1. Definisi Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
- Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Pendidikan menurut Edward Sallis adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
- Manajemen Mutu Terpadu menurut Fandy Tjiptono & Anastasia Diana (1995) ialah suatu pendekatan dalam usaha memaksimalkan daya saing melalui perbaikan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan.
- Menurut West – Burnham (1997) Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan ialah semua fungsi dari organisasi sekolah kedalam falsafah holistis yang dibangun berdasarkan konsep mutu, kerja tim, produktivitas, dan prestasi serta kepuasan pelanggan.
2. Karakteristik Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
Goetsch dan Davis (1994) mengungkapkan
sepuluh unsur utama (karakteristik) total quality management, sebagai berikut:
- Fokus Pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
- Obsesi Terhadap Kualitas. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.
- Pendekatan Ilmiah. Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
- Komitmen jangka Panjang. TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
- Kerja sama Team (Teamwork). Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
- Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
- Setiap poduk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
- Pendidikan dan Pelatihan. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
- Kebebasan Yang Terkendali. Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.
- Kesatuan Tujuan. Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
- Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti
E. Kendala
dan Implementasi Mutu Dalam Dunia Pendidikan
Salah
satu masalah yang sangat dominan seperti yang telah diungkap dalam pendahuluan
adalah kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat erat
kaitannya dengan pendidikan. Untuk itu peningkatan kualitas pendidikan
merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Secara garis besar ada dua faktor utama yang menyebabkan
perbaikan mutu pendidikan di Indonesia masih belum atau kurang berhasil yaitu:
1. Strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat
input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa
bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku
(materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan
guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan (
sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana
yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori
education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya
di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi
ekonomi dan industri.
2. Pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat
macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya,
banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau
tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan
singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan,
seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Sebelum
membahas lebih jauh, ada beberapa masalah mutu pendidikan yang diutarakan oleh Deming
yang secara garis besar dikelompokkan menjadi dua hal yaitu:
1.
Kendala mutu pendidikan secara umum
a.
Desain kurikulum yang
lemah,
b.
Bangunan yang tidak
memenuhi syarat,
c.
Lingkungan kerja yang
buruk,
d.
Sistem dan prosedur
yang tidak sesuai,
e.
Jadwal kerja yang
serampangan,
f.
Sumber daya yang
kurang, dan
g.
Pengembangan staf
yang tidak memadai.
2.
Kendala mutu pendidikan secara khusus
a.
Prosedur dan aturan
yang tidak diikuti atau ditaati,
b.
Anggota individu staf
yang tidak memiliki skil, pengetahuan dan sifat yang dibutuhkan untuk menjadi
seorang guru atau manajer pendidikan.
c.
Kurangnya pengetahuan
dan keterampilan anggota,
d.
Kurangnya motivasi,
e.
Kegagalan komunikasi,
dan
f.
Kurangnya sarana dan
prasarana yang memenuhi.
Selain hal-hal di atas beberapa faktor
lain yang menyebabkan mutu pendidikan
tidak mengalami peningkatan secara merata.
- Pertama, kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berori- entasi pada keluaran atau hasil pendidikan terlalu memusatkan pada masukan dan kurang memperhatikan proses pendidikan.
- Kedua, penyelengaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi dan seringkali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau kurang sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah setempat. Di samping itu segala sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan penyelenggara sekolah kehilangan kemandirian, insiatif, dan kreativitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan dan keluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi.
- Ketiga, peran serta masyarakat terutama orangtua siswa dalam penyeleng- garaan pendidikan selama ini hanya terbatas pada dukungan dana. Padahal peranserta mereka sangat penting di dalam proses pendidikan antara lain pengambilan keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas.
Berdasarkan
hal-hal tersebut maka perlu adanya manajemen yang tepat untuk menangani hal-hal
tersebut. Berikut ini akan dibahas
beberapa alternatif penanganan masalah pendidikan seperti yang telah dibahas
diatas.
Deming (1986)
menyatakan bahwa implementasi konsep mutu dalam sebuah
organisasi memerlukan perubahan dalam filosofi yang
ada di
sekitar manajemen. Deming mengusulkan empat belas butir pemikiran yang dapat
dipergunakan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas suatu organisasi juga dalam bidang
pendidikan. Keempat belas butir pemikiran tersebut adalah:
- Ciptakan Tujuan yang Mantap Demi Perbaikan Produk dan Jasa. Sekolah memerlukan adanya tujuan akhir yang mampu mengarahkan siswa menghadapi masa depan secara mantap. Jangan membuat siswa sekedar memiliki nilai bagus tetapi juga harus mampu membuat siswa memiliki kemauan belajar seumur hidup.
- Adopsi Filosofi Baru. Siswa berhak mendapatkan pembelajaran yang berkualitas. Dengan kata lain, mereka tidak lagi sebagai siswa yang pasif dan rela diperlakukan seburuk apapun tanpa dapat berkomentar.
- Hentikan Ketergantungan pada Inspeksi Masal. Dalam bidang pendidikan, evaluasi yang dilakukan jangan hanya pada saat ulangan umum ataupun ujian akhir, tetapi dilakukan setiap saat selama proses belajar mengajar berlangsung.
Selain itu, dalam menetapkan standar uji, maka perlu diperhatikan teori- teori kepemimpinan yang berkembang dalam Total Quality Management dan lainnya, seperti
teori sifat, teori
lingkungan, teori perilaku, teori humanistik, dan teori kontigensi.
Sejalan dengan masalah
evaluasi, masalah rekrutmen dalam menentukan
pimpinan kependidikan, beberapa prosedur “Fit and proper test” bisa dilakukan dalam pengambilan keputusan :
- Melakukan “hearing” didepan tim, yaitu menyampaikan program, visi dan misi apabila terpilih menjadi pimpinan nantinya.
- Menjawab pertanyaan lisan dan tertulis yang telah didesain sedemikian rupa. Adapun pertanyaan yang diajukan dapat menyangkut integritas, moralitas, profesionalisme, intelektualitas, keahlian.
- Keharusan mengumumkan harta kekayaan dari para calon Kepala Sekolah sebelum yang bersangkutan menduduki jabatan yang dipercayakan kepadanya. Kebohongan atas kekayaan ini dapat mengakibatkan pemecatan (impeachmant).
- Harus memahami sistem manajemen yang efektif dan efisien terhadap lembaga yang akan dipimpinnya. Termasuk dalam rekruitment karyawan, kesejahteraan, peningkatan kualitas hasil dan kinerja.
- Mengemukakan masalah pribadi, seperti apakah calon itu pernah bercerai. Masalah anak bagaimana. Mengapa sampai terjadi perceraian. Kemudian menyangkut masalah kebebasan dari tekanan, intimidasi, teror atau ancaman.
- Tim seleksi melakukan investigasi dan melacak semua kebenaran informasi yang disampaikan lisan maupun tertulis. Apabila calon-calon tersebut tidak dapat memberikan jawaban secara memuaskan, atau setelah melakukan investigasi ternyata terdapat kebohongan-kebohongan, tentu saja yang bersangkutan tidak dapat terpilih sebagai pimpinan.
4.
Akhiri Kebiasaan Melakukan Hubungan Bisnis Hanya Berdasarkan Biaya
Dalam bidang pendidikan
pernyataan di atas terutama dikaitkan dengan biaya pendidikan yang ada hubungannya dengan perbandingan junlah guru dan murid
pada satu ruangan/kelas. Kelas besar memang akan membuat sekolah tersebut
melakukan penghematan biaya, tetapi mutu yang dihasilkan tidak terjamin dan bukan tidak mungkin
terjadi peningkatan biaya di bagian lain pada sistem
tersebut.
5.
Perbaiki Sistem Produksi dan Jasa Secara Konstan dan Terus Menerus
Dalam bidang pendidikan seorang guru harus berpikir secara strategik agar siswa dapat
menjalani proses belajar mengajar secara baik, sehingga memperoleh nilai
yang baik pula. Guru jangan hanya berpikir bagaimana siswa
mendapatkan nilai yang baik.
6. Lembagakan Metode Pelatihan yang Modern di Tempat Kerja
Hal ini perlu dilakukan
agar terdapat kesamaan dasar pengetahuan bagi semua
anggota staf dalam
suatu lembaga pendidikan. Setelah itu barulah
guru dan administrator mengembangkan keahlian sesuai yang
diperlukan bagi peningkatan profesionalitas.
7.
Lembagakan Kepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) berbeda dengan pemimpin (leader).
Kepemimpinan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok
dengan maksud mencapai
suatu tujuan yang dinginkan bersama. Sedangkan
pemimpin adalah seseorang atau sekelompok orang seperti kepala, komandan,
ketua dan sebagainya.
Secara umum, pada dasarnya
terdapat delapan kunci tugas pimpinan untuk
melaksanakan komitmen perbaikan kualitas terus menerus, yaitu:
- Menetapkan suatu dewan kualitas.
- Menetapkan kebijaksanaan kualitas.
- Menetapkan dan menyebarluaskan sasaran kualitas.
- Memberikan dan menyiapkan sumber-sumber daya.
- Memberikan dan menyiapkan pendidikan dan pelatihan yang berorientasi pada pemecahan masalah kualitas.
- Menetapkan tim perbaikan kualitas yang bertanggungjawab pada manajemen puncak untuk menyelesaikan masalah-masalah kualitas kronis.
- Merangsang perbaikan kualitas terus menerus.
- Memberikan pengakuan dan penghargaan atas prestasi dalam perbaikan kualitas terus-menerus (Vincent Gaspersz, 1997: 203-204).
Sementara itu, bagi kalangan
follower/pengikut/bawahan seperti guru, karyawan dan lain-lain, perlu memperhatikan ketentuan berikut : (1) Mendukung program-program
pimpinan yang baik dan benar. (2) Memiliki kebutuhan berprestasi. (3) Klarifikasi kemampuan, wewenang dan peran. (4) Memiliki organisasi kerja. (5) Kemampuan bekerja sama. (6) Kecukupan sumber daya
(kuantitas). (7) Memiliki
koordinasi eksternal.
Ditambahkan bahwa, untuk melaksanakan tugas dan fungsi kepemimpinan,
maka kepala sekolah perlu memperhatikan dan mengontrol Variabel situasi, yaitu
seperangkat keadaan atau kondisi yang harus dikelola
dan diciptakan secara kondusif. Situasi ini antara lain : (1) kekuatan
posisi, (2) keadaan
bawahan, (3) tugas dan kemampuan
menggunakan teknologi, (4) struktur
organisasi, (5) keadaan lingkungan lembaga (fisik dan non-fisik), (6) ketergantungan eksternal, (7) kekuatan sosial politik, (8) rasa
aman dan demokratis. Keseluruhan proses interaksi kepemimpinan antara pemimpin,
yang dipimpin dan situasi, ditujukan
untuk mencapai variabel hasil akhir yaitu:
(1) Kepuasan pelanggan. (2) Loyalitas pelanggan. (3) Profitabilitas. dan (4) kepuasan
seluruh personil lembaga dan stakeholders.
8. Hilangkan Rasa Takut.
Perlu disadari bahwa rasa
takut menghambat karyawan untuk mampu
mengajukan pertanyaan, melaporkan masalah, atau menyatakan ide padahal
itu semua perlu dilakukan untuk menghasilkan kinerja yang maksimum. Oleh karena
itu para pelaku pendidikan hendaknya jangan menerapkan sistem imbalan
dan hukuman kepada siswa karena akan menghambat berkembangnya
motivasi internal dari siswa masing-masing.
9.
Pecahkan Hambatan di antara Area Staf
Hambatan antardepartemen fungsional berakibat menurunkan produktivitas.
Hambatan ini dapat
diatasi dengan mengembangkan kerjasama kelompok.
Oleh karena itu para anggota
staf harus bekerjasama dan memprioritaskan diri pada peningkatan kualitas.
10.
Hilangkan Slogan, Nasihat, dan Target untuk Tenaga Kerja
Perbaikan secara berkesinambungan sebagai sasaran
umum
harus menggantikan simbol-simbol kerja.
11.
Hilangkan Kuota
Numerik
Kuota cenderung
mendorong orang untuk memfokuskan pada jumlah sering
kali dengan mengorbankan mutu. Terlalu banyak menggunakan slogan dan terlalu berpatokan
pada target
dapat menimbulkan salah arah
untuk pengembangan sistem
yang baik. Tidak jarang patokan terget akan lebih terfokus
pada guru dan siswa daripada
sistem secara keseluruhan.
12.
Hilangkan
Hambatan Terhadap Kebanggaan Diri atas Keberhasilan
Kerja
Kebanggaan diri atas hasil kerja yang dicapai perlu
dimiliki oleh guru dan siswa. Adanya kebanggaan dalam diri membuat guru dan siswa bertanggungjawab atas tugas dan kewajiban yang disandangnya sehingga mereka dapat menjaga mutu.
13.
Lembagakan
Program Pendidikan dan Pelatihan yang Kokoh.
Hal ini berlaku
bagi para pelaku pendidikan karena memiliki dampak langsung
terhadap kualitas belajar
siswa.
14. Lakukan Tindakan Nyata/Contoh Nyata
Manajer harus menjadi”lead manager” bukan “boss manager”. Seorang “lead manager” akan berusaha mengkomunikasikan pandangannya selalu berusaha
mengembangkan kerjasama, meluangkan waktu dan tenaga untuk sistem sehingga dengan
adanya contoh nyata, pekerja menyadari
cara untuk
melakukan pekerjaan yang berkualitas.
Proses
manajemen pendidikan akan tercermin dalam sebuah organisasi pendidikan. Upaya lain
dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya didalam lembaga pendidikan sesuai
dengan Pasal 51 UU Sistem Pendidikan
Nasional No. 20/2003 menyatakan bahwa “Pengelolaan satuan pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar,
dan pendidikan
menengah dilaksanakan berdasarkan
standar pelayanan minimal dengan prinsip
manajemen berbasis sekolah/madrasah”.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
No comments:
Post a Comment