BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1868.
Beliau tumbuh besar di kota tersebut. Ayahnya bernama Kyai Haji Abu Bakar,
seorang ulama besar dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kesultanan.
Muhammad Darwis atau sekarang yang lebih dikenal K.H. Ahmad Dahlan adalah
anak ke empat dari tujuh bersaudara. Beliau dididik oleh ayahnya sendiri
sebagai seorang putra kyai. Pendidikan dasarnya dimulai dari belajar membaca,
belajar menulis, mengaji Al-Qur’an dan kitab-kitab agama.
Menjelang dewasa Ia belajar kepada beberapa ulama besar pada waktu itu. Tak heran
jika dalam usia relatif muda, ia telah menguasai berbagai disiplin ilmu
keislaman. Setelah beberapa waktu belajar dengan beberapa gurunya, Ia berangkat
ke Makkah pada tahun 1883 M, dalam usianya yang relatif mudah (15 tahun) untuk
menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu agama.
Karena merasa tidak puas dengan kunjungan pertama di Makkah, Ia berencana
untuk menunaikan ibadah haji yang kedua dan
menimba ilmu agama pada tahun 1902, dalam usia35 tahun. Pada saat
itu pula, Dahlan mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan yang dilakukan
melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, seperti
Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abd al-Wahab, Jamal al Din
al Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya.
Muhammad
Darwis merupakan pendiri organiasi Muhammadiyah. Muhammadiyah didirikan pada
tahun 1912 M. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir
dan beramal menurut tuntunan agama Islam
KH Mohammad
Hasyim Asy'ari, atau Biasa disebut KH Hasyim Ashari beliau dilahirkan pada
tanggal 14 Februari 1871 atau menurut Penanggalan arab pada tanggal 24
Dzulqaidah 1287H di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa
Timur.
KH Hasyim
Asy'ari merupakan pendiri Nahdlatul Ulama yaitu sebuah organisasi massa Islam
Yang terbesarnya di Indonesia. KH Hasyim Asyari merupakan putra bangsa dari
pasangan Kyai Asyari dan Halimah, Ayahnya Kyai Ashari merupakan seorang
pemimpin Pesantren Keras Yang berada di sebelah Selatan Jombang.
Pada tahun
1926 Nahdlatul Ulama atau yang populer disebut NU pun berdiri atas
inisiatif ulama-ulama pada waktu itu. Salah satu pendiri organisasi ini adalah
K.H Hasyim Asy’ari. Organisasi ini berusaha mengembalikan dan mengikuti salah
satu madzhab yang telah ada (Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hambali). Asy’ari
mengemukakan dua tujuan diberikannya pendidikan islam bagi manusia, yaitu :
(Syamsul Arifin, 2010:12).
1.
Menjadi
insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT
2.
Menjadi
insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
K.H. Hasyim Asy’ari adalah seorang ahli dalam bidang
Hadits, terutama Shahih Bukhori dan Shahih Muslim. Selain sebagai intelektual
yang mempunyai spesialisasi, beliau adalah tokoh yang pertama kali menciptakan
sistem pendidikan terutama di Pesantren dengan menggunakan metode kelas.
K.H. Hasyim
Asy’ari juga pernah menimba ilmu agama di kota Makkah. Pada masa anak-anak
bakat kepemimpinan dan kecerdasan sudah nampak pada dirinya. Ia pernah membantu
ayahnya untuk mengajar beberapa santri-santri yang lebih besar darinya.
Dari kedua
tokoh tersebut memberikan gambaran kepada kita, bahwa pendidikan adalah hal
yang sangat penting dan merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Dengan
pendidikan manusia akan mampu melihat sesuatu yang belum pernah mereka lihat,
dan akan mampu membedakan hal-hal yang baik dan buruk.
Secara garis
besar pendidikan Islam merupakan suatu proses beralihnya manusia dari manusia
yang tidak berpendidikan menjadi manusia yang berpendidikan. Pendidikan dapat
merubah dari suatu keadaan tertentu menuju keadaan yang lain, dari kita tidak
mengetahui sesuatu menjadi kita mengetahui sesuatu.
Seperti halnya saat kita masih bayi, masih
dalam dekapan seorang ibu kita tidak bisa melakukan apapun kecuali hanya bisa
menangis, mengompol, dan lain-lain. Namun saat kita tumbuh dewasa dengan
pendidikan dari orang tua kita, kita bisa belajar untuk menghargai sesuatu.
Pendidikan
Islam saat ini belum mampu menanamkan nilai-nilai Islam dikalangana masyarakat.
Sebagai contoh adalah pada zaman sekarang banyak para pelajar ataupun mahasiswa
yang statusnya masih dididik, melakukan hal-hal yang melanggar dan merusak
moral, misalnya maraknya narkoba, tawuran, perkelahian.
Hitam dan
putihnya perjalanan hidup seseorang ditentukan dari salah satunya adalah faktor
pendidikan. Dimana ketika manusia mengetahui tugas dankewajibannya melalui
sarana pendidikan, maka dengan sendirinya dan sadar diri manusia akan
menjalankan sesuatu yang diperintahkan dan menjahui sesuatu yang dilarang oleh
Allah SWT.
Kondisi
pendidikan yang demikian, khususnya pendidikan islam, maka harus segera
diatasi dengan cara menumbuhkembangkan pendidikan islam itu sendiri. Dalam
mengatasi permasalahan itu tidak harus menemukan ide baru, akan tetapi bisa
juga menghadirkan kembali tokoh-tokoh atau intelektual muslim yang bergelut
dalam pendidikan islam dan memiliki kejayaan pada masa itu.
Dengan
mempelajari atau mengetahui pemikiran kedua tokoh yang begitu cemerlang pada
saat itu, kemungkinan besar akan memberikan dampak yang besar pula jika diterapkan
pda zaman sekarang, tentu dengan adanya penyelarasan zaman.
Kedua tokoh inilah yang pada perkembangan
selanjutnya mampu merekonstruksi konsep pendidikan islam yang disesuaikan
dengan realitas dan kebutuhan zaman.
Berdasarkan
uraian di atas, sehingga penulis tertarik untuk mengetahui sejarah dan
pemikiran kedua tokoh tersebut tentang
Pendidikan Islam, sehingga penelitian ini berjudul “KOMPARASI PEMIKIRAN K.H.
AHMAD DAHLAN DENGAN K.H. HASYIM ASY’ARI TENTANG PENDIDIKAN ISLAM”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas maka, rumusan masalah dalam penelitian ini dapat
diuraikan sebagai berikut :
1.
Bagaimana
pemikiran K.H. Ahmad Dahlan tentang Pendidikan Islam?
2.
Bagaimana
pemikiran K.H. Hasyim Asyari tentang Pendidikan Islam?
3.
Adakah
perbedaan dan persamaan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan Dengan K.H. Hasyim Asy’ari
tentang Pendidikan Islam?
C. TUJUAN PENELITIAN
Sejalan
dengan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai
berikut :
1.
Untuk
mengetahui pemikiran K.H. Ahmad Dahlan tentang Pendidikan Islam.
2.
Untuk
mengetahui pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari tentang Pendidikan Islam.
3.
Untuk mengetahui perbedaan dan
persamaan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dengan K.H. Hasyim Asy’ari tentang
Pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan tentang Pendidikan Islam
1. Riwayat Hidup KH. Ahmad Dahlan
Seperti yang kita ketahui bahwa penulisan
riwayat hidup K.H. Ahmad Dahlan telah banyak dilakukan oleh para sarjana. K.H.
Ahmad Dahlan lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 2008 .Nama kecilnya adalah
Muhammad Darwisy dan merupakan anak keempat dari K.H. Abu Bakar (seorang ulama
dan khatib terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan ibunya
merupakan putrid dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghlu kesultanan
juga.Ia merupakan anak keempat dari tujuh ornag bersudara yang keseluruhan
saudaranya perempuan kecuali adik bungsunya.
Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang
keduabelas dari maulana malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang
terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran
dan pengembangan Islam di tanah Jawa. Ia dikenal jujur dan sederhana dan inilah
yang membuatnya disukai orang. Untuk mempelajari ilmu-ilmu agama ia berpindah
dari satu sekolah ke sekolah lainnya. Ia mempunya sikap kritis terhadap pola
pendidikan tradisional, tetapi tidak punya kekuatan untuk mengubahnya. Dalam
keadaan seperti ini Ia beruntung memproleh kesempatan melanjutkan pendidikannya
ke Mekah pada tahun 1890.
Di sinilah Ia berinteraksi dengan pemikir-pemikir pembaharu dalam dunia
Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afgani, Rasyid RIdha, dan Ibnu Taimiyah. Pemikiran
tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar padanya. Jiwa dan
pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini sehingga kelak
kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui Muhammadiyah,
yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian
dunia Islma saat itu yang masih bersifat ortodoks. Melalui kitab-kitab yang
dikarang oleh reformer Islam, telah membuka wawasan beliau tentang
universalitas Islam.Ide-ide tentang reenterpretasi Islam dengan gagasan kembali
kepada al-Qur’an dan Sunnah mendapat perhatian khususnya saat itu.Ia juga
merupakan murid Syaikh Ahmad Khatib (1899-1916), tokoh kelahiran Indonsea yang
saat itu menempati po[1]sisi yang
unggul dalam penguasaannya atas ilmu-ilmu agama di Mekkah.
Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan
Islam di tan[2]ah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Namun, pada saat Muhammadiyah teratur dan kuat, K.H. Ahmad Dahlan berpulang ke rahmatullah
pada tanggal 23 Februari 1923 dalam usia 55 tahun. Dan sekarang kita dapat
menyaksikan Muhammadiyah menjadi semakin maju dan berkembang di seluruh
nusantara dengan berbagai amal usahanya tidak terlepas dari usaha beliau yang
sangat luar biasa.
2. Pemikiran Pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan
Buya merasa tidak puas dengan system dan praktik
pendidikan saat itu, dibuktikan dengan pandangannya mengenai tujuan pendidikan
adalah untuk menciptakan manusia yang baik budi, luas pandangan, dan bersedia
berjuang untuk kemajuan masyarakat. Karena itu buya merentaskan beberapa
pandangannya mengenai pendidikan dalam bentuk pendidikan model Muhammadiyah
khususnya, antara lain:
- Pendidikan Integralistik
K.H Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man
of action sehingga sudah pada tempatnya apabila mewariskan cukup banyak
amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk menelusuri bagaimana orientasi
filosofis pendidikan Beliau musti lebih banyak merujuk pada bagaimana beliau
membangun sistem pendidikan.Namun naskah pidato terakhir beliau yang berjudul Tali Pengikat Hidup
menarik untuk dicermati karena menunjukkan secara eksplisit konsen Beliau
terhadap pencerahan akal suci melalui filsafat dan logika.Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang
menggambarkan tingginya minat Beliau dalam pencerahan akal, yaitu: (1)
pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat
dicapai dengan sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan
istiqomah terhadap kebenaran akali dengan di dasari hati yang suci; (2) akal
adalah kebutuhan dasar hidup manusia; (3) ilmu mantiq atau logika adalah
pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya akan dicapai hanya jika
manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt.
Pribadi K.H. Ahmad Dahlan adalah pencari kebenaran hakiki yang
menangkap apa yang tersirat dalam tafsir
Al-Manaar sehingga meskipun tidak punya latar belakang pendidikan Barat tapi ia membuka lebar-lebar
gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam sendiri, menyerukan ijtihad dan
menolak taqlid.Dia dapat dikatakan
sebagai suatu model dari bangkitnya sebuah generasi yang merupakan titik pusat
dari suatu pergerakan yang bangkit untuk menjawab tantangan-tantangan yang
dihadapi golongan Islam yang berupa ke[3]tertinggalan dalam sistem pendidikan dan kejumudan paham agama Islam.
Cita-cita pendidikan
yang digagas Beliau adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil
sebagai ulama-intelek atau intelek-ulama,
yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat
jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan
tersebut, K.H. Ahmad Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus; memberi
pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan
sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama
diajarkan. Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolahan yang ia dirikan maka atas
saran murid-muridnya Beliau akhirnya mendirikan persyarikatan Muhammadiyah
tahun 1912. Metode pembelajaran yang dikembangkan K.H. Ahmad Dahlan bercorak
kontekstual melalui proses penyadaran.
Mengadopsi Substansi dan Metodologi Pendidikan Modern Belanda dalam
Madrasah-madrasah Pendidikan Agama yaitu mengambil beberapa komponen pendidikan
yang dipakai oleh lembaga pendidikan Belanda.Dari ide ini, K.H. Ahmad Dahlan
dapat menyerap dan kemudian dengan gagasan dan prektek pendidikannya dapat
menerapkan metode pendidikan yang dianggap baru saat itu ke dalam sekolah yang
didirikannya dan madrasah-madrasah tradisional.Metode yang ditawarkan adalah
sintesis antara metode pendidikan modern Barat dengan tradisional. Dari sini
tampak bahwa lembaga pendidikan yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan ber[4]beda dengan lembaga pendidikan yang dikelola
oleh masyarakat pribumi saat ini.
Sebagai contoh, K.H. Ahmad Dahlan
mula-mula mendirikan SR di Kauman dan daerah lainnya di sekitar Yogyakarta,
lalu sekolah menengah yang diberi nama al-Qism al-Arqa yang
kelak menjadi bibit madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta.
Sebagai catatan, tujuan umum lembaga pendidikan di atas baru disadari sesudah
24 tahun Muhammadiyah berdiri, tapi Amir Hamzah menyimpulkan bahwa tujuan umum
pendidikan Muhammadiyah menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah:
- Baik budi, alim dalam agama
- Luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (umum)
- Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya
Mungkin ada benarnya
jika dikaitkan dengan latar belakang timbulnya pemikiran pendidikan Islam K.H.
Ahmad Dahlan yang antara lain disebabkan oleh rasa tidak puas terhadap system
pendidikan yang ada dan hanya mengembangkan salah satu bidang pengetahuan dari
kedua pengetahuan yang ingin dirangkul oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan
Muhammadiyahnya. Ijtihad pemikiran pendidikan yang dicetuskan K.H. Ahmad Dahlan
melalui gagasan dan praktek pendidikan Islamnya merupakan cikal bakal dan
dijadkan estafet dalam pembaharuan system pendidikan Muhammadiyah, sebagai
contoh pondok Muhammadiyah. Ada empat pokok model pembaharuan pendidikan di
Pondok Muhammadiyah antara lain:
No.
|
Sistem Pendidikan Lama
|
Pondok Muhammadiyah
|
1. 2. 3. 4.
|
System belajar mengajar Weton dan Sorogan.
Bahan pelajaran semata-mata agama, kitab-kitab karangan ulama pembaharuan
tidak dipergunakan. Belum a[5]da RP
yang teratur dan integral. Hubungan guru dan murid lebih bersifat otoriter
dan kurang demokratis.
|
Sistem klasikal dengan cara-cara Barat. Bahan
pelajaran tetap, ditambah ilmu pengetahuan umum. Kitab-kitab agama
dipergunakan secara luas, baik klasik maupun kontemporer. Sudah diatur dengan
RP. Diusahakan suasana hubungan guru dan murid lebih akrab bebas dan
demokratis.
|
K.H. Ahmad Dahlan juga
bekerja keras meningkatkan moral dan posisi kaum perempuan dalam kerangka Islam
sebagai instrument yang efektif dan bermanfaat di dalam organisasinya karena
perempuan merupakan unsur penting berkat bantuan istri dan koleganya
sehingga terbentuklah Aisyiah. Di tempat-tempat tertentu, dibukalah masjid-masjid khusus bagi kaum
perempuan, seseuatu yang jarang
ditemukan di Negara-negara Islam lain bahkan hingga saat ini. K.H. Ahmad Dahlan
juga membentuk gerakan pramuka Muhammadiyah yang diberi nama Hizbul Watan.
. Dari uraian tersebut di atas, ada beberapa catatan yang direntaskan
oleh buya, antara lain:
- Membawa pembaruan dalam bentuk kelembagaan pendidikan, yang semula seistem pesantren menjadi system sekolah.
- Memasukkan pelajaran umum kepada sekolah-sekolah keagamaan atau madrasah.
- Mengadakan perubahan dalam metode pengajaran, dari yang semula menggunakan metode weton dansorogan menjadi lebih bervariasi.
- Mengajarkan sikap hidup terbuka dan toleran dalam pendidikan.
- Dengan Muhammadiyahnya buya berhasil mengembangkan lembaga pendidikan yang beragam dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi dan dari yang berbentuk sekolah agama hingga yang berbentuk sekolah umum.
- Berhasil memperkenalkan manajemen pendidikan modern ke dalam system pendidikan yang dirancangkannya.
- Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan gerakan umat Islam yang lahir di Yogyakarta 18
Nopember 1912. Yang perkembangannya, terutama sejak paruh kedua tahun 1920-an
menunjukkan grafik meningkat. Disaat gerakan umat Islam seangkatannya justru
dilanda perpecahan dan perlahan menunjukkan grafik penurunan, yaitu Sarekat
Islam (SI).Yang saat itu SI pecah karena infiltrasi komunis, sehingga muncul SI
Merah yang jadi onderbow PKI (1920).
B. Pemikiran K.H. Hasyim Asyari tentang Pendidikan Islam
a.
BIOGRAFI
Nama lengkap K. H.
Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid. Ia lahir di
Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada hari selasa kliwon 24
Dzu Al-Qa’idah 1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871.
Asal-usul dan keturunan K.H
M.Hasyim Asy’ari tidak dapat dipisahkan dari riwayat
kerajaan Majapahit dan kerajaan Islam Demak. Silsilah keturunannya, sebagaimana diterangkan oleh K.H. A.Wahab
Hasbullah menunjukkan bahawa leluhurnya yang tertinggi ialah neneknya yang
kedua yiaitu Brawijaya VI. Ada yang mengatakan bahawa Brawijaya VI adalah
Kartawijaya atau Damarwulan dari perkahwinannya dengan Puteri Champa lahirlah
Lembu Peteng (Brawijaya VII).
Semasa hidupnya, ia
mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, terutama pendidikan di bidang
ilmu-ilmu Al-Qur’an dan literatur agama lainnya. Setelah itu, ia menjelajah
menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren, terutama di Jawa, yang meliputi
Shone, Siwilan Buduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, dan Sidoarjo,
ternyata K. H. Hasyim Asy’ari merasa terkesan untuk terus melanjutkan studinya.
Ia berguru kepada K. H. Ya’kub yang merupaka kiai di pesantren tersebut.
Kiai Ya’kub lambat laun
merasakan kebaikan dan ketulusan Hasyim Asy’ari dalam perilaku kesehariannya,
sehingga kemudian ia menjodohkannya dengan putrinya, Khadijah. Tepat pada usia
21 tahun, tahun 1892, Hasyim Asy’ari melangsungkan pernikahan dengan putri K.
H. Ya’kub tersebut.
Setelah nikah, K. H.
Hasyim Asy’ari bersama istrinya segera melakukan ibadah haji. Sekembalinya dari
tanah suci, mertua K. H. Hasyim Asy’ari menganjurkannya menuntut ilmu di
Mekkah. Dimungkinkan, hal ini didorong oleh tradisi pada saat itu bahwa seorang
ulama belumlah dikatakan cukup ilmunya jika belum mengaji di Mekkah selama
bertahun-tahun. Di tempat itu, K. H. Hasyim Asy’ari mempelajari berbagai macam
disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu fiqh Syafi’iyah dan ilmu Hadits,
terutama literatur Shahih Bukhari dan Muslim.
Disaat K. H. Hasyim
Asy’ari bersemangat belajar, tepatnya ketika telah menetap 7 bulan di Mekkah,
istrinya meninggal dunia pada waktu melahirkan anaknya yang pertama sehingga
bayinya pun tidak terselamatkan. Walaupun demikian, hal ini tidak mematahkan
semangat belajarnya untuk menuntut ilmu.
K. H. Hasyim Asy’ari
semasa tinggal di Mekkah berguru kepada Syekh Ahmad Amin Al-Athar, Sayyid
Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan Al-Athar, Syekh Sayyid Yamani, Sayyid
Alawi ibn Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayid ‘Abd Allah Al-Zawawi.
Syekh Shaleh Bafadhal, dan Syekh Sultan Hasyim Dagastani.
Ia tinggal di Mekkah
selama 7 tahun. Dan pada tahun 1900 M. atau 1314 H. K. H. Hasyim Asy’ari pulang
ke kampung halamannya. Di tempat itu ia membuka pengajian keagamaan yang dalam
waktu yang relatif singkat menjadi terkenal di wilayah Jawa.
b.
KARYA-KARYANYA
Karya-karya Kiai Hasyim
banyak yang merupakan jawaban atas berbagai problematika masyarakat. Misalnya,
ketika umat Islam banyak yang belum faham persoalan tauhid atau aqidah, Kiai
Hasyim lalu menyusun kitab tentang aqidah, diantaranya Al-Qalaid fi Bayani ma
Yajib min al-Aqaid, Ar-Risalah al-Tauhidiyah, Risalah Ahli Sunnah Wa
al-Jama’ah, Al-Risalah fi al-Tasawwuf, dan lain sebagainya.
Kiai Hasyim juga sering
menjadi kolumnis di majalah-majalah, seperti Majalah Nahdhatul Ulama’, Panji
Masyarakat, dan Swara Nahdhotoel Oelama’. Biasanya tulisan Kiai Hasyim berisi
jawaban-jawaban atas masalah-masalah fiqhiyyah yang ditanyakan banyak orang,
seperti hukum memakai dasi, hukum mengajari tulisan kepada kaum wanita, hukum
rokok, dll. Selain membahas tentang masail fiqhiyah, Kiai Hasyim juga
mengeluarkan fatwa dan nasehat kepada kaum muslimin, seperti al-Mawaidz,
doa-doa untuk kalangan Nahdhiyyin, keutamaan bercocok tanam, anjuran menegakkan
keadilan, dan lain-lain.
Sebagai seorang
intelektual, K. H. Hasyim Asy’ari telah menyumbangkan banyak hal yang berharga
bagi pengembangan peradaban, diantaranya adalah sejumlah literatur yang
berhasil ditulisnya. Karya-karya tulis K. H. Hasyim Asy’ari yang terkenal
adalah sebagai berikut: (1) Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’allimin,
(2) Ziyadat Ta’liqat, (3) Al-Tanbihat Al-Wajibat Liman,
(4) Al-Risalat Al-Jami’at, (5) An-Nur Al-Mubin fi Mahabbah
Sayyid Al-Mursalin, (6) Hasyiyah ‘Ala Fath Al-Rahman bi Syarh
Risalat Al-Wali Ruslan li Syekh Al-Isam Zakariya Al-Anshari, (7) Al-Durr
Al-Muntatsirah fi Al-Masail Al-Tis’i Asyrat, (8) Al-Tibyan
Al-Nahy’an Muqathi’ah Al-Ikhwan, (9) Al-Risalat Al-Tauhidiyah,
(10) Al-QalaidfiBayan ma Yajib min Al-‘Aqaid.
Kitab ada Al-‘Alim
wa Al-Muta’allimin merupakan kitab yang berisi tentang konsep pendidikan.
Kitab ini selesai disusun hari Ahad pada tanggal 22 Jumadi Al-Tsani tahun 1343.
K. H. Hasyim Asy’ari menulis kitab ini didasari oleh kesadaran akan perlunya
literatur yang membahas tentang etika (adab) dalam mencari ilmu pengetahuan.
Menuntut ilmu merupakan pekerjaan agama yang sangat luhur sehingga orang yang
mencarinya harus memperlihatkan etika-etika yang luhur pula
c.
PEMIKIRAN K. H. HASYIM ASY’ARI
KH Hasyim Asy’ari
menganjurkan kepada para kiai dan guru-guru agama agar memiliki perhatian
serius kepada masalah ekonomi untuk kemaslahatan; “kenapa tidak kalian dirikan
saja satu badan usaha, yang setiap wilayah ada satu badan usaha yang mandiri.”
Demikian pernyataan KH Hasyim Asy’ari ketika mendeklarasikan berdirinya Nahdlah
at-Tujjar.
Berangkat dari
kesadaran itulah Nahdlah at-Tujjar didirikan, dengan satu badan usaha yang
ketika itu disebut Syirkah al-Inan, yang kemudian hari ketika NU berdiri wadah
ekonomi tersebut berganti nama dengan Syirkah al-Mu’awanah.
Ketika organisasi
sosial keagamaan masyumi dijadikan partai politik pada 1945, Kiai Hasyim
terpilih sebagai ketua umum. Setahun kemudian, 7 September 1947 (1367 H), K. H.
Muhammad Hasyim Asy’ari, yang bergelar Hadrat Asy-Syaikh wafat.
Berdasarkan keputusan Presiden No. 29/1964, ia diakui sebagai seorang pahlawan
kemerdekaan nasional, suatu bukti bahwa ia bukan saja tokoh utama agama, tetapi
juga sebagai tokoh nasional.
Pada tahun 1930 dalam
muktamar NU ke-3 kiai Hasyim selaku Rais Akbar menyampaikan pokok-pokok pikiran
mengenai organisasi NU. Pokok-pokok pikiran inilah yang kemudian dikenal
sebagai Qanun Asasi Jamiah NU (undang-undang dasar jamiah NU).
d.
MENGENAI PENDIDIKAN :
Tepat pada tanggal 26 Rabi’ Al-Awwal 120 H. bertepatan 6 Februari 1906 M.,
Hasyim Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng. Oleh karena kegigihannya
dan keikhlasannya dalam menyosialisakan ilmu pengetahuan, dalam beberapa tahun
kemudian pesantren relatif ramai dan terkenal
e.
NAHDATUL ULAMA :
Tanggal 31 Januari
1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari
mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini pun
berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari pun semakin
besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan
dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
K. H. Hasyim Asy’ari
dikenal sebagai salah seorang pendiri NU (Nahdatul Ulama). Pada masa pendudukan
Jepang, Hasyim Asy’ari pernah ditahan selama 6 bulan, karena dianggap menentang
penjajahan Jepang di Indonesia. Karena tuduhan itu tidak terbukti, ia
dibebaskan dari tahanan, atas jasa-jasanya dalam perjuangan melawan penjajah
Belanda dan Jepang, Hasyim Asy’ari dianugerahi gelar pahlawan kemerdekaan
nasional oleh Presiden RI.
C. Analisis Terhadap Perbedaan dan Persamaan K.H. Ahmad Dahlan dengan K.H. Hasyim Asy’ari tentang Pendidikan Islam
NO
|
Aspek-Aspek
Pendidikan
|
Pemikiran
K.H. Ahmad dahlan
|
Pemikiran
K.H. Hasyim Asy’ari
|
1
|
Definisi Pend. Islam
|
Pendidikan Islam adalah upaya
strategis untuk menyelamatkan uamt Islam dari pola berfikir yang statis
menuju pada pemikiran yang dinamis.
|
Pendidikan Islam adalah sarana mencapai kemanusiaannya, sehingga
menyadari siapa sesunggunya penciptanya, untuk apa diciptakan, melakukan
segala perintahnya dan menjahui segala larangannya, untuk berbuat baik di
dunia dan menegakkan keadilan.
|
2
|
Tujuan Pend. Islam
|
· Pembentukan
kepribadian yang baik.
· Membentuk
manusia yang muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, dll.
·
Membekali siswa dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan
|
·
Menjadi insan purna yang bertujuan mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
· Menjadi insan purna
yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
|
3
|
Dasar Pend. Islam
|
·
Al-Qur’an
· As-Sunnah
|
·
Al-Qur’an
·
As-Sunnah
· Qoul Ulam’
(ijma’/qiyas)
|
4
|
Sistem Pend. Islam
|
·
Madrasah yang menyerupai sekolah Belanda
(Gubernemen) dengan menggabungkan antara muatan-muatan keagamaan dan
nonkeagamaan.
· Madrasah diniyah,
yang lebih menekankan pada muatan-muatan keagamaan dan menambahkan
muatan-muatan umum secara terbatas
|
·
Mengganti sistem sorogan dan bandongan dengan sistem
tutorial.
·
Memperkenalkan sistem kelas, dengan membagi 7 kelas.
Pada sifr awwal adalah kelas persiapan, dan di dalamnya diajarkan dasar-dasar
bahasa arab. Dan sifr tsani adalah kelas lanjutan dan mendapatkan pelajaran
tambahan.
· Memperkenalkan sistem
musyawarah
|
5
|
Materi Pend. Islam
|
·
Pendidikan Moral (akhlaq), yaitu sebagai usaha
menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
·
Pendidikan Individu, yaitu sebagai usaha untuk
menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara
perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara
dunia dengan akhirat.
· Pendidikan
Kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan
hidup bermasyarakat.
|
·
Materi-materi yang bersifat diniyah, misalnya:
Al-Qur’an, bahasa arab, ushul fiqh, hadits, dan lain-lain yang berhubungan
dengan materi-materi diniyah.
· Materi yang bersifat
umum (materi non keagamaan), misalnya: membaca, menulis bahasa latin, bahasa
Indonesia, ilmu bumi, ilmu sejarah, dan ilmu hitung.
|
BAB III
PENUTUP
. A.
KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas,
dapatlah diketahui bahwa ketokohan kiai Hasyim Asy’ari dikalangan masyarakat
dan organisasi Islam tradisional bukan saja sangat sentral tetapi juga menjadi
tipe utama seorang pemimpin, sebagaimana diketahui dalam sejarah pendidikan
tradisional, khususnya di Jawa. Peranan kiai Hasyim Asy’ari yang kemudian
dikenal dengan sebutanHadrat Asy-Syaikh (guru besar di lingkungan
pesantren).
Peranan kiai Hasyim
Asy’ari sangat besar dalam pembentukan kader-kader ulama pemimpin pesantren,
terutama yang berkembang di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Dalam bidang organisasi
keagamaan, ia pun aktif mengoganisir perjuangan politik melawan kolonial untuk
menggerakkan masa, dalam upaya menentang dominasi politik Belanda.
Dan pada tanggal 7
September 1947 (1367 H), K. H. Hasyim Asy’ari, yang bergelar Hadrat
Asy-Syaikh wafat. Berdasarkan keputusan Presiden No. 29/1964, ia diakui
sebagai seorang pahlawan kemerdekaan nasional, suatu bukti bahwa ia bukan saja
tokoh utama agama, tetapi juga sebagai tokoh nasional.
Gerakan Muhammadiyah
dikenal luas sebagai gerakan yang sangat dipengaruhi oleh gagasan modern dan
reformis pembaru Mesir Muhammad Aabduh (1849-1905), yaitu dimaksudkan untuk
memurnikan Islam di Indonesia dari praktik-praktik khurafat tradisional yang
tidak Islami. Dalam rangka memajukan program pembaruannya, Muhammadiyah
menyerukan agar kaum Muslim kembali kepada Islam yang murni dan menafsirkan
untur-unsur kebudayaan Barat dalam kerangka ajaran Islam.
Dalam rangka
mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, K.H. Ahmad Dahlan
melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah
Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan
pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu sekarang sudah menjadi fenomena umum; yang pertama sudah
diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan
Islam lain. Namun, ide Beliau tentang model pendidikan integralistik yang mampu
melahirkan muslim ulama-intelek masih terus dalam proses pencarian. Sistem
pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan yang musti kita eksplorasi
terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu, masalah teknik pendidikan bisa
berubah sesau dengan perkembangan ilmu pendidikan atau psikologi perkembangan.
Setelah melihat sepak
terjang K.H. Ahmad Dahlan dalam gagasan dan praktek pendidikan Islam melalui
Muhammadiyahnya, kita tahu besar sekali jasa beliau dalam meletakkan pelajaran
agama sebagai mata pelajaran di sekolah-sekolah pemerintah sampai saat ini dari
pendidikan kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
Gagasan K.H. Ahmad Dahlan selanjutnya dijadikan inspirasi bagi penetapan
bidang studi umum dan agama Islam yang wajib diberikan di sekolah dasar dan
diikuti oleh murid-murid yang beragama Islam.
Pemikiran K.H. Ahmad
Dahlan dalam bidang pendidikan berangkat dari keinginan untuk mewujudkan
manusia yang mewakili kepribadian yang integral dan pengetahuan yang
seimbang.Sehingga dipandang pentingnya memberikan pengetahuan agama bagi mereka
yang berada di sekolha-sekolah umum dan pengetahuan umum bagi mereka yang
selama ini belum pernah mendapatkannya.
Tampak jelas dalam
kurikulumnya bahwa kurikululum yang ditetapkan DikNas, pendidikan Muhammadiyah
juga mengkompromikan pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Pada sekolah
negeri pelajaran agama merupakan satu bidang studi. Sedang di pendidikan
Muhammadiyah dibagi menjadi empat, yaitu akidah, al-QurĂ¢€™an, tarikh dan akhlaq
K.H. Ahmad Dahlan dapat
dikatakan sebagai peletak dasar pemikiran Muhammadiyah yang tidak bersikap
apriori terhadap Barat.Ia melihat kemajuan yag dibawa Barat dan ia bekeyakinan
bahwa salah satu jalan untuk mengankat umat Islam adalah dengan mendidik mereka
dalam lembaga pendidika yang mempunyai system yang tersendiri sebagai hasil
pemikirinannya. Lembaga-lembaga pendidikan inilah yang kemudian menjadi sarana pelestarian
hasil-hasil keputusan tarjih.
alhamdulillah
ReplyDelete