Tuesday 13 December 2016

Pengertian Qiyas, Rukun Qiyas, Macam-macam Qiyas.



1.      Pengertian Qiyas
Qiyas menurut bahasa dapat diartikan mengukur atau mengira – ngirakan. Selain itu qiyas juga bisa diartikan menyerupakan. Ulama ushul fiqh memberikan definisi yang berbeda – beda bergantung pada pandangan mereka terhadap kedudukan qiyas dalam istinbath hukum. Dalam hal ini,  mereka terbagi dalam dua golongan berikut :
·         Golongan pertama menyatakan bahwa qiyas merupakan ciptaan manusia yakni pandangan mujtahid.
·         Golongan kedua menyatakan qiyas merupakan ciptaan syar`i yakni merupakan dalil hukum yang berdiri sendiri atau merupakan hujjah illahiyah yang dibuat syar`i sebagai alat untuk mengetahui suatu hukum.
 Sedangkan menurut istilah, qiyas berarti mempersamakan antara al – far`u (masalah cabangan) dengan al – ashlu ( masalah asal ) dalam suatu hukum, karena ada titik temu antara keduanya.[1]
2.      Rukun Qiyas
Dari pengertian qiyas yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa unsur pokok ( rukun ) qiyas terdiri atas 4 unsur, yaitu :
1.      Al - Ashlu ( masalah pokok ), yaitu suatu perkara yang dijadikan bahan persamaan dalam hal penetapan hukum. Al –Ashlu juga disebut dengan istilah al – Maqis `alaih (yang dijadikan ukuran) atau mahmul `alaih (yang dijadikan tanggungan) atau musyabbah bih (yang dibuat keserupaan)
2.      Al – Far`u ( masalah cabangan ), suatu perkara yang dicarikan ketetapan hukum, dengan cara mempersamakannya dengan al – ashlu. Al – far`u juga disebut dengan istilah al – maqis (yang diukur) atau al – mahmul (yang dibawa) atau al – musyabbah (yang diserupakan)
3.      Hukum ashl, yaitu hukum syara` yang ditetapkan oleh suatu nash. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam menetapkan hukum ashal : [2]
·         Hukum ashal itu adalah hukum syara` dan hukum yang akan ditetapkan kepada cabang itu juga harus berupa hukum syara` yang berhubungan dengan perbuatan, karena yang menjadi objek kajian ushul fiqh adalah amal perbuatan. Maka jika terjadi perbedaan seperti hukum yang akan ditetapkan kepada cabang itu bukan hukum syara` maka qiyas seperti ini tidak sah.
·         Hukum ashal itu dapat ditelusuri `illat hukumnya.
·         Hukum ashal itu bukan merupakan kekhususan bagi nabi Muhammad SAW.
4.      `Illat, yaitu suatu sifat yang sama – sama dipunyai oleh dua perkara, yang menetapkan kesamaan hukum antara keduanya. Ada lima syarat yang harus dipenuhi oleh `illat, antara lain yaitu :[3]
·         `illat itu harus berupa sifat yang nyata dan bersifat material yang dapat dijangkau oleh panca indra.
·         `illat harus mengandung hikmah yang mendorong pelaksanaan suatu hukum dan dapat dijadikan sebagai kaitan hukum.
·         `illat itu harus merupakan bentuk sifat yang terukur, keadaannya jelas dan terbatas sehingga tidak bercampur dengan yang lainnya.
·         Harus ada hubungan kesesuaian antara hukum dan sifat yang akan menjadi `illat.
·         `illat harus memiliki daya rentang, artinya `illat itu bisa diterapkan pada wadah lain (cabang). `illat bukan hanya pada ashal saja.
Penetepan suatu hukum yang tidak berdasarkan `illat, tidak bisa disebut dengan qiyas. Seperti penetapan hukum yang berdasarkan pada nash atau ijma`, karena hukum yang ditetapkan berdasarkan nash atau ijma` ini wajib diikuti secara mutlak, meskipun tidak diketahui sama sekali `illatnya.[4]
3.      Macam – Macam Qiyas
Ulama ushul diantaranya al – Amidi dan asy – Syaukani, mengemukakan bahwa qiyas terbagi kepada beberapa segi, antara lain :[5]
a.       Dilihat dari segi kekuatan `illat yang terdapat pada furu` :
·         Qiyas aulawi, yaitu qiyas yang `illatnya mewajibkan adanya hukum. Dan hukum yang disamakan ( cabang ) mempunyai kekuatan hukum yang lebih utama dari tempat menyamakannya (ashal). Misalnya, berkata kepada kedua orang tua dengan mengatakan “uh”, “eh”, “buset”, atau kata – kata lain yang menyakitkan ini hukumnya haram.

Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Isra ayat 23 berikut :
.... فلا تقل لهما أفّ......
Artinya : .... maka sekali – kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”.....(QS. Al – Isra :23)

Maka mengqiyaskan berkata “uh”, “buset”, dan sebagainya bahkan dengan memukul itu hukumnya lebih utama. Dengan demikian, berkata “uh” saja tidak boleh apalagi memukulnya, karena memukul tentu lebih menyakitkan.
·         Qiyas musawi, yaitu qiyas yang `illat nya mewajibkan adanya hukum yang sama antara hukum yang ada pada ashal dan hukum yang ada pada furu` (cabang). Contohnya keharaman memakan harta anak yatim sesuai dengan firman Allah dalam QS. An – Nisa ayat 10 berikut :
إنّ الّذين يأكلون أموال اليتمى ظلما إنّما يأكلون فى بطونهم نارا وسيصلون سعيرا
Artinya : Sesungguhnya orang – orang yang memakan harta anak yatim secara aniaya, maka sesungguhnya mereka itu menelan api neraka ke dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api neraka yang menyala – nyala. (QS. An – Nisa : 10)
·         Qiyas adna, yaitu `illat yang ada pada far`u (cabang) lebih rendah bobotnya dibandingkan dengan `illat yang ada pada ashal. Misalnya sifat memabukkan yang terdapat dalam minuman keras seperti bir itu lebih rendah dari sifat memabukkan yang terdapat pada minuman keras khamr yang diharamkan dalam al – Qur`an.
b.      Dilihat dari segi kejelasan `illat hukum.
·         Qiyas jaly, yaitu qiyas yang `illat nya ditegaskan oleh nash bersamaan dengan penetapan hukum ashal, atau `illat nya itu tidak ditegaskan oleh nash, tetapi dapat dipastikan bahwa tidak ada pengaruh dari perbedaan antara ashal dan furu`. Contohnya, dalam kasus dibolehkannya bagi musafir  laki – laki dan perempuan untuk mengqashar shalat ketika perjalanan, sekalipun diantara keduanya terdapat perbedaan (kelamin). Tetapi perbedaan ini tidak mempengaruhi terhadap kebolehan wanita mengqashar sholat. `illat nya adalah sama – sama dalam perjalanan. Dan mengqiyaskan memukul orang tua kepada larangan berkata “ah” seperti pada contoh qiyas aulawi sebelumnya.
·         Qiyas khafy, yaitu qiyas yang `illat nya tidak disebutkan dalam nash. Contohnya mengqiyaskan pembunuhan dengan menggunakan benda berat kepada pembunuhan dengan menggunakan benda tajam dalam pemberlakuan hukum qiyas, karena `illat nya sama – sama yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja.


[1] M. Ridlwan Qoyyum Sa`id, Terjemah & Komentar Al – Waroqot Usul Fiqh, Kediri : Mitra-Gayatri, hlm.155
[2] Drs. Sapiudin Shidiq,M.A., Ushul Fiqih, Jakarta : Kencana, 2011, hlm. 72
[3] Drs. Sapiudin Shidiq,M.A., Ushul Fiqih, Jakarta : Kencana, 2011,hlm. 73
[4] M. Ridlwan Qoyyum Sa`id, Terjemah & Komentar Al – Waroqot Usul Fiqh, Kediri : Mitra-Gayatri, hlm. 156
[5] Ushul Fiqih, hlm. 77 - 78

No comments:

Post a Comment

RANGKUMAN MATERI TEKNIK PENULISAN KARYA ILMIAH LENGKAP

A.    Konsep Karya Ilmiah Karya ilmiah terbentuk dari kata “karya” dan “ilmiah”. Karya berarti kerja dan hasil kerja dan ilmiah berari ...