Kehujjahan Qiyas menurut pandangan beberapa ulama
Telah terjadi perbedaan pendapat dalam berhujjah
dengan qiyas, ada yang membolehkannya dan ada yang menolak / melarangnya.
Kelompok yang menolak qiyas sebagai dalil hukum yang terdiri dari ulama – ulama
syiah al – Nazam dan ulama Zahiriyah, mereka berargumentasi terhadap
penolakannya sebagai berikut :
a. Bahwa qiyas dibangun oleh dalil yang dzan yaitu kepada `illat hukum,
sedangkan Allah melarang kepada kita untuk mengikuti dalil yang masih dzan. Hal
itu didasarkan pada firman Allah dalam QS. Al – Isra ayat 36 berikut :
ولا تقف ما ليس لك به علم إنّ السّمع والبصر والفؤاد كلّ
اولئك كان عنه مسئول
Artinya : dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya. (QS. Al – Isra : 36)
Ayat di atas menurut mereka adalah larangan
bagi seseorang untuk beramal dengan sesuatu yang tidak diketahui secara pasti.
Oleh sebab itu, mengamalkan qiyas dilarang berdasarkan ayat tersebut.
b. Sebagian sahabat mencela sekali orang yang menetapkan pendapat semata –
mata berdasarkan akal pikiran. Menurut mereka, instrumen utama dalam
menggunakan qiyas adalah akal, dan dalam suatu atsar sahabat , para sahabat
mencela pengagum akal (ahlul ra`yi).
Namun, ada yang perlu dikritisi dari
argumentasi yang dikemukakan oleh golongan yang menolak kehujjahan qiyas di
atas :
a. Qiyas bukanlah upaya untuk mendahului Allah dan rasul, justru qiyas adalah
upaya untuk mengembalikan suatu perkara yang tidak terdapat hukumnya dalam nash
kepada Allah dan Rasul – Nya. Dengan demikian, segala persoalan yang muncul
dalam kehidupan sosial senantiasa terjawab dan didapatkan status hukumnya.
b. Yang dilarang dalam QS. Al – Isra ayat 36 adalah mengikuti dugaan dalam
soal aqidah bukan soal hukum amaliah.
c. Penegasan negatif salah satu sahabat (Umar bin Khattab) terhadap kaum
rasional adalah mereka yang memprioritaskan rasio yang terlepas dari bimbingan
al – Qur`an dan as – Sunnah. Adapun sahabat Umar Bin Khattab sendri adalah
termasuk orang yang mendukung qiyas.
[1]Rasulullah SAW pernah menggunakan qiyas ketika
menjawab pertanyaan yang dikemukakan oleh seorang sahabat kepada beliau, yaitu
dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibn Abbas r.a.,
yang artinya : “ seorang perempuan dari qabilah juhainah menghadap Rasulullah
SAW, seraya berkata “Ya Rasulallah, ibuku telah bernazar mengerjakan haji,
tetapi ia tidak sampai mengerjakannya sampai meninggal, apakah saya
berkewajiban mengerjakan haji untuknya ? jawab Rasul : “ kerjakanlah haji
untuknya. Tahukah kamu, andaikan ibumu mempunyai utang, apakah kamu akan
melunasinya ? ya, tegasnya. Tunaikanlah utang – utang kepada Allah sebab Allah
itu lebih berhak untuk dipenuhi”.
Kehujjahan ijma` menurut pandangan para ulama
Ada beberapa permasalahan yang berkaitan
dengan kehujjahan ijma`, misalnya apakah ijma` itu hujjah syar`i, apakah ijma`
itu merupakan landasan ushul fiqh atau bukan ? dan bolehkah kita menafikan atau
mengingkari ijma` ?
Para ulama berbeda pendapat dalam menjawab
pertanyaan – pertanyaan tersebut. Imam al Bardawi berpendapat bahwa tidak
menjadikan ijma` itu sebagai hujjah, bahkan dalam syarahnya dia mengatakan
bahwa ijma` itu bukan hujjah secara mutlak.
Menurut al – Ahmidi, para ulama telah sepakat
mengenai ijma` sebagai hujjah yang wajib diamalkan. Al – Hajib berkata bahwa
ijma` itu hujjah. Adapun ar – Rahawi juga berpendapat bahwa ijma` itu pada dasarnya
adalah hujjah.
a. Kehujjahan ijma` sharih
Jumhur telah sepakat bahwa ijma` sharih itu merupakan hujjah secara aqdi,
wajib mengamalkannya dan haram menentangnya.
·
Dalil – dalil yang dikeluarkan oleh jumhur
وَاعْتَصِمُوْا
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا
Artinya : “ dan berpegang teguhlah kalian
semua kepada tali ( agama ) Allah dan janganlah kamu bercerai berai” ( QS. Ali
`Imran : 103 )
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْآ أَطِيْعُوااللَّهَ
وَأَطِيْعُوْاالرَّسُوْلَ وَأُوْلِى الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Artinya : hai orang – orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul
(Nya) dan ulil amri diantara kamu.( QS. An – Nisa : 59 )
b. Kehujjahan ijma` sukuti
Imam al – Baidlowi berpendapat bahwa ijma` sukuti ini
tidak bisa disebut ijma` dan tidak bisa dibuat hujjah. Adapun diamnya para
ulama` hanya menjadi suatu qarinah.
Imam
an – Nawawi berkata di dalam Syarh al – Wasith bahwasanya ijma` sukuti termasuk
bagian dari ijma` dan boleh digunakan sebagai hujjah di dalam menetapkan hukum
syari`at. Adapun pendapat Imam asy – Syafi`i yang menafikannya dari bagian
ijma`, yang dimaksudkan adalah menafikannya dari bagian ijma` qath`iy.
Sedangkan ijma` sukuti ini adalah bagian dari ijma` dzanniy.
No comments:
Post a Comment