Friday, 18 November 2016

Dasar-Dasar Akidah Aswaja


BAB 1
PEMBAHASAN
1.    Dasar Dasar Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah
Prinsip keyakinan yang berhubungan dengan tauhid, syari’at dan lain-lain menurut Ahlussunnah wal Jamaah harus dilandasi dengan dalil dan argumentasi yang bersumber dari al-Qur’an, al-Hadits, Ijma’ ulama, dan Qiyas. Sebagaimana yang dikatakan Imam Ghozali dalam ar-Risalah al-Ladduniyah;
وأهل النظر في هذا العلم يتمسكون أولا بآيات الله تعالي من القرآن, ثم بأخبار الرسول ثم بالدلائل العقلية والبراهين الفياسية
       “Ahli nazhar dalam ilmu aqidah ini pertama kali berpegang dengan ayat-ayat al-Qur’an, kemudian dengan hadits-hadits Rasul dan terakhir dengan dalil-dalil rasional dan argumentasi analogis”[1]
       A. Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber hukum fiqih utama dan paling agung, yang merupakan hujjah paling agung antara manusia dan Allah SWT, al-Qur’an juga merupakan tali yang kuat dan tidak akan putus. Allah SWT berfirman:

واعتصموا بحبل الله جميعا ولاتفرقوا  
 “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai”. (QS. Ali Imran:103)
       Al-Qur’an adalah pokok dari semua dalil dan argumentasi. Sebagaimana dalam al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 59 yang berbunyi:
 فإن تنازعتم في شيء فردوه إلي الله والرسول إن كنتم تؤمنون باالله واليوم الآخر.
       “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul-Nya (al-Hadits). (QS. An-Nisa’: 59)”
Adapun para ulama terkemuka dalam bidang tafsir al-Qur’an yang mengikuti madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi diantaranya adalah:
a.       Al-Imam Abu Laits Nashr bin Muhammad al-Samarqandi (393 H/ 1002 M), pengarang tafsir Bahrul Ulum
b.      Al-Imam Abu al-Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidi (468 H/ 1076 M) pengarang tafsir al-Basith, al-Wasith, al-Wajiz dan asbabunnuzul
c.       Al-Imam al-Hafidh Muhyissunnah Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi (433-516 H/ 1041-1122 M) pengarang tafsir Ma’alimuttanzil
d.      Al-Hafidh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, pengarang Zadul Masir fi Ilmittafsir.
e.        Al-Imam Abu Muhammad Abdul Haq bin Ghalib bin Abdurrahman bin Athiyah al-Gharnathi al-Andalusi (481-542 H/ 1088-1148 M) pengarang al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-Aziz.
f.       Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Maliki al-Qurthubi (671 H/ 1273 M) pengarang tafsir al-Jami’ li Ahkamil Qur’an.
g.       Al-Imam Nashiruddin Abu Sa’ad Abdullah bin Umar al-Syairazi al-Baidlawi al-Syafi’i (685 H/ 1286 M) pengarang tafsir Anwaruttanzil wa Asrarutta’wil.
h.      Al-Imam Hafizhuddin Abu al-Barakat Abdullah bin Ahmad bin Mahmud al-Nasafi al-Hanafi ( 710 H/ 1310 H) pengarang Madarik al-Tanzil wa Haqaiq al-Ta’wil.
i.        Al-Imam Alauddin Abu al-Hasan Ali bin Muhammad al-Khazin al-Baghdadi (678-741 H/ 1279-1340 M) pengarang Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil.
j.         Al-Imam Abu Hayyan Muhammad bin Hayyan al-Andalusi (654-745 H/ 1256-1344 M) pengarang al-Bahr al-Muhith.
k.      Al-Imam al-Hafizh Abu al-Fida’ Ismail bin Katsir al-Dimasyqi (700-774 H/ 1301-1373 M) pengarang Tafsir al-Qur’an al-Adzim.
l.         Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, pengarang Tafsir al-Jalalain.
m.     Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-Khathib al-Syirbini (977 H/ 1570 H) pengarang al-Siraj al-Munir.
n.      Al-Imam Abu al-Su’ud Muhammad bin Muhammad bin Musthafa al-Imadi pengarang Irsyad al-Aql al-Salim ila Mazaya al-Kitab al-Karim.
o.       Al-Imam Abu Dawud Sulaiman bin Umar al-Jamal al-Ujaili al-Syafi’i(1204 H/ 1790 M) pengarang al-Futuhat al-Ilahiyah bi Taudlihi Tafsir al-Jalalain bi al-Daqaiq al-Khafiyah.
p.       Al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki (1175-1241 H/ 1761-1825 M) pengarang Hasyiah ala Tafsir al-Jalalain

B. Al-Hadits

Hadits adalah dalil kedua dalam penetapan aqidah-aqidah dalam Islam. Hadits yang dapat dijadikan dasar adalah hadits yang perawinya disepakati dapat dipercaya oleh para ulama’. Hadits Nabi berfungsi untuk menjelaskan hukum-hukum al-Qur’an yang bersifat global dan general. Karena syari’at islam diturunkan secara bertahap untuk me
nunjukkan kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya. Bentuk kasih sayang tersebut adalah menjelaskan al-Qur’an yang masih global tersebut. Allah berfirman:

وماآتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا واتقوا الله إن الله شديد العقاب

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr: 7)
            Al-Hafidh al-Khatib al-Baghdadi mengatakan dalam kitabnya al-Faqih wa al-mutafaqqih:

لا تثبت الصفة الله بقول صحابي أو تابعي إلا بما صح من الحاديث النبوية المرفوعة المتفق على توثيق روتها, فلا يحتج باالضعيف ولا بالمختلف في توثيق رواته حتى لو ورد إستاد فيه مختلف فيه وجاء حديث آخر يعضده فلا يحتج به

“Sifat Allah tidak dapat ditetapkan berdasarkan pendapat seorang shahabat atau tabi’in. sifat Allah hanya dapat ditetapkan berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW yang marfu’, yang perawinya disepakati dapat dipercaya. Jadi hadits dha’if dan hadits yang perawinya diperselisihkan tidak dapat dijadikan hujjah dalam masalah ini, sehingga apabila ada sanad yang diperselisihkan, lalu ada hadits yang menguatkannya maka hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah.”




Adapun ulama madzhab al-Asy’ari yang menulis komentar (syarh) terhadap kitab hadits yang terkemuka adalah:
a.       Al-Hafidh Abu Sulaiman al-Khaththabi al-Busti al-Syafi’i, pengarang ma’alim al-Sunan [Syarh Sunan Abi Dawud].
b.      Al-Hafidh Abul al-Walid Sulaiman bin Khalaf al-Baji al-Maliki, pengarang kitab al-Muntaqa fi Syarh al-Muwattha’.
c.       Al-Hafidh al-Nawawi al-Syafi’i, pengarang Syarh Shohih Muslim.
d.      Al-Hafidh Taqiyyuddin as-Subki, pengarang Imta’ al-Asma’ bima lil ar-Rasul minal Abna’ wa al-Ahwal wa al-Hafadhah wa al-Mata’.
e.       Al-Hafidh Tajuddin as-Subki, pengarang Jam’ul Jawami’
f.       Al-Hafidh al-‘Iroqi, pengarang Takhrij Ahaditsil Ihya’.
g.      Al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqollani al-Syafi’i, pengarang Fath al-Bari Syarh Shohih Bukhori.
h.      Al-Hafidh Syaikh Islam Abu Yahya Zakaria bin Muhammad al-Anshari al-Syafi’i, pengarang kitab Syarh Shohih Muslim.
i.        Al-Imam Izzuddin ibn Abdissalam, pengarang Qowaidul Ahkam fi Masholihil Anam
j.        Al-Imam Mulla Ali bin Sulthan Muhammad al-Qari al-Harawi al-Hanafi, Pengarang kitab Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashobih.

C. Ijma’ Ulama

Ijma’ adalah konsensus para mujtahid sepeninggal Rasulullah SAW dari masa ke masa atas satu hukum. Dalil kehujjahan ijma’ ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:

عن ابن عمر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إن الله لا يجمع أمتي على ضلالة ويد الله مع الجماعت ومن شذ شذ إلى النار (رواهالترمذي)
 “Dari Ibnu Umar, Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku dalam kesesatan. Pertolongan Allah selalu bersama jama’ah. Dan barangsiapa yang mengucilkan diri dari jama‟ah, maka ia mengucilkan dirinya ke neraka.” (HR. Tirmidzi)
Ijma’ ulama yang mengikuti ajaran Ahlul Haqq dapat dijadikan argumentasi dalam menetapkan aqidah. Dalam hal ini seperti dasar yang melandasi penetapan bahwa sifat-sifat Allah itu qadim (tidak ada permulaanya) adalah ijma’ ulama yang qoth’i. Dalam konteks ini Imam al-Subki menulis dalam kitabnya Syarh ‘Aqidah Ibn al-Hiajib:

اعلم أن حكم الجواهر والاعراض كل المالل, ومن خالف في هذا فهو كافر لمخالفته الإجماع القطعي.

“Ketahuilah, sesungguhnya hukum Jauhar dan ‘aradh adalah baru. Oleh karena itu, semua unsur-unsur alam adalah baru. Hal ini telah menjadi ijma’ kaum muslimin, bahkan ijma’ seluruh penganut agama (di luar Islam). Barang siapa yang menyalahi kesepakatan ini, maka dia dinyatakan kafir, karena telah menyalahi ijma’ yang qoth’i.”


[1] Abu Hamid al-Ghazali, al-Risalah al-Ladduniyah.

No comments:

Post a Comment

RANGKUMAN MATERI TEKNIK PENULISAN KARYA ILMIAH LENGKAP

A.    Konsep Karya Ilmiah Karya ilmiah terbentuk dari kata “karya” dan “ilmiah”. Karya berarti kerja dan hasil kerja dan ilmiah berari ...