentukan baik dan buruk adalah akal dan nurani
manusia serta pandangan umum masyarakat. Dengan hati nuraninya, manusia dapat
menentukan ukuran baik dan buruk, sebab Allah memberikan potensi dasar kepada
manusia berupa tauhid.[10]
Allah Swt.
Berfirman yang Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)".” (QS. al-A’raf [7]: 172).
Dalam ayat yang
lain Allah Swt. Berfirman yang artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. al-Rum [30]: 30).
D. Pola Umum Akhlak Islam.
Akhlak Islam
berbeda dengan etika pada umumnya yang dibedakan dari sopan santun antar sesama manusia dan
berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Akhlak Islam mencakup berbagai aspek,
dimulai dari akhlak terhadap Allah hingga kepada sesama makhluk.[11]
1. Akhlak Terhadap Allah.
Yang dimaksud
akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kepasrahan kepada Allah, yaitu
mengakui bahwa Allah itu ada, mengerjakan segala yang diperintahkan-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya, ikhlas dalam semua amal, berbaik sangka terhadap
semua ketetapan Allah, dan bertaubat serta beristighfar ketika berbuat salah.
2. Akhlak Terhadap Diri Sendiri.
Yang dimaksud
dengan akhlak terhadap diri sendiri adalah menjaga diri dari hal yang tidak
terpuji, baik secara lahiriah maupun batiniah. Contohnya adlah dengan tidak
menyakiti diri sendiri dan tidak berlarut dalam kesedihan.
3. Akhlak Terhadap Keluarga.
Akhlak kepada
keluarga bisa dilakukan seperti berbakti kepada kedua orang tua, bergaul dengan
ma’ruf, memberi nafkah dengan sebaik mungkin saling mendoakan, dan bertutur kata dengan lemah
lembut kepada semua anggota keluarga.
4. Akhlak Kepada Tetangga.
Membina
tetangga sangat penting, sebab tetangga adalah sahabat yang paling dekat.
Bahkan dalam sabdanya Nabi saw. menjelaskan: “Tidak henti-hentinya Jibril
menyuruhku untuk berbuat baik pada tetangga, hingga aku merasa tetangga sudah
seperti ahli waris” (HR. al-Bukhari). Bertolak dari hal ini Nabi saw. memerinci
hak tetangga sebagai berikut: “mendapat pinjaman jika perlu, mendapat
pertolongan kalau minta, dikunjingi bila sakit, dibantu jika ada keperluan,
jika jatuh miskin hendaknya dibantu, mendapat ucapan selamat jika mendapat
kemenangan, dihibur jika susah, diantar jenazahnya jika meninggal dan tidak
dibenarkan membangun rumah lebih tinggi tanpa seizinnya, jangan susahkan dengan
bau masakannya, jika membeli buah hendaknya memberi atau jangan diperlihatkan
jika tidak memberi” (HR. Abu Syaikh).[12]
5. Akhlak Dalam Kepemimpinan.
Seorang pemimpin hendaknya memiliki akhlak
yang baik. Diantaranya adalah beriman dan bertaqwa, pintar dan berilmu
pengetahuan, sabar, sopan, santun, jujur, berani dan tekun. Dari bekal itulah
pemimpin akan mampu memimpin dengan baik, adil, arif dan bijaksana, mampu melindungi
pengikutnya dan amanah.
6. Akhlak terhadap Lingkungan.
Yang dimaksud dengan lingkungan disini adalah
segala sesuatu yang terdapat disekitar kita, baik itu hewan, tumbuhan maupun
benda mati yang dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Kita perlu menjaga
agar seluruh proses pertumbuhan alam berjalan sesuai dengan fungsi ciptaan-Nya.
E. Manfaat dan Tujuan Mempelajari Ilmu Akhlak.
Tujuan mempelajari ilmu akhlak adalah untuk mengetahui
hal dan perbuatan yang baik dan buruk, serta dapat mengamalkan perbuatan baik
tersebut dan membuang perbuatan yang buruk. Tujuan mempelajari ilmu akhlak
adalah untuk membersihkan kalbu dari berbagai macam kotoran kalbu seperti hawa
nafsu dan amarah sehingga kalbu menjadi bersih dan suci. Jika tujuan ilmu akhlak tersebut tercapai, maka manusia akan memiliki
kebersihan batin yang yang pada gilirannya melahirkan perbuatan terpuji. Dengan
perbuatan terpuji ini, akan lahirlah keadaan masyarakat yang damai, sejahtera,
harmoni lahir dan batin, yang memungkinkan ia dapat beraktifitas guna mencapai
kebahagiaan hidup didunia dan juga di akhirat
BAB. III
Penutup
A. Kesimpulan.
Akhlak adalah keadaan jiwa
yang mendorong melakukan suatu perbuatan secara spontan tanpa pertimbangan dan
proses berfikir terlebih dahulu dan tanpa ada unsur paksaan. ilmu akhlak adalah
suatu ilmu pengetahuan agama islam yang berguna untuk memberikan petunjuk-petunjuk
kepada manusia, bagaimana cara berbuat kebaikan dan menghindarkan keburukan
Akhlak pun memiliki kaitan erat dengan etika, moral, kesusilaan dan kesopanan.
Pembahasan mengenai ruang
lingkup ilmu akhlak adalah tentang perbuatan-perbuatan manusia yang mendorong
kepada baik atau buruknya. ilmu akhlak bukanlah tingkah laku manusia melainkan
perbuatan yang dilakukan atas kemauan manusia itu sendiri yang selalu
dilakukannya dan kemudian mendarah daging dalam diri manusia itu sendiri.
B. Saran.
Mempelajari ilmu akhlak merupakan sesuatu yang sangat
mudah. Dalam artian, kita dapat memahami ruang lingkup, definisi dan juga
sumber keilmuan tersebut. namun hal yang harus dilakukan bukan hanya saja
mempelajari ilmu akhlak tersebut, melainkan untuk mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Daftar Pustaka
http://iingwelano.blogspot.co.id/2014/09/makalah-pengertian-akhlak-ruang-lingkup.html diakses pada 1
november, 2016 pukul 21:00 – 23:00
http://jakhinjj.blogspot.co.id/2016/04/makalah-pengertian-ruang-lingkup-dan.html diakses pada 1 november, 2016
pukul 21:00 – 23:00
Dr. Marzuki, M.Ag_.
Buku PAI UNY - BAB 10. Konsep Akhlak Islam
Akhlak, Etika, Moral, Tasawuf dan Mahabbah
No comments:
Post a Comment