BAB 1
PEMBAHASAN
1. Dasar Dasar Aqidah
Ahlussunnah Wal Jamaah
Prinsip keyakinan yang berhubungan
dengan tauhid, syari’at dan lain-lain menurut Ahlussunnah wal Jamaah harus
dilandasi dengan dalil dan argumentasi yang bersumber dari al-Qur’an,
al-Hadits, Ijma’ ulama, dan Qiyas. Sebagaimana yang dikatakan Imam Ghozali
dalam ar-Risalah al-Ladduniyah;
وأهل النظر في
هذا العلم يتمسكون أولا بآيات الله تعالي من القرآن, ثم بأخبار الرسول ثم بالدلائل
العقلية والبراهين الفياسية
“Ahli
nazhar dalam ilmu aqidah ini pertama kali berpegang dengan ayat-ayat al-Qur’an,
kemudian dengan hadits-hadits Rasul dan terakhir dengan dalil-dalil rasional
dan argumentasi analogis”[1]
A. Al-Qur’an
Al-Qur’an
merupakan sumber hukum fiqih utama dan paling agung, yang merupakan hujjah
paling agung antara manusia dan Allah SWT, al-Qur’an juga merupakan tali yang
kuat dan tidak akan putus. Allah SWT berfirman:
واعتصموا بحبل الله جميعا ولاتفرقوا
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai”. (QS. Ali Imran:103)
Al-Qur’an
adalah pokok dari semua dalil dan argumentasi. Sebagaimana dalam al-Qur’an
surah An-Nisa’ ayat 59 yang berbunyi:
فإن تنازعتم في
شيء فردوه إلي الله والرسول إن كنتم تؤمنون باالله واليوم الآخر.
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul-Nya
(al-Hadits). (QS. An-Nisa’: 59)”
Adapun para
ulama terkemuka dalam bidang tafsir al-Qur’an yang mengikuti madzhab al-Asy’ari
dan al-Maturidi diantaranya adalah:
a.
Al-Imam Abu
Laits Nashr bin Muhammad al-Samarqandi (393 H/ 1002 M), pengarang tafsir Bahrul Ulum
b.
Al-Imam Abu
al-Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidi (468 H/ 1076 M) pengarang tafsir al-Basith, al-Wasith, al-Wajiz dan asbabunnuzul
c.
Al-Imam
al-Hafidh Muhyissunnah Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi (433-516 H/
1041-1122 M) pengarang tafsir Ma’alimuttanzil
d.
Al-Hafidh Ibnu
al-Jauzi al-Hanbali, pengarang Zadul Masir fi
Ilmittafsir.
e.
Al-Imam Abu Muhammad Abdul Haq bin Ghalib bin
Abdurrahman bin Athiyah al-Gharnathi al-Andalusi (481-542 H/ 1088-1148 M)
pengarang al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-Aziz.
f.
Al-Imam Abu
Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Maliki al-Qurthubi (671 H/ 1273 M) pengarang
tafsir al-Jami’ li Ahkamil Qur’an.
g.
Al-Imam
Nashiruddin Abu Sa’ad Abdullah bin Umar al-Syairazi al-Baidlawi al-Syafi’i (685
H/ 1286 M) pengarang tafsir Anwaruttanzil
wa Asrarutta’wil.
h.
Al-Imam
Hafizhuddin Abu al-Barakat Abdullah bin Ahmad bin Mahmud al-Nasafi al-Hanafi (
710 H/ 1310 H) pengarang Madarik
al-Tanzil wa Haqaiq al-Ta’wil.
i.
Al-Imam
Alauddin Abu al-Hasan Ali bin Muhammad al-Khazin al-Baghdadi (678-741 H/
1279-1340 M) pengarang Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil.
j.
Al-Imam Abu Hayyan Muhammad bin Hayyan
al-Andalusi (654-745 H/ 1256-1344 M) pengarang al-Bahr
al-Muhith.
k.
Al-Imam
al-Hafizh Abu al-Fida’ Ismail bin Katsir al-Dimasyqi (700-774 H/ 1301-1373 M)
pengarang Tafsir al-Qur’an al-Adzim.
l.
Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, pengarang Tafsir al-Jalalain.
m.
Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad
al-Khathib al-Syirbini (977 H/ 1570 H) pengarang al-Siraj
al-Munir.
n.
Al-Imam Abu
al-Su’ud Muhammad bin Muhammad bin Musthafa al-Imadi pengarang Irsyad al-Aql al-Salim ila Mazaya al-Kitab al-Karim.
o.
Al-Imam Abu Dawud Sulaiman bin Umar al-Jamal
al-Ujaili al-Syafi’i(1204 H/ 1790 M) pengarang al-Futuhat
al-Ilahiyah bi Taudlihi Tafsir al-Jalalain bi al-Daqaiq al-Khafiyah.
p.
Al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki
(1175-1241 H/ 1761-1825 M) pengarang Hasyiah ala
Tafsir al-Jalalain
B. Al-Hadits
Hadits adalah dalil kedua dalam penetapan aqidah-aqidah dalam
Islam. Hadits yang dapat dijadikan dasar adalah hadits yang perawinya
disepakati dapat dipercaya oleh para ulama’. Hadits Nabi berfungsi untuk
menjelaskan hukum-hukum al-Qur’an yang bersifat global dan general. Karena
syari’at islam diturunkan secara bertahap untuk me
nunjukkan kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya. Bentuk kasih
sayang tersebut adalah menjelaskan al-Qur’an yang masih global tersebut. Allah
berfirman:
وماآتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا واتقوا الله إن الله
شديد العقاب
“Apa
yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu,
maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Al-Hafidh al-Khatib al-Baghdadi
mengatakan dalam kitabnya al-Faqih wa al-mutafaqqih:
لا تثبت الصفة الله بقول صحابي أو تابعي إلا بما صح من الحاديث
النبوية المرفوعة المتفق على توثيق روتها, فلا يحتج باالضعيف ولا بالمختلف في توثيق
رواته حتى لو ورد إستاد فيه مختلف فيه وجاء حديث آخر يعضده فلا يحتج به
“Sifat
Allah tidak dapat ditetapkan berdasarkan pendapat seorang shahabat atau
tabi’in. sifat Allah hanya dapat ditetapkan berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW yang marfu’, yang perawinya disepakati dapat dipercaya. Jadi hadits
dha’if dan hadits yang perawinya diperselisihkan tidak dapat dijadikan hujjah
dalam masalah ini, sehingga apabila ada sanad yang diperselisihkan, lalu ada
hadits yang menguatkannya maka hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah.”
Adapun ulama madzhab al-Asy’ari yang menulis komentar (syarh)
terhadap kitab hadits yang terkemuka adalah:
a.
Al-Hafidh
Abu Sulaiman al-Khaththabi al-Busti al-Syafi’i, pengarang ma’alim al-Sunan
[Syarh Sunan Abi Dawud].
b.
Al-Hafidh
Abul al-Walid Sulaiman bin Khalaf al-Baji al-Maliki, pengarang kitab al-Muntaqa
fi Syarh al-Muwattha’.
c.
Al-Hafidh
al-Nawawi al-Syafi’i, pengarang Syarh Shohih Muslim.
d.
Al-Hafidh
Taqiyyuddin as-Subki, pengarang Imta’ al-Asma’ bima lil ar-Rasul minal Abna’ wa
al-Ahwal wa al-Hafadhah wa al-Mata’.
e.
Al-Hafidh
Tajuddin as-Subki, pengarang Jam’ul Jawami’
f.
Al-Hafidh
al-‘Iroqi, pengarang Takhrij Ahaditsil Ihya’.
g.
Al-Hafidh
Ibnu Hajar al-Asqollani al-Syafi’i, pengarang Fath al-Bari Syarh Shohih
Bukhori.
h.
Al-Hafidh
Syaikh Islam Abu Yahya Zakaria bin Muhammad al-Anshari al-Syafi’i, pengarang
kitab Syarh Shohih Muslim.
i.
Al-Imam
Izzuddin ibn Abdissalam, pengarang Qowaidul Ahkam fi Masholihil Anam
j.
Al-Imam
Mulla Ali bin Sulthan Muhammad al-Qari al-Harawi al-Hanafi, Pengarang kitab
Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashobih.
C. Ijma’ Ulama
Ijma’ adalah konsensus para mujtahid sepeninggal Rasulullah SAW dari masa ke masa atas satu hukum. Dalil kehujjahan ijma’ ini
berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:
عن ابن عمر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إن الله لا يجمع
أمتي على ضلالة ويد الله مع الجماعت ومن شذ شذ إلى النار (رواهالترمذي)
“Dari
Ibnu Umar, Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan
umatku dalam kesesatan. Pertolongan Allah selalu bersama jama’ah. Dan
barangsiapa yang mengucilkan diri dari jama‟ah, maka ia mengucilkan dirinya ke
neraka.” (HR. Tirmidzi)
Ijma’ ulama yang mengikuti ajaran Ahlul Haqq dapat dijadikan
argumentasi dalam menetapkan aqidah. Dalam hal ini seperti dasar yang melandasi
penetapan bahwa sifat-sifat Allah itu qadim (tidak ada permulaanya) adalah ijma’
ulama yang qoth’i. Dalam konteks ini Imam al-Subki menulis dalam kitabnya Syarh
‘Aqidah Ibn al-Hiajib:
اعلم أن حكم الجواهر والاعراض كل المالل, ومن خالف في هذا فهو كافر
لمخالفته الإجماع القطعي.
“Ketahuilah, sesungguhnya hukum Jauhar dan ‘aradh adalah baru. Oleh
karena itu, semua unsur-unsur alam adalah baru. Hal ini telah menjadi ijma’
kaum muslimin, bahkan ijma’ seluruh penganut agama (di luar Islam). Barang
siapa yang menyalahi kesepakatan ini, maka dia dinyatakan kafir, karena telah
menyalahi ijma’ yang qoth’i.”
No comments:
Post a Comment