A.
Hubungan
ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf
Pada ahli ilmu tasawuf pada umumnya
membagi tasawuf menjadi tiga bagian. Pertama, tasawuf falsafi, kedua tasawuf
akhlaki dan ketiga tasawuf amali. Ketiga tasawuf ini tujuannya sama yaitu
mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan
tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Ketiga macam tasawuf
ini memiliki perbedaan dalam hal pendekatan yang digunakan.[1]
Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf yaitu ketika mempelajari Tasawuf
ternyata pula bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadits mementingkan akhlak. Al-Qur’an dan
Hadits menekankan kejujuran, persaudaraan, keadilan, tolong menolong, murah
hati, pemaaaf, sabar, berbaik sangka, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu,
dan berfikiran lurus, nila-nilai ini yang harus dimiliki oleh seorang muslim
dan dimasukkan kedalam dirinya sejak
kecil. Sebagaimana diketahui bahwa dalam
tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena tasawuf itu pada hakikatnya
melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, haji, dzikir, dan lain
sebagainya. Yang semuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada
Allah. Ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata erat
hubungannya dengan Akhlak.
B.
Hubungan
ilmu akhlak dengan ilmu tauhid
Ilmu tauhid adalah ilmu ushuluddin,
ilmu pokok-pokok agama, yakni menyangkut aqidah dan keimanan, ilmu tauhid dapat
disebut juga dengan Ilmu kalam, yang merupakan disiplin ilmu ke Islaman yang
banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Pada
ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan
manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya.[2]
sedangkan ahklak yang baik menurut pandangan Islam haruslah berpijak pada
keimanan. Iman tidak sekedar cukup disimpan dalam hati. Melainkan harus
dilahirkan dalam perbuatan yang nyata dan dalam bentuk amal shaleh, barulah
dikatakan iman itu sempurna, karena telah dapat direalisir.[3]
Jelaslah bahwa akhlaqul karimah adalah mata rantai iman. Sebagai contoh, malu
(berbuat kejahatan) adalah salah satu dari akhlakul mahmudah. Nabi dalam salah
satu hadits menegaskan bahwa “malu adalah salah satu cabang dari keimanan”. Sebaliknya
akhlak yang dipandang buruk adalah akhlak yang menyalahi prinsip-prinsip iman.
Seterusnya sekalipun manusia perbuatan pada lahirnya baik, tetapi titik
tolaknya bukan karena iman maka hal itu tidak mendapatkan penilaian disisi
Allah. Demikianlah adanya perbedaan nilai amal-amal baiknya orang beriman
dengan amal baiknya orang yang tidak beriman. Hubungan antara Aqidah dan Akhlak
tercermin dalam pernyataan Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah
r.a :
“orang mu’min yang sempurna imannya adalah yang
terbaik budi pekertinya”
C.
Hubungan
ilmu akhlak dengan ilmu jiwa (psikologi)
Berbicara dalam hal relevansi dan
hubungan ilmu akhlak dengan ilmu psikologi sebenarnya merupakan bahasan yang
sangat strategis. Karena antara akhlak dengan ilmu psikologi memiliki hubungan
yang sangat kuat dimana, objek sasaran penyelidikan psikologi adalah terletak
pada domain perasaan, khayal, paham, kemauan, ingatan, cinta dan kenikmatan. Sedangkan
akhlak sangat menghajatkan apa yang dibicarakan oleh ilmu jiwa, bahkan ilmu
jiwa adalah pendahuluan tertentu bagi akhlak. Dengan lain perkataan, ilmu jiwa
sasarannya meneliti peranan yang dimainkan dalam perilaku manusia, karenanya
dia meneliti suara hati (dhamir), kemauan (iradah), daya ingatan, hafalan dan
pengertian, sangkaan yang ringan (waham) dan kecenderungan-kecenderungan
(wathif) manusia. Itu semua menjadi lapangan kerja jiwa, yang menggerakan
manusia untuk berbuat dan berkata. Oleh karena itu ilmu jiwa merupakan
muqaddimah yang pokok sebelum mengadakan kajian ilmu ahlak. Akhlak akan
mempersoalkan apakah jiwa mereka tersebut termasuk jiwa yang baik atau buruk.
Dengan demikian, menjadi jelas bahwa ahklak mempunyai hubungan dengan ilmu
jiwa. Dimana ilmu ahklak melihat dari segi apa yang sepatutnya dikerjakan
manusia, sedangkan ilmu jiwa meneropong dari segi apakah yang menyebabkan
terjadi perbuatan itu. Pada masa akhir-akhir ini, dalam ilmu jiwa terdapat
suatu cabang yang disebut “ilmu jiwa masyarakat” (social psychology). Ilmu ini
menyelidiki akal manusia dari jurusan masyarakat. Yakni menyelidiki soal bahasa
dan bagaimana bekasnya terhadap akal, adat kebiasaan suatu bangsa yang mundur
dan bagaimana susunan masyarakat. Dan
bagi cabang ini memberi bekas yang langsung pada akhlak, melebihi dari ilmu
jiwa perorangan.
D.
Hubungan
ilmu ahlak dengan ilmu sosiologi (kemasyarakatan)
Secara etimologis sosiologi berasal
dari kata socius yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu
pengetahuan tentang bersosial atau di dalam arti luas adalah “ilmu pengetahuan
yang berobjek pada masalah hidup bermasyarakat”.[4]
Mempelajari masyarakat manusia yang pertama, dan bagaimana meningkat keatas,
juga menyelidiki tentang bahasa, agama, dan keluarga, dan bagaimana membentuk
undang-undang dan pemerintahan dan sebagainya. Mempelajari semua ini menolong
untuk memberi pengertian akan perbuatan manusia dan cara menentukan hukum baik
dan buruk. Hidup bermasyarakat dapat dipahami dalam pengertian yang luas, bisa
dipahami dalam dimensi sempit. Masyarakat dalam arti luas ialah kebulatan dari
semua perhubungan didalam hidup masyarakat. Sedangkan dalam arti sempit ialah
suatu kelompok manusia yang menjadi tempat hidup bermasyarakat, tidak semua aspeknya
tetapi dalam berbagai aspek yang bentuknya tidak tertentu. Masyarakat dalam
arti sempit ini tidak mempunyai arti tertentu, misalnya masyarakat mahasiswa,
masyarakat pedagang, masyarakat tani, dan lain-lain.[5]
Mempersoalkan hubungan antara ahklak dengan ilmu sosiologi agaknya sangat
signifikan karena ilmu ahklak membahas tentang berbagai perilaku manusia yang
ditimbulkan oleh kehendak, yang tidak dapat terlepas dari kajian kehidupan
kemasyarakatan yang menjadi kajian ilmu sosiologi. Demikianlah karena manusia
tidak dapat hidup kecuali bermasyarakat dan ia tetap menjadi anggota
masyarakat. Bukan menjadi kekuasaan kita untuk mengetahui keutamaan seseorang
dengan tidak mengetahui masyarakatnya, masyarakat mana yang dapat membantu
keutamaan atau merintanginya.
E.
Hubungan
ilmu ahklak dengan ilmu pendidikan
Antara ahklak dengan ilmu
pendidikan mempunyai hubungan yang sangat mendasar dalam hal teoritik dan pada
tatanan praktisnya. Sebab, dunia pendidikan sangat besar sekali pengaruhnya
terhadap perubahan perilaku, ahklak seseorang. Berbagai ilmu diperkenalkan,
agar siswa memahaminya dan dapat melakukan suatu perubahan pada dirinya. Apabila siswa diberi pelajaran “Ahklak”,
pendidikan mengajarkan bagaimana seharusnya manusia itu bertingkah laku,
bersikap terhadap sesamanya dan penciptanya (Tuhan). Dengan demikian, posisi
ilmu pendidikan strategis sekali jika dijadikan pusat perubahan perilaku yang
kurang baik untuk diarahkan menuju perilaku yang baik. oleh karena itu,
dibutuhkan beberapa unsur dalam pendidikan untuk bisa dijadikan agen perubahan
sikap dan perilaku manusia. Dari tenaga pendidik (pengajar) misalnya, perlu
memiliki kemampuan profesionalitas dalam bidangnya. Unsur lain yang perlu
diperhatikan adalah materi pengajaran. Apabila materi pengajaran yang disampaikan
oleh pendidik menyimpang dan mengarah keperubahan perilaku yang menyimpang,
inilah suatu keburukan dalam pendidikan dan begitu pula sebaliknya.[6]
Lingkungan sekolah dalam dunia pendidikan merupakan tempat bertemunya semua
watak. Perilaku dari masing-masing anak yang berlainan. Kondisi anak yang
sedemikian rupa dalam interaksi antara anak satu dengan yang lainnya akan
saling mempengaruhi juga pada kepribadian anak. Dengan demikian lingkungan
pendidikan mempengaruhi jiwa anak didik. Dan akan diarahkan kemana anak didik dan
perkembangan kepribadian.
F.
Hubungan
ilmu ahlak dengan ilmu filsafat
Filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang berusaha menyelidiki segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dengan
menggunakan pikiran. Filsafat memiliki bidang-bidng kajiannya mencakup berbagai
disiplin ilmu antara lain :
1. Metafisika : penyelidikan dibalik alam yang nyata.
2. Kosmologi : penyelidikan tentang alam (filsafat
alam)
3. Logika : pembahasan tentang cara berfikir
cepat dan tepat.
4. Etika : pembahsan tentang tingah laku
manusia.
5. Theodica : pembahasan tentang ke-Tuhanan.
6. Antropologi : pembahasan tentang manusia
Dengan demikian jelaslah bahwa
etika termasuk salah satu komponen dalam filsafat. Banyak ilmu-ilmu yang pada
mulanya merupakan bagian filsafat karena ilmu tersebut kian meluas dan
berkembang dan akhirnya membentuk disiplin ilmu itu sendiri dan terlepas dari
filsafat. Demikian juga etika,dalam proses perkembangannya sekalipun masih
diakui sebagai bagian dalam pembahasan filsafat, kini telah merupakan ilmu yang
mempunyai identitas sendiri.
G.
Hubungan
ilmu ahlak dengan ilmu hukum
Pokok pembicaraan mengenai hubungan
akhlak dengan ilmu hukum adalah perbuatan manusia. Tujuannya mengatur perbuatan
manusia untuk kebahagiaanya. Akhlak memerintahkan untuk berbuat apa yang berguna
dan melarang berbuat segala apa yang mudharat, sedang ilmu hukum tidak, karena
banyak perbuatan yang baik dan berguna tidak diperintahkan oleh hukum, seperti
berbuat baik kepada fakir miskin dan perlakuan baik antara suami istri.
Demikian juga beberapa perbuatan yang mendatangkan kemudharatan tidak dicegah
oleh hukum, umpamanya dusta dan dengki. Ilmu hukum tidak mencampuri urusan ini
karena ilmu hukum tidak memerintahkan dan tidak melarang kecuali dalam hal
menjatuhkan hukuman kepada orang yang menyalahi perintah dan larangannya. [7]Terkadang
untuk melaksanakan undang-undang itu hajat mempergunakan cara-cara yang lebih
membahayakan kepada ummat, dari apa yang diperintahkan atau dicegah oleh
undang-undang. Demikian pula ada keburukan-keburukan yang samar-samar, seperti
mengingkari nikmat dan berkhianat, dan ini undang-undang tidak sampai untuk
menjatuhkan siksaan kepada pelakunya. Maka itu tidak dapat jatuh dibawah
kekerasan undang-undang, dan keadaanya dalam hal itu bukan seperti pencurian
dan pembunuhan. Perbedaan lainnya adalah bahwa ilmu hukum melihat segala
perbuatan dari jurusan buah dan akibatnya yang lahir, sedang akhlak menyelami
gerak jiwa manusia yang batin (walaupun tidak menimbulkan perbuatan yang lahir)
dan juga menyelidiki perbuatan yang lahir. Ilmu hukum dapat berkata : “jangan
mencuri, membunuh”, tetapi tidak dapat berkata sesuatu tentang kelanjutannya.
Sedangkan ahklak, bersamaan dengan hukum mencegah pencurian dan pembunuhan.
Akhlak dapat mendorong manusia untuk “jangan berfikir dalam keburukan”, “jangan mengkhayalkan yang tidak
berguna”. Ilmu hukum dapat menjaga hak milik manusia dan mencegah orang untuk
melanggarnya, tetapi tidak dapat memerintahkan kepada si pemilik agar
mempergunakan miliknya untuk kebaikan. Adapun yang memerintahkan untuk berbuat
kebaikan adalah akhlak.
No comments:
Post a Comment