Sunday, 6 November 2016

TAFSIR AYAT TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN ( QS. AL – BAQARAH : 201 & QS. ALI `IMRAN : 110 )


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan upaya memperlakukan manusia untuk mencapai suatu tujuan. Perlakuan itu akan manusiawi apabila mempertimbangkan kapasitas dan potensi – potensi yang ada pada manusia. Suatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan mempunyai arti apa – apa. Ibarat seseorang yang bepergian tak tentu arah maka hasilnya pun tak lebih dari pengalaman selama perjalanan.
Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu – individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi – institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi tersebut masih belum memproduksi individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. Sistem pendidikan seperti ini sekalipun akan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai individu yang beradab.
Agama Islam memiliki tujuan yang lebih komprehensif dan integrative disbanding dengan sistem pendidikan sekular yang semata – mata menghasilkan para anak didik yang memiliki paradigma yang pragmatis.
Dalam makalah ini kami berusaha menggali dan mendeskripsikan tujuan pendidikan dalam Islam secara induktif dengan melihat dalil naqli yang sudah ada dalam al–Qur`an, sehingga diharapkan tujuan pendidikan dalam Islam dapat diaplikasikan pada wacana dan realita kekinian. Dalam makalah ini kami akan menguraikan tafsir tentang ayat – ayat yang berhubungan dengan tujuan pendidikan, yaitu pada QS. Al – Baqarah [2]: 201 dan QS. Ali `Imran [3]: 110.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana bunyi ayat dan terjemahan dari QS. Al – Baqarah [2]: 201 dan QS. Ali `Imran [3]: 110 ?
2.      Bagaimana tafsir mufrodat dari ayat dalam QS. Al – Baqarah [2]: 201 dan QS. Ali `Imran [3]: 110 ?
3.      Bagaimana penafsiran para mufassir mengenai kedua ayat tersebut ?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui bunyi ayat dan terjemahan dari QS. Al – Baqarah [2]: 201 dan QS. Ali `Imran [3]: 110
2.      Mengetahui tafsir mufrodat dari ayat dalam QS. Al – Baqarah [2]: 201 dan QS. Ali `Imran [3]: 110
3.      Mengetahui penafsiran para mufassir mengenai kedua ayat tersebut

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Ayat dan Terjemahan

Ø  Q.S. Al – Baqarah/2 : 201 ( Memperoleh kebaikan dunia akhirat )


وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُوْلُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار ( البقرة / 2 : 201 )
Terjemahan ayat :
            Dan diantara mereka ada yang berdo`a, “ Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.”[1]

Ø  Q.S. Ali `Imron/3 : 110 ( Menjadi umat terbaik dan bermanfaat bagi manusia )

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِوَتُؤْمِنُوْنَ بِاللَّهِ  قلي وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ج مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَسِقُوْنَ (ءال عمران/3 : 110 )
Terjemahan ayat :
            Kamu (umat islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang – orang yang fasiq.[2]
B.     Tafsir Mufrodat
Ø  Q.S. Al – Baqarah/2 : 201
                                                                                                               
Arti
Mufrodat
Arti
Mufrodat
Dunia
الدُّنْيَا
Dan diantara mereka
مِنْهُمْ وَ
Kebaikan
حَسَنَةً
Orang
مَنْ
Akhirat
الْأَخِرَةِ
Berkata
يَقُوْلُ
Dan lindungilah kami
وَقِنَا
Tuhan kami
رَبَّنَا
Siksa
عَذَابَ
Berilah kami
ءَاتِنَا
Api neraka
النَّارِ
Di
فِيْ

Ø  Q.S. Ali `Imron/3 : 110

Arti
Mufrodat
Arti
Mufrodat
Sekiranya
وَلَوْ
Kalian
كُنْتُمْ
Beriman
آمَنَ
Terbaik
خَيْرَ
Ahli Kitab
أهْلُ الْكِتَابِ
Umat
أُمَّةٍ
Benar – benar ada
لَكَانَ
Yang dilahirkan
أُخْرِجَتْ
Lebih baik
خَيْرًا
Bagi manusia
لِلنَّاسِ
Bagi mereka
لَهُمْ
Kamu menyuruh
تَأْمُرُوْنَ
Diantara mereka
مِنْهُمُ
Ma`ruf
بِالْمَعْرُوْفِ
Orang yang beriman
الْمُؤْمِنُوْنَ
Dan kamu mencegah
وَتَنْهَوْنَ
Dan kebanyakan dari mereka
وَأَكْثَرُهُمُ
Dari kemunkaran
عَنِ الْمُنْكَرِ
Orang – orang yang fasiq
الْفَاسِقُوْنَ
Dan kamu beriman
وَتُؤْمِنُوْنَ


Kepada Allah
بِاللّهِ





C.    Penafsiran Ayat
·         QS. Al – Baqoroh : 201
QS. Al – Baqoroh ini berkaitan dengan  sebuah kisah  yang diriwayatkan oleh Sa`id bin Jubair, dari Ibnu `Abbas bahwasanya ada suatu kaum dari masyarakat Badui yang datang ke tempat wuquf, lalu mereka berdo`a /  meminta segala sesuatu yang merupakan urusan duniawi saja dan tidak menyebutkan urusan akhirat sama sekali.
Setelah mereka pergi, kemudian datanglah orang – orang mu`min dan  mereka mengucapkan : " رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار " dan ternyata Allah lebih memuji orang – orang yang memohon kebaikan dunia dan akhirat kepada – Nya, dibandingkan orang yang hanya memohon kebaikan dalam urusan duniawi semata. Lalu Allah berfirman : وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُوْلُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار" " doa ini meliputi berbagai kebaikan di dunia dan menjauhkan segala bentuk kejahatan. Kebaikan di dunia mencakup segala permintaan yang bersifat duniawi, berupa kesehatan, rizki yang melimpah, istri yang cantik dan sholihah, ilmu yang bermanfaat, amal sholih, dan sebagainya yang tercakup dalam ungkapan para mufassir, dan diantara berbagai pendapat para mufassir itu tidak ada pertentangan, karena semuanya termasuk dalam kategori kebaikan duniawi.
Sedangkan mengenai kebaikan akhirat, maka yang tertinggi adalah masuk surga dan segala cakupannya berupa rasa aman dari ketakutan yang sangat dahsyat, kemudahan hisab dan berbagai kebaikan urusan akhirat yang lainnya.
Sedangkan keselamatan dari api neraka, dapat diartikan sebagai perlindungan dari hal – hal yang menyebabkan kita masuk ke dalam neraka, misalnya : perlindungan dari berbagai larangan dan dosa, terhindar dari berbagai hal yang syubhat bahkan haram, dan lain – lain.
Al – Qasim Abu Abdur Rahman mengatakan, “ Barangsiapa yang dianugerahi hati yang suka bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir, dan diri yang sabar, berarti ia telah diberikan kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta dilindungi dari adzab neraka, oleh karena itu, sunnah Rasulullah menganjurkan doa tersebut”[3]
Dalam kitab tafsir yang lain dijelaskan bahwa maksud ayat (dan diantara mereka ada pula yang berdo`a, “ Ya Tuhan kami! Berilah kami (di dunia kebaikan), artinya nikmat, (di akhirat kebaikan) yakni surga, (dan peliharalah kami dari siksa neraka.”)  yakni dengan tidak memasukinya. Ini merupakan lukisan tentang keadaan orang – orang musyrik dan keadaan orang – orang beriman, yang tujuannya ialah supaya kita mencari dua macam kebaikan dunia dan akhirat, sebagaimana telah dijanjikan akan beroleh pahala dari sisi Allah swt.[4]
Dalam kitab al - Maraghy dijelaskan bahwasanya yang dimaksud dengan kebaikan di dunia yaitu kesehatan, wanita / istri yang sholihah, anak – anak yang berbakti, ilmu serta pengetahuan. Sedangkan kebaikan di akhirat yang dimaksud adalah surga atau ru`yatillah ta`ala pada hari kiamat .[5]
Kata منهم  dalam ayat ini berarti orang yang mencari kebaikan di dunia dan di akhirat secara keseluruhan, para mufassir berselisih pendapat mengenai arti/maksud dari “kebaikan” tersebut, apakah kebaikan tersebut diartikan sebagai kesehatan, kecukupan, istri yang sholihah, anak yang berbakti, harta yang baik, ilmu pengetahuan, ataupun ibadah dan ketaatan. Yang jelas, " حَسَنَةٌ " diartikan sebagai kehidupan yang baik, jika kita melihat pada kehidupan seseorang yang baik, maka kehidupannya pun akan bahagia di dunia.  Maka barangsiapa yang berdoa kepada Allah dengan doa yang ijmal / umum, maka memintalah pada kebahagiaan di dunia dan akhirat serta kehidupan yang baik dalam keduanya dengan membaca ayat ini :      " رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار " [6]
Al – Qurthuby juga berkata bahwa Ibnu Juraih berkata: telah disampaikan kepadaku bahwasanya ada perintah agar orang – orang muslim lebih memperbanyak do`a pada tempat waqof ayat ini " رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار "[7]
Dalam kitab tafsir Ibn Abi Zamanin dijelaskan bahwa lafadz هُمْ adalah merujuk pada orang – orang yang beriman. Mengenai yang dimaksud dengan kebaikan di dunia menurut Hasan adalah ketaatan pada Allah, dan kebaikan di akhirat yang dimaksud  adalah pahala. Sedangkan sebagian ulama` berpendapat bahwa kebaikan di dunia adalah segala sesuatu yang merupakan kesenangan hidup di dunia, salah satu yang termasuk dari kesenangan tersebut yaitu istri yang sholihah.[8]
Sufyan Tsauri dalam kitabnya menjelaskan bahwa kebaikan di dunia yang dimaksud adalah rizqi yang baik dan amal yang bermanfaat di dunia, sedang kebaikan di akhirat yang dimaksud adalah surga.[9]
Rasulullah SAW. menjelaskan bahwasanya jika kita menginginkan dunia, akhirat serta keduanya maka wajib  atas kita untuk berilmu. Hal itu telah termaktub dalam hadits Rasulullah SAW. sebagai berikut :
 مَنْ أَرَادَ الدُّ نْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الْأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
“ barangsiapa yang menghendaki ( kebahagiaan hidup ) dunia maka wajib baginya untuk berilmu, barangsiapa yang menghendaki ( kebahagiaan hidup ) akhirat maka wajib baginya untuk berilmu dan barangsiapa yang menghendaki ( kebahagiaan hidup ) dalam keduanya maka wajib pula baginya untuk berilmu.”
Dari berbagai penafsiran para mufassir mengenai ayat tersebut, kami menyimpulkan bahwa kebaikan ( حَسَنَةٌ ) dalam bentuk apapun tanpa didasari ilmu, niscaya tidak akan terwujud. Baik berupa kebaikan duniawi yang berupa kesejahteraan, kesehatan, ketentraman hidup, kemakmuran, dan lain sebagainya. Apalagi kebaikan di akhirat tidak akan tercapai tanpa adanya pengetahuan yang memadai. Karena segala bentuk keinginan dan cita – cita tidak akan terwujud tanpa adanya usaha dan pengetahuan untuk mencapai keinginan dan cita – cita itu sendiri.
Dari kesimpulan di atas muncul permasalahan, mengapa ada orang jadzab itu mayoritas sejarahnya justru disebabkan karena dalamnya  ilmu yang dimiliki oleh orang tersebut ? lantas dimanakah letak tujuan ilmu yang menjanjikan kebaikan di dunia, kesejahteraan, ketentraman hidup, kemakmuran dan lain sebagainya itu, karena secara kasat mata orang yang jadzab itu dipandang rendah oleh masyarakat yang latar belakangnya adalah masyarakat awam ? Jawabannya tidak lain dan tidak bukan adalah bahwasanya tingkat kebaikan di dunia itu relatif, artinya anggapan orang yang satu dengan orang yang lain terhadap masalah kebaikan di dunia itu berbeda – beda, seperti halnya para mufassir yang menafsirkan arti kebaikan di dunia itu dengan berbagai macam penafsiran yang berbeda antara satu dengan yang lain. Orang yang awam mungkin memandang orang jadzab sebagai suatu kehinaan karena mereka mengartikan kebaikan di dunia sebatas pada hal – hal yang bersifat materiil semata, sedangkan orang jadzab –yang mana mereka telah memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah sebab keilmuannya- memandang bahwa kebaikan di dunia itu lebih dari hal – hal itu semua. Mungkin saja orang jadzab sudah mencapai kenikmatannya tersendiri dengan apa yang dilakukan mereka tersebut. Yang jelas, hanya mereka sendiri yang bisa merasakannya, karena tingkat derajat kedekatan mereka dengan Allah berbeda dengan derajat orang awam.  Jadi, walaupun orang – orang memandang mereka dengan pandangan hina, tetapi mereka sudah merasa bahagia dengan hidupnya yang seperti itu.
Selain itu, kami juga dapat menarik kesimpulan bahwasanya tujuan dari pelaksanaan pendidikan itu sendiri adalah agar terserapnya ilmu pengetahuan dalam diri kita, yang mana  ilmu pengetahuan itulah yang nantinya akan mengantarkan kita pada kebaikan di dunia dan  pada akhirnya juga akan membimbing kita untuk menuju kebaikan / kebahagiaan hakiki di akhirat nanti.
·         QS. Ali `Imron : 110
Dalam QS. Ali `Imron ayat 110, Allah memberitahukan mengenai umat Muhammad saw, bahwa mereka adalah sebaik – baik umat seraya berfirman,"   " كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ “ kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia”
Imam al – Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. mengenai ayat ini. Ia berkata: “ kalian adalah sebaik – baik manusia untuk manusia lain. Kalian datang membawa mereka dengan belenggu yang yang melilit di leher mereka sehingga mereka masuk islam.”
Demikian juga yang dikatakan oleh Ibnu `Abbas, Mujahid, `Athiyyah al `Aufi, `Ikrimah, `Atha` dan Rabi` bin Anas. Karena itu Allah berfirman,
                                 " تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِوَتُؤْمِنُوْنَ بِاللَّهِ"
“ Menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada Allah”
Imam Ahmad  meriwayatkan dari Durrah binti Abu Lahab, ia berkata, ada seorang berdiri menghadap Nabi saw, ketika itu beliau berada di mimbar,lalu orang itu berkata, “ Ya Rasulullah, siapakah manusia terbaik itu ? Beliau bersabda: ‘ sebaik –baik manusia adalah yang paling hafal al – Qur`an, paling bertaqwa kepada Allah, paling giat menyuruh berbuat yang ma`ruf dan paling gencar mencegah kemunkarandan paling rajin bersilaturahmi diantara mereka’ ” (HR. Ahmad)
Yang benar bahwa ayat ini bersifat umum mencakup seluruh umat pada setiap generasi berdasarkan tingkatannya. Dan sebaik – baik generasi mereka adalah sahabat Rasulullah saw, kemudian setelah mereka, lalu generasi berikutnya.
Dalam musnad Imam Ahmad, Jaami` at – Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, dan  Mustadrak  al Hakim, diriwayatkan dari Hakim bin Muawiyah bin Haidah, dari ayahnya, ia berkata, Rasulullah saw bersabda :
(أَنْتُمْ تُوَفُّوْنَ سَبْعِيْنَ أُمَّةً، أَنْتُمْ خَيْرُهَا، وَأَنْتُمْ أكْرَمُهَا عَلَى اللّهِ عَزَّوَجَلَّ )
Kalian sebanding dengan 70 umat dan kalian adalah sebaik – baik dan semulia – mulia umat bagi Allah swt.”
Hadits tersebut masyhur, dan dinyatakan hasan oleh at – Tirmidzi.
Umat ini menjadi sang juara dalam menuju kepada kebaikan tiada lain karena nabinya, Muhammad saw. sebab beliau adalah makhluk paling terhormat dan Rasul yang paling mulia di hadapan Allah swt. Beliau diutus Allah dengan syari`at yang sempurna nan agung yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi atau rasul sebelumnya. Maka pengamalan sedikit dari manhaj dan jalannya menempati posisi yang tidak dicapai oleh pengamalan banyak dari manhaj dan jalan umat lainnya.[10]
Dalam kitab tafsir Al – Muniir, Allah mengabarkan mengenai umat Islam bahwasanya mereka adalah sebaik – baiknya umat, selagi mereka mau memerintah dalam kebaikan dan mencegah dari kemunkaran serta beriman kepada Allah swt dengan iman yang sebenar - benarnya dan sempurna. Dalam hal ini, amar ma`ruf nahi munkar lebih didahulukan daripada iman kepada Allah karena keduanya menunjukkan keutamaan kaum muslimin daripada kaum yang lain. Jadi, kebaikan dan keutamaan akan senantiasa menaungi umat muslim selagi mereka beriman kepada Allah dengan haqqul iman dan selalu mengajak pada kema`rufan serta mencegah dari kemunkaran.[11]
Dalam tafsir al – Mishbah jilid II dijelaskan bahwa ayat ini mengemukakan kewajiban berdakwah pada hakikatnya lahir dari kedudukan umat ini sebagai sebaik – baik umat, umat terbaik itu adalah umat Muhammad saw. Pada tafsir ini tidak membatasi pengertian umat / ummah hanya pada kelompok manusia tetapi seluruh makhluk di alam. Juga mengartikan kata ini digunakan untuk menunjukkan semua kelompok yang dihimpun sesuatu seperti agama yang sama, waktu yang sama, dan sebagainya.[12]
Departemen Agama RI dalam penafsirannya mengenai ayat ini menjelaskan bahwasanya ayat ini mengandung suatu dorongan kepada kaum mukminin  supaya tetap memelihara sifat – sifat utamanya seperti yang disebutkan dalam ayat itu dan supaya mereka tetap mempunyai semangat yang tinggi. Umat yang paling baik di dunia adalah umat yang mempunyai dua macam sifat, yaitu mengajak kebaikan serta mencegah kemunkaran, dan senantiasa beriman kepada Allah swt. Semua sifat itu telah dimiliki oleh kaum muslimin pada zaman nabi dan telah menjadi darah daging dalam diri mereka karena itu mereka menjadi kuat dan jaya. Dalam waktu yang singkat mereka telah dapat menjadikan seluruh tanah Arab tunduk dan patuh di bawah naungan Islam, hidup aman dan tenteram di bawah panji – panji keadilan, padahal mereka sebelumnya adalah umat yang berpecah belah selalu berada dalam suasana kacau dan saling berperang antara sesama mereka. Ini adalah berkat keteguhan iman dan kepatuhan mereka menjalankan ajaran agama dan berkat ketabahan dan keuletan. Mereka menegakkan amar ma`ruf dan nahi munkar. Iman yang mendalam di hati mereka selalu mendorong untuk berjihad dan berjuang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Jadi, ada dua syarat sebaik – baik umat di dunia, sebagaimana diterangkan dalam ayat ini, pertama iman yang kuat dan kedua menegakkan amar ma`ruf nahi munkar. Maka setiap umat yang memiliki kedua sifat ini, pasti umat itu jaya dan  mulia. Apabila kedua sifat ini diabaikan dan tidak diperdulikan lagi, maka tidak dapat disesalkan bila umat itu jatuh ke lembah kemlaratan.[13]
Selanjutnya, Allah menerangkan bahwa Ahli Kitab itu jika beriman tentulah itu lebih baik bagi mereka. Tetapi sedikit sekali diantara mereka yang beriman seperti Abdullah bin Salam dan kawan – kawannya, dan kebanyakan mereka adalah orang – orang yang fasiq, tidak mau beriman. [14]
Dari penafsiran para mufassir tersebut, kami menyimpulkan bahwasanya tujuan pelaksanaan pendidikan sesuai yang tersirat dalam ayat ini yaitu mencetak generasi peserta didik agar menjadi sebaik – baiknya umat, yang bermanfaat bagi umat yang lain. Diantara kemanfaatan tersebut bisa dilakukan dengan cara amar ma`ruf , nahi munkar antar sesama. Dalam ayat ini juga terdapat kunci dari kejayaan pada masa Nabi Muhammad  saw, yaitu keteguhan keimanan kapada Allah serta sifat amar ma`ruf nahi munkar tersebut.
Jika dikaitkan dengan  pendidikan, maka tujuan pendidikan yaitu menyiapkan generasi agar  benar – benar menjadi sebaik – baik umat seperti yang diharapkan seluruh umat pada umunya.









BAB III
KESIMPULAN

Islam sangat mementingkan pendidikan. Individu – individu peserta didik  yang beradab akan terbentuk jika kita dapat mewujudkan sistem pendidikan yang baik dan berkualitas dan pada akhirnya akan memunculkan kehidupan sosial yang bermoral.
Al – Qur`an dan Al – Hadits pun telah menjelaskan beberapa dalil berkenaan dengan kewajiban  pelaksanaan pendidikan, tujuan dari pendidikan itu sendiri, bagaimana metode pendidikan yang benar serta berbagai hal yang berkaitan dengan pendidikan.
Sesuai dengan tujuan pendidikan yang kita bahas dalam makalah ini dan korelasinya dengan salah satu ayat dalam al – Qur`an maka kami menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan yang tersirat dalam QS. Al – Baqarah : 201 pada hakikatnya adalah untuk mencapai kebaikan di dunia serta tidak meninggalkan kebaikan di akhirat kelak. Sedangkan dalam  QS. Ali `Imran : 110 dijelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu untuk menyiapkan peserta didik agar mampu menjadi sebaik – baik umat yang mampu dalam mengerjakan amar ma`ruf nahi munkar, sehingga dengan begitu para peserta didik akan bermanfaat bagi seluruh umat pada umumnya dan kehidupan sosial yang bermoral pun akan tercapai.









DAFTAR PUSTAKA
Al – Qur`an dan terjemahannya
Kitab Tafsir al – Jalalain
Kitab Tafsir Ibnu Katsir
Kitab Tafsir al – Maraghy
Kitab Tafsir al – Manaar
Kitab Tafsir Ibn Abi Zamanin
Kitab Tafsir Ibnu Juraij
Kitab Tafsir Sufyan ats - Tsauri
Kitab Tafsir al – Muniir


[1] Al – Qur`anul Karim dan Terjemahnya
[2] Al – Qur`anul Karim dan Terjemahnya
[3]  Kitab tafsir Ibnu Katsir juz 2, hlm. 396 - 397
[4] Kitab tafsir Jalalain, hlm. 32
[5] Kitab tafsir al - Maraghy
[6] Kitab tafsir al - Manaar
[7] Kitab tafsir Ibnu Juraij, hlm. 46
[8]  Kitab tafsir ibn Abi Zamanin, hlm. 212
[9]  Kitab tafsir Sufyan ats – Tsauri, hlm. 65
[10]  Kitab tafsir Ibnu Katsir juz 4, hlm. 110 - 111
[11]  Kitab tafsir al – Muniir, hlm. 363

No comments:

Post a Comment

RANGKUMAN MATERI TEKNIK PENULISAN KARYA ILMIAH LENGKAP

A.    Konsep Karya Ilmiah Karya ilmiah terbentuk dari kata “karya” dan “ilmiah”. Karya berarti kerja dan hasil kerja dan ilmiah berari ...