Latar Belakang
Kerangka kegiatan muamalat secara garis besar dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yakni politik, sosial dan ekonomi. Dari sisi ekonomi, Al Qur’an telah memberikan rambu-rambu dan motivasi yang mendorong terpupuknya surplus konsumsi dalam bentuk simpanan yang dihimpun dan dipergunakan untuk membiayai investasi, baik perdagangan (trade), produk (manufacture) dan jasa (service).
Melihat konteks ini, kehadiran lembaga keuangan menjadi mutlak dibutuhkan sebagai lembaga intermediasi (perantara) antara unit supply dengan unit demand. Lembaga keuangan menurut UU no. 14 tahun 1967 (pasal 1 ayat b) adalah semua badan yang melalui kegiatan-kegiatannya di bidang keuangan menarik uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat.
Dahlan Siamat seperti dikutip Abdul Kadir Muhammad, Rilda Murniati mengemukakan 7 alasan meningkatnya peran dan kebutuhan terhadap lembaga keuangan; yaitu meningkatnya pendapatan masyarakat, perkembangan industri dan teknologi, satuan nilai instrumen keuangan, tingginya biaya produksi dan distribusi jasa keuangan, beban biaya likuiditas, keuntungan jangka panjang serta resiko lebih kecil.
Dalam sistem operasional lembaga keuangan syariah membicarakan permasalahan bagaimana kerja dan optimalisasi masing-masing bagian dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Oleh karena itu seperti halnya yg dijelaskan dibawah ini mendiskripsikan secara umum tugas dan fungsi serta operasional Lembaga Keuangan Syariah
Kerangka kegiatan muamalat secara garis besar dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yakni politik, sosial dan ekonomi. Dari sisi ekonomi, Al Qur’an telah memberikan rambu-rambu dan motivasi yang mendorong terpupuknya surplus konsumsi dalam bentuk simpanan yang dihimpun dan dipergunakan untuk membiayai investasi, baik perdagangan (trade), produk (manufacture) dan jasa (service).
Melihat konteks ini, kehadiran lembaga keuangan menjadi mutlak dibutuhkan sebagai lembaga intermediasi (perantara) antara unit supply dengan unit demand. Lembaga keuangan menurut UU no. 14 tahun 1967 (pasal 1 ayat b) adalah semua badan yang melalui kegiatan-kegiatannya di bidang keuangan menarik uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat.
Dahlan Siamat seperti dikutip Abdul Kadir Muhammad, Rilda Murniati mengemukakan 7 alasan meningkatnya peran dan kebutuhan terhadap lembaga keuangan; yaitu meningkatnya pendapatan masyarakat, perkembangan industri dan teknologi, satuan nilai instrumen keuangan, tingginya biaya produksi dan distribusi jasa keuangan, beban biaya likuiditas, keuntungan jangka panjang serta resiko lebih kecil.
Dalam sistem operasional lembaga keuangan syariah membicarakan permasalahan bagaimana kerja dan optimalisasi masing-masing bagian dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Oleh karena itu seperti halnya yg dijelaskan dibawah ini mendiskripsikan secara umum tugas dan fungsi serta operasional Lembaga Keuangan Syariah
A. Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga
Keuangan Syariah adalah lembaga keuangan yang menjalankan
aktifitas-aktifitasnya atau kegiatannya dengan berlandaskan prinsip
syariah.
Adanya
bank atau lembaga keuangan syariah merupakan bentuk perjuangan umat
Islam Indonesia dalam pemikiran ekonomi yang menginginkan adanya lembaga
keuangan yang beroperasi sesuai dengan syariah Islam. Lembaga
Keuangan Syariah sebagai bagian dari Sistem Ekonomi Syariah, dalam
menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari saringan
Syariah. Oleh karena itu, Lembaga Keuangan Syariah tidak akan mungkin
membiayai usaha-usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang
diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas,
berkaitan dengan perbuatan asusila, perjudian, peredaran narkoba,
senjata illegal, serta proyek-proyek yang dapat merugikan syiar Islam.
Untuk itu dalam struktur organisasi Lembaga Keuangan Syariah harus
terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi produk dan
operasional lembaga tersebut.
B. Prinsip Dasar Operasional Lembaga Keuangan Syariah
Islam
telah menjelaskan prinsip-prinsip dasar ekonominnya, bahkan banyak
sekali istilah-istilah bisnis yang dipakai dalam bahasa Qur’an dan
Hadits seperti kredit (alqard), jual beli (albae), gadai (arrahn) dan lainnya.
Adapun prinsip-prinsip dasar ekonomi syariah yang selama ini kita kenal melalui Bank atau lembaga keuangan Syariah adalah nilai-nilai etika dan norma ekonomi yang universal dan komprehensif. Keuniversalan itu sengaja diberikan pada umat untuk memberikan kesempatan padanya agar berinovasi (ijtihad) dan berkreasi (jihad)
dalam mengatur sistem ekonominya dengan syarat tidak keluar dari
kerangka umumnya. Dengan begitu sistem ekonomi Islam akan senantiasa
valid dan cocok untuk setiap perubahan waktu dan perbedaan tempat dan
mampu memerankan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi ini.
Norma-norma tadi adalah merupakan prinsip-prinsip dasar Bank atau Lembaga Keuangan Syariah, secara globalnya sebagai berikut:
1. Islam mengatur semua transaksi ekonomi melalui nilai-nilai universal (attandzim), mudah (alyusru) dan luas (assa’ah),
dengan mengamati aturan ekonomi yang ada dalam Qur’an dan Hadits,
jelaslah bahwa Islam benar-benar telah mengatur sistem ekonomi dengan
teliti dan jelas melalui nilai-nilainya yang universal, yaitu bahwa
setiap transaksi ekonomi (muamalat) harus didasarkan pada asas kejujuran, keadilan, toleransi dan suka sama suka, baik dalam perdagangan, kerjasama (sharing)
ataupun semua aspek ekonomi. Indikasinya bisa dilihat dari
dibolehkannya sistem barter (materi dan manfaat), baik melalui jual
beli, sewa menyewa, penggadaian, kerja sama dan lainnya. Islam juga
telah memberikan kebebasan yang seluas-luasnya dalam melakukan transaksi
ekonomi (selama tidak melanggar nilai-nilai universal Islam) bahkan
menyuruh umatnya untuk terus dinamis dalam menciptakan
kemudahan-kemudahan transaksi melalui instrumen-instrumennya agar selalu
update dan valid
dengan perubahan waktu dan perbedaan tempat. Indikasinya nampak pada
tidak ada pengkhususan instrumen tertentu atau pembatasan pada instrumen
tertentu. Apa yang telah diterapkan Rasulullah dan para sahabatnya pada
jaman itu adalah hanya kecocokan jaman dan pengenalan mereka pada
instrumen dan produk tersebut, dimana hanya instrumen/ produk itulah
yang dikenal mereka dan dipakai pada saat itu. Artinya tidak ada
keharusan bagi generasi-generasi berikutnya untuk melaksanakan instrumen
dan produk yang pernah dipakai mereka selama nilai-nilai universalnya
tetap dipertahankan. Nilai-nilai tersebut harus tetap dipertahankan
dalam setiap waktu dan tempat.
2. Islam
telah mengharamkan setiap transaksi perekonomian yang mengandung unsur
kedhaliman, curang dan penipuan. Apabila Islam telah membolehkan setiap
transaksi ekonomi yang benar, berdasarkan keadilan dan kejujuran serta
bertujuan mencapai kemaslahatan umat, maka di sisi lain, Islam juga
telah mengharamkan setiap transaksi yang mengandung unsur kedhaliman,
kecurangan dan penipuan seperti monopoli untuk menguasai pangsa pasar,
menentukan harga seenaknya, jual beli gharar (spekulasi), manipulasi
dalam jual beli, sumpah bohong, mengurangi timbangan, menjual belikan
barang-barang yang diharamkan Syariat dan lainnya.
Kemampuan
dan instrumen yang dibutuhkan Lembaga Keuangan Syariah unik dan khas,
disamping harus menguasai sistem operasional konvensional, ia juga harus
menguasai sistem syariahnya, begitu pula instrumen dan produk Lembaga
Keuangan Syariah harus sesuai dengan syariat, ekonomis dan strategis.
Untuk memperjelas hal tersebut, maka akan dibahas dua hal yang merupakan
kebutuhan utama dan keharusan suatu Lembaga Keuangan Syariah, yaitu:
1. Sumber Daya Manusia
Sehebat
apapun sebuah konsep (termasuk Bank atau lembaga keuangan Syariah)
apabila tidak didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, maka
konsep tersebut akan menjadi tidak berarti karena SDI yang tidak
qualified tidak akan mampu menerjemahkan visi dan misi yang terkandung
dalam konsep tadi secara benar, apalagi yang berhubungan dengan halal
dan haramnya suatu produk. Oleh karena itu perbankan Syariah dituntut
untuk meyiapkan SDI yang benar-benar qualified untuk menjalankan
operasional lembaga keuangan syariah.
Adapun hal-hal yang perlu dimiliki oleh para praktisi lembaga keuangan syariah adalah sebagai berikut:
a) Menguasai kemampuan double,
yaitu operasional bank konvesional dan operasional Bank atau lembaga
keuangan Syariah (terutama haram dan halalnya suatu produk). Yang dalam
istilah Qur’an disebut “al-qawy(mampu)”.
b) Mempunyai track record yang baik dan bersih (beriman dan bertakwa). Yang dalam istilah Qur’an dikenal dengan istilah ”al-amin (jujur)”.
c) Menempatkan SDI sesuai dengan job dan kapasitasnya. Yang dalam istilah Hadits dikenal dengan istilah: ”celakalah orang yang tidak tahu kadar kemampuannnya“.
2. Instrumen dan Produk Lembaga Keuangan Syariah
Instrumen
dan produk yang selama ini digunakan lembaga keuangan syariah masih
terbatas pada bentuk-bentuk klasik yang dimodifikasi atau menjiplak
instrumen dan produk konvensional padahal Islam tidak pernah membatasi
dan menentukan instrumen dan produk tertentu dalam menjalankan
ekonominya (Bank atau lembaga keuangan Syariah) bahkan menyuruh umatnya
untuk selalu berinovasi dan berkreasi. Dari point inilah sebenarnya
Bank-Bank atau lembaga keuangan Syariah bisa bergerak dan berkembang.
Adapun
instrumen dan produk ekonomi yang pernah dilaksanakan Rasulullah dan
sahabatnya adalah bentuk-bentuk instrumen yang cocok dan dikenal pada
saat itu saja dan bukan sebagai instrumen yang harus diimplementasikan
untuk setiap waktu dan tempat. Oleh karena itu, lembaga keuangan syariah
dituntut untuk melakukan inovasi dalam menciptakan instrumen dan produk
lembaga keuangan syariah yang mempunyai nilai strategis dan nilai
ekonomi yang tinggi dalam bentuk apapun selama tetap ada dalam kerangka
nilai-nilai universal ekonomi syariah.
Untuk menghadapi tuntutan tadi, lembaga keuangan syariah dituntut untuk berinovasi (ijtihad) dan berusaha (jihad) dalam mengembangkan ekonomi syariah melalui Bank atau lembaga keuangan Syariah.
Untuk
menciptakan instrumen dan produk baru Bank atau lembaga keuangan
syariah dan mengembangkannya diperlukan kiat-kiat tertentu, yaitu:
a) Meyakini bahwa investasi dan mencari keuntungan adalah kewajiban dan bagian dari ibadah sosial.
b) Melakukan
penelitian dan kajian tentang bentuk-bentuk investasi yang cocok,
unggul dan punya nilai strategis untuk bangsa Indonesia, karena hanya
dengan menunggu adanya usulan dan inisiatif dari masyarakat tidak akan
bisa memberi kontribusi yang maksimal.
c) Mengembangkan
dan menggunakan instrumen dan produk Bank atau lembaga keuangan syariah
yang ada secara serius dan komprehensif tanpa memfokuskan pada salah
satu instrumen tertentu dan meninggalkan yang lainnya. Hal itu akan
memberikan peluang yang lebih banyak bagi para nasabah Bank atau lembaga
keuangan syariah dan sebagai bukti kemapanan sebuah konsep.
d) Menciptakan
instrumen dan produk baru yang inovatif, punya nilai ekonomi yang
tinggi dan bersentuhan langsung dengan masyarakat, hal itu bisa
dilakukan dengan menggunakan strategi ”tak kenal maka tak sayang”
artinya Bank atau lembaga keuangan Syariah perlu menciptakan instrumen
dan produk yang dibutuhkan masyarakat.
e) Memodifikasi
dan memperbaharui instrumen dan produk bank yang lama dengan instrumen
dan produk yang sesuai dengan perkembangan waktu, kompetitif dan unggul
di pasar investasi global dan lokal.
Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor prinsip-prinsip:
1. Keadilan,
yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi
dan resiko yang harus ditanggung oleh masing-masing pihak yang terlibat.
2. Kemitraan,
yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna
dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha
yang saling bersinergi (dalam dana dan skill) untuk memperoleh
keuntungan bersama.
3. Transparansi,
lembaga keuangan syariah akan memberikan laporan keuangan secara
terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui
kondisi dananya.
4. Universal,
yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam
masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
C. Landasan Hukum Operasional Lembaga Keuangan Syariah
Yang menjadi landasan hukum bagi operasional Lembaga Keuangan Syariah, meliputi:
1. Q.S. Luqman (34):
Artinya:
“Sesungguhnya
Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan
Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim,
dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi
mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.”
Ayat ini memberikan tuntunan untuk menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka secara pasti keberhasilan suatu usaha.
2. Q.S. Ali ‘Imron (130):
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.”
Ayat
ini memberikan tuntunan untuk menghindari penggunaan sistem prosentase
untuk pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap
simpanan yang mengandung unsur riba (melipat gandakan secara otomatis
hutang atau simpanan karena berjalannya waktu).
3. Q.S. Al-Baqarah (275):
Artinya:
“orang-orang
yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat). Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti
(dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang
yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.”
4. Q.S. An-Nisa’ (29):
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Kedua
ayat diatas memberikan tuntunan tentang setiap transaksi kelembagaan
syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan
atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dan
barang.
5. Hadits Nabi SAW:
Artinya:
”Diriwayatkan
oleh Abu Said al-Khudri bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, emas hendaklah
dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung
dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, bayaran harus
dari tangan ke tangan (cash). Barangsiapa memberi tambahan atau meminta
tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan dengan riba. Penerima dan
pemberi sama-sama bersalah”. (HR. Muslim)
Hadits
di atas memberikan rambu-rambu untuk menghindari penggunaan sistem
perdagangan atau penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi
lain dengan memperoleh kelebihan baik kualitas ataupun kuantitas. Hadits
ini juga menganjurkan untuk menghindari penggunaan sistem yang
menetapkan di muka tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang
mempunyai hutang secara suka rela.
D. Fasilitas Pelayanan Lembaga Keuangan Syariah
Secara umum dalam menjalankan usahanya bank atau lembaga keuangan Syariah minimal menggunakan 5 prinsip operasional, yaitu:
1. Prinsip simpanan murni
Merupakan
fasilitas yang memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana
untuk menyimpan dananya dalam bentuk wadiah. Biasanya berbentuk tabungan
atau deposito wadiah. Di samping prinsip simpanan murni ada juga
prinsip tabungan dan deposito investasi mudharabah. Kedua prinsip ini
adalah prinsip yang umum digunakan dalam produk funding.
2. Prinsip bagi hasil usaha
Merupakan
sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia
dana dengan pengelola dana. Biasanya berbentuk kerjasama mudharabah dan
musyarakah.
3. Prinsip jual beli dengan keuntungan margin
Merupakan
sistem yang menerapkan tata cara sistem jual beli, di mana bank atau
lembaga keuangan membeli lebih dahulu barang yang dibutuhkan nasabah
kemudian dijual kepada nasabah seharga harga beli ditambah keuntungan
(margin/mark-up). Biasanya berbentuk murabahah, bai’ bitsaman ajil,
istishna’, dan salam.
4. Prinsip jasa (fee)
Merupakan
seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan bank atau lembaga
keuangan syariah. Biasanya berbentuk garansi, L/C, inkaso, transaksi
valas, dan jasa transfer.
5. Prinsip sewa
Berupa
sewa murni dan sewa beli. Biasanya berbentuk ijarah (operating lease)
untuk sewa murni dan ijarah muntahiya bit tamlik (finansial lease) untuk
sewa beli.
Selain
kelima prinsip dasar tersebut terdapat sebuah produk yang menggunakan
prinsip pinjaman, yakni Qardhul hasan yang merupakan sistem pinjaman
lunak tanpa kelebihan apapun (pulang pokok). Untuk lembaga keuangan
lain, terdapat produk asuransi takaful keluarga dan asuransi takaful
umum untuk asuransi syariah, gadai emas syariah dan ar-Rum untuk produk
pegadaian syariah.
Untuk
mendukung seluruh kinerja dan layanan ini, setiap bank atau lembaga
keuangan syariah memiliki kebijakan masing-masing tentang beban biaya
yang diberikan kepada nasabah. Biaya yang umum dibebankan kepada nasabah
hampir sama dengan lembaga keuangan konvensional di antaranya biaya
administrasi akad, asuransi, dan sebagainya.
Selain
itu, berdasarkan prinsip operasional di atas, pendapatan yang diterima
bank atau lembaga keuangan syariah pun berbeda dengan bunga pada
konvensional. Jika yang digunakan prinsip wadiah, maka yang didapatkan
adalah bonus. Jika yang digunakan prinsip bagi hasil, maka yang
didapatkan adalah bagi hasil. Jika yang digunakan prinsip jual beli,
maka yang didapatkan adalah margin/mark-up. Jika yang digunakan prinsip
jasa atau sewa, maka yang didapatkan adalah fee atas jasa atau sewa.
Disamping
produk layanan yang bervariasi, bank atau lembaga keuangan syariah
dalam kiprahnya dewasa ini telah melakukan berbagai usaha untuk
mendekatkan diri dengan masyarakat. Kantor-kantor layanan yang dapat
dijumpai sampai di tingkat kabupaten, bahkan kecamatan dan pelosok desa
untuk BMT memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses layanan
lembaga ini sesuai dengan keinginan mereka. Meskipun tidak dapat
dipungkiri jumlahnya tidak sebanding dengan lembaga konvensional yang
sudah ada. Termasuk untuk layanan simpanan dewasa ini telah tersedia
fasilitas ATM dan kredit card Syariah sebagaimana dilakukan oleh lembaga
konvensional.
Kecepatan
dan ketepatan layanan bank atau lembaga keuangan syariah saat ini
memang masih sedikit tertinggal dibandingkan dengan lembaga
konvensional. Namun hal tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor
kehati-hatian dan analisis Syar’i yang menjadi tuntutan bagi lembaga
keuangan syariah agar tetap berjalan pada realnya dan meminimalkan
penyelewengan.
E. Analisis SWOT Terhadap Sistem Operasional Lembaga Keuangan Syariah
Dalam
pelaksanaan (pencapaian kinerja) operasionalnya, bila dianalisis
berdasarkan SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan) Bank atau
Lembaga Keuangan Syariah adalah sebagai berikut:
1. Keunggulan
konsep ekonomi Islam secara keseluruhan ataupun lembaga keuangan
syariah khususnya yang belum terbantahkan secara signifikan baik dari
kalangan muslim maupun non muslim. Ini merupakan kekuatan yang paling
besar bagi perkembangan bank atau lembaga keuangan syariah.
2. Jumlah
penduduk muslim Indonesia yang sangat banyak (terbesar di dunia)
merupakan sebuah kekuatan sekaligus peluang yang semestinya dapat
dimanfaatkan dengan baik karena mereka adalah pilar utama sekaligus
benteng terakhir penegakan ekonomi syariah di manapun juga.
3. Dukungan
pemerintah dan ketentuan hukum melalui UU No. 10 tahun 1998 yang
mengakomodir secara luas keberadaan bank atau lembaga keuangan syariah
merupakan peluang yang sangat baik untuk memajukan bank atau lembaga
keuangan syariah di Indonesia.
4. Pengaruh
gerakan global ekonomi syariah yang dapat dilihat sudah semakin
menyebar pada lokasi bank atau lembaga keuangan syariah. Ini merupakan
kekuatan sekaligus peluang untuk memajukan bank atau lembaga keuangan
syariah di tanah air. Kemampuan mengembangkan jaringan kerja (network)
dengan lembaga keuangan syariah di manca negara akan sangat berarti bagi
pengembangan di dalam negeri. Semestinya peluang ini tidak dilewatkan
begitu saja.
5. Tantangan
utama yang dihadapi bank atau lembaga keuangan syariah adalah bagaimana
mencari investor yang bersedia mendanai usahanya. Langkah untuk menarik
minat para investor dan meyakinkan mereka bahwa penanaman modal di
sektor syariah ini merupakan investasi yang cukup prospektif dan
menjanjikan (promising) merupakan tugas yang sangat berat untuk
diwujudkan.
6. Perkembangan
lembaga keuangan syariah di Indonesia masih sangat bergantung pada
tokoh dan organisasi kemasyarakatan, maka peluang yang terbuka adalah
melakukan kerja sama dengan gerakan masyarakat. Mirisnya, tokoh dan
organisasi masyarakat sendiri belum memahami arti keberadaan lembaga
keuangan syariah bagi masyarakat luas.
7. Kunci
perkembangan lembaga keuangan syariah terletak pada kemampuannya
membentuk modal yang semakin besar. Sayangnya, lembaga keuangan syariah
yang ada masih terbatas perkembangan kinerjanya sehingga investor
berpikir ulang untuk menginvestasikan dana di sektor bisnis syariah ini.
Di tambah lagi dengan belum memadainya sumber daya insani yang dimiliki
lembaga keuangan syariah baik dari segi kaulitas maupun kuantitas. Ini
merupakan kelemahan terbesar sekaligus tantangan yang harus segera
dijawab dengan memperlihatkan kinerja optimal untuk menarik minat
investor.
8. Kesiapan
elemen-elemen penunjang bagi terwujudnya kinerja operasional bank atau
lembaga keuangan syariah yang masih minim juga merupakan tantangan
tersendiri yang harus segera diselesaikan agar tidak menjadi faktor
penghambat kinerja.
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
Prinsip-prinsip dasar ekonomi syariah yang selama ini kita kenal melalui lembaga keuangan syariah adalah nilai-nilai etika dan norma ekonomi yang universal dan komprehensif.
Hal ini harus didukung dengan kemampuan manajerial dan instrumen (baik
ilmu pengetahuan, sumber daya insani, permodalan, IT maupun sarana dan
prasarana) yang dibutuhkan lembaga keuangan syariah. Perangkat ketentuan
hukum sudah cukup mendukung bagi berkembangnya lembaga keuangan
syariah, AlQur’an dan hadits menjadi rujukan utama ditambah dengan
Undang-Undang yang memang telah dipersiapkan untuk mendukung
beroperasinya lembaga keuangan syariah tesebut.
Kinerja
lembaga keuangan syariah cukup baik, meski masih tertinggal dari
lembaga konvensional karena keterbatasan permodalan. Di samping itu juga
karena keberpihakan pemerintah dalam kebijakannya yang masih setengah
hati. Hal ini merupakan motivator untuk percepatan upaya mengukuhkan
aspek legitimasi dan sosialisasi dalam rangka meningkatkan eksistensi
bank dan lembaga keuangan syariah di masyarakat. Berbagai problem
(kelemahan) yang masih dihadapi lembaga keuangan syariah saat ini
seharusnya tidak menjadi batu sandungan melainkan menjadi tantangan
untuk dapat maju dengan pesat di dalam peluang yang tersedia sehingga
mewujudkan suatu kekuatan yang besar untuk semakin berkembang. Karena
berdasarkan analisis SWOT operasional bank atau lembaga keuangan
syariah, sebenarnya dapat dilihat bahwa peluang dan kekuatan yang
dimiliki jauh lebih besar potensinya untuk dapat berkembang dan maju
dibandingkan dengan kelemahan dan tantangan yang dihadapi karena hal
tersebut lebih bersifat teknis dan kesiapan elemen penunjang operasional
bank atau lembaga keuangan yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Bank Syari’ah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman, Ekonisia: Yogyakarta, 2006.
Iswardono, Uang Dan Bank, BPFE: Yogyakarta, 1999.
Muhammad, Abdul Kadir dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya Bakti: Bandung, 2004.
http://mylittlefairy.blogspot.com/2011/11/sistem-operasional-bank-syariah.htmldi unduh pada tanggal 15 Sep 2014
No comments:
Post a Comment