Sunday, 6 November 2016

Makalah Masail Fiqhiyah Zakat Profesi


BAB I
PENDAHULUAN

a.       Latar Belakang
Istilah Zakat Profesi belum dikenal di zaman Rosulullah SAW bahkan hingga masa berikutnya selama ratusan tahun. Bahkan kitab-kitab Fiqih yang menjadi rujukan umat ini pun tidak mencantumkan pembahasan bab zakat profesi didalamnya.
Harus diingat bahwa meski di zaman Rosulullah SAW telah ada beragam profesi, namun kondisinya berbeda dengan zaman sekarang dari segi penghasilan. Dizaman itu penghasilan yang cukup besar dan dapat membuat seseorang menjadi kaya berbeda dengan zaman sekarang. Diantaranya adalah berdagang, bertani, dan berternak. Sebaliknya, di zaman sekarang ini berdagang tidak otomatis membuat pelakunya menjadi kaya, sebagaimana juga bertani dan berternak. umumnya petani dan peternak di negeri kita ini termasuk kelompok orang miskin yang hidupnya masih kekurangan.
Dan sebaliknya, profesi-profesi tertentu yang dahulu sudah ada, tapi dari sisi pendapatan saat itu tidaklah merupakan kerja yang mendatangkan materi besar. Di zaman sekarang ini justru profesi-profesi inilah yang mendatangkan sejumlah besar harta dalam waktu yang singkat. Seperti Dokter Spesialis, Arsitek, Komputer Programer, Pengacara, dan sebagainya. Nilainya bisa ratusan kali lipat dari petani dan peternak miskin di desa-desa. Dan anjuran orang kaya(yang hidup serba kecukupan) untuk mengeluarkan sebagian hartanya kepada orang miskin ada didalam Al-Qur’an dan Hadist, seperti dalam surat QS. Al-Baqarah : 267.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…” (QS Al Baqarah [2]:267)

b.      Rumusan Masalah
·         Bagaimana pengertian zakat profesi itu?
·         Siapa saja ulama yang mendukung zakat profesi dan bagaimana pendapatnya?
·         Bagaimana ketentuan nishab zakat profesi
c.       Tujuan
·         Mengetahui apa pengertian dari zakat profesi
·         Mengetahui pendapat para ulama yang mendukung zakat profesi
·         Mengetahui ketentuan nishab zakat profesi





















BAB 1
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Zakat
1.      Menurut Etimologi
Dari  segi bahasa kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakah, “keberkahan” al-namma “pertumbuhan dan perkembangan” al-thoharoh, “kesucian”. Menurut pendapat Hasbuallah Bakry, dalam bukunya yang berjudul Islam Indonesia, yang dimaksud Zakat menurut bahasa dari kata zaka, tuzakki, tazkiyah, zakat yang mempunyai arti membersihkan atau mensucikan yang bukan haknya.[1]
2.      Menurut terminologi
Sedangkan kalau dilihat dari istilah syari’at, Zakat adalah bagian wajib yang telah ditentukan baik waktunya (nisab), dan memberikanya kepada orang yang berhak menerimanya.[2] Dan dalam kitab fatul Qorib (terjemah) ada delapan golongan yang wajib menerima zakat.
وتدفع الزكاةإليالأصناف  الثمانيةالذين ذكرهم الله تعالي في كتابه العزيزفي قوله تعالي :(أنما الصدقات للفقراء والمساكين والعاملين عليها والمؤلغة قلوبهم وفي الرقاب والغرمين وفي سبيل الله وابن السبيل)
“Zakat harus diberikankepada delapan golongan yang telah disebutkan oleh Allah dalam firman-NYA: sesungguhnya zakat itu hanya diberikan kepada orang-orang fakir, orang-orang miskin, para pekerja urusan zakat,(amil zakat), mu’allaf (orang yang masuk islam), hamba sahaya yangsedang mnebus dirinya untuk jadi orang merdeka, orang-orang yang punya hutang (karna kepentingan agama), orang yang berperang untuk agamanya Allah (tanpa gaji dari pemerintah), dan musyafir yang kehabisan bekal dalam perjalanannya.”[3]

B.     Zakat Profesi atau Keahlian Jasa
Zakat profesi merupakan istilah yang muncul baru-baru ini, Zakat perofesi menurut ulama salaf biasa disebut dengan”al-mal al-mustafad” yang termasuk zakat profesi adalah profesi yang dihasilkan dari perofesi non zakat yang dijalani, seperti gaji honorarium baik pegawai negeri ataupun swasta, dokter, guru, konsultan dan yang lainnya, ataupun rejeki yang tidak terduga seperti undian, ataupun hadiah(yang penting tidak mengandung unsur judi).
Zakat profesi ini masih menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan ulama namun banyak ulama kontemporer lebih memilih untuk mewajibkannya zakat perofesi menganut madzhab Hanafiyah yang memberikan keluasaan dalam kriteria harta yang wajib di zakati.
DanUmumnnya Ulama Hijaz seperti Syaikh Abdullah bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin, dan lainnya tidak menyetujui zakat profesi. Bahkan Syaikh Dr. Wahbah Az-Zuhaily pun menolak keberadaanzakat profesi sebab zakat itu tidak pernah dibahas oleh para ulama salaf sebelum ini. Umumnya Kitab Fiqih Klasik memang tidak mencantumkan adanya zakat profesi.[4]

C.     Ulama yang Mendukung Zakat profesi
a.       Dr. Yusuf Al-Qaradawi
Tidak bisa dipungkiri bahwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi adalah salah satu icon yang paling mempopulerkan zakat profesi. Beliau membahas masalah ini dalam buku beliau Fiqh Zakat yang merupakan disertasi beliau di Universitas Al-Azhar, dalam bab زكاة كسب العمل و المـهن الحرة (zakat hasil pekerjaan dan profesi).Sesungguhnya beliau bukan orang yang pertama kali membahas masalah ini. Jauh sebelumnya sudah ada tokoh-tokoh ulama seperti Abdurrahman Hasan, Syeikh Muhammad Abu Zahrah, dan juga ulama besar lainnya seperti Abdul Wahhab Khalaf.Namun karena kitab Fiqhuz-Zakah itulah maka sosok Al-Qaradawi lebih dikenal sebagai rujukan utama dalam masalah zakat profesi. Inti pemikiran beliau, bahwa penghasilan atau profesi wajib dikeluarkan zakatnya pada saat diterima, jika sampai pada nishab setelah dikurangi hutang. Dan zakat profesi bisa dikeluarkan harian, mingguan, atau bulanan.[5]
b.      Dr. Abdul Wahhab Khalaf dan Syeikh Abu Zahrah
Dalam kitab Fiqhuzzakah, Al-Qaradawi tegas menyebutkan bahwa pendapatnya yang mendukung zakat profesi bukan pendapat yang pertama. Sebelumnya sudah ada tokoh ulama Mesir yang mendukung zakat profesi, yaitu Abdul Wahhab Khalaf dan Abu Zahrah.[6]Abdul Wahab adalah seorang ulama besar di Mesir (1888-1906), dikenal sebagai ahli hadits, ahli ushul fiqih dan juga ahli fiqih. Salah satu karya utama beliau adalah kitab Ushul Fiqih, Ahkam Al-Ahwal Asy-Syakhshiyah, Al-Waqfu wa Al-Mawarits, As-Siyasah Asy-Syar'iyah, dan juga dalam masalah tafsir, Nur min Al-Islam. Tokoh ulama lain yang disebut oleh Al-Qaradawi adalah guru beliau sendiri, yaitu Syeikh Muhammad Abu Zahrah (1898- 1974). Beliau adalah sosok ulama yang terkenal dengan pemikirannya yang luas dan merdeka, serta banyak melakukan perjalanan ke luar negeri melihat realitas kehidupan manusia.
Tulisan beliau tidak kurang dari 30 judul buku, salah satunya yang terbesar adalah Mukjizat al-Kubra al-Quran”. Buku ini merupakan mukadimah dalam beliau mengarang tafsir al-Quran. Namun tafsir ini tidak sempat disempurnakan kerana beliau meninggal dunia terlebih dahulu. Buku lainnya adalah Tarikh Al-Madzahib Al-Islamiyah, Al-'Uqubah fi Al-Fiqh Al-Islami, Al-Jarimah fi Al-Fiqh Al-Islami.
c.       Majelis ulama Indonesia (MUI)
MUI memandang bahwa setiap pendapatan wajib dikeluarkan zakatnya, seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal. Baik pendapatan itu bersifat rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti agamana naskah disertasi doktor yang diajukannya. Guru Besar IPB dan Ketua
dokter, pengacara,konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya. Bila syarat terpenuhi yaitu telah mencapai nishab dalam satu haul , yakni senilai emas 85 gram, maka zakat wajib dikeluarkan. Kadar zakat penghasilan menurut MUI adalah adalah 2,5%.[7]
d.       Majelis Tarjih Muhammadiyah
Musyawarah Nasional Tarjih XXV yang berlangsung pada tanggal 3 – 6 Rabiul Akhir 1421 H bertepatan dengan tanggal 5 – 8 Juli 2000 M bertempat di Pondok Gede Jakarta Timur dan dihadiri oleh anggota Tarjih Pusat. Lembaga ini pada intinya berpendapat bahwa Zakat Profesi hukumnya wajib. Sedangkan nisabnya setara dengan 85 gram emas 24 karat. Ada pun kadarnya sebesar 2,5 %.[8]
e.       Dr. Didin Hafidhuddin
Di Indonesia, salah satu icon zakat profesi yang terkenal adalah Dr. Didin Hafidhuddin, Umum BAZNAS ini mencoba mendefinisikan profesi ialah setiap keahlian atau pekerjaan apapun yang halal, baik yang dilakukan sendiri maupun yang terkait dengan pihak lain, seperti seorang pegawai atau karyawan. Didin memberikan mekanisme pengambilan hukum zakat profesi dengan menggali pada teks al-Quran, dan dengan menggunakan metode qiyas.[9]
f.       Qurais Shihab
Quraish Shihab juga termasuk yang menudukung wajibnya zakat profesi. Hal itu bisa kita baca dari tulisannya antara lain : Menjawab pertanyaan 100 tentang keIslaman yang patut anda ketahui.
D.    Dalil Pendukung Zakat Profesi
a)      Dalil pertama
Ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum yang mewajibkan semua jenis harta untuk dikeluarkan zakatnya, seperti dalam Q.S Al-Baqarah:267
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّاأَخرَجنَا لَكٌم مَّنَ اٌلأَرضِ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang telah kami keluarkan dari bumi untuk kamu”[10]
Dalam ayat tersebut, Allah menegaskan bahwa segala hasil usaha yang baik-baik wajib dikeluarkan zakatnya. Dalam hal ini termasuk juga penghasilan (gaji) dari profesi sebagai dokter, konsultan,seniman, akunting, notaries, dan sebagainya. Imam Ar-Razi berpendapat bahwa apa yang dimaksud dengan “hasil usaha” tersebut meliputi semua harta dalam konsep menyeluruh, yang dihasilkan oleh kegiatan atau aktivitas manusia. Karena itu nash ini mencakup semua harta, baik yang terdapat di zaman Rasulullah SAW, baik yang sudah diketahui secara langsung, maupun yang dikiaskan kepadanya.
Muhammad bin Sirin dan Qathadaah sebagaimana dikutip dalam Tafsier Al-Jaami’ Li Ahkaam Al-Qur’an menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kata-kata “Amwaal” (harta) pada QS. Adz-Zaariyaat (51) : 19, adalah zakat yang diwajibkan, artinya semua harta yang dimiliki dan semua penghasilan yang didapatkan, jika telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat, maka harus dikeluarkan zakatnya. (Tafsir Al-Jaami’ Li Ahkaam Al-Qur’an Juz I : hal. 310-311).
b)      Dalil kedua
Berbagai pendapat para Ulama terdahulu maupun sekarang, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda. Sebagian dengan menggunakan istilah yang bersifat umum yaitu “al-Amwaal”, sementara sebagian lagi secara khusus memberikan istilah dengan istilah “al-maal al-mustafad” seperti terdapat dalam fiqh zakat dan al-fiqh alislamy wa Adillatuhu.
Sekelompok sahabat berpendapat bahwa kewajiban zakat kekayaan tersebut langsung, tanpa menunggu batas waktu setahun. Diantara mereka adalah Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Mu’awiyah, Shadiq, Baqir, Nashir, Daud, dan diriwayatkan juga Umar bin Abdul Aziz, Hasan, Zuhri, serta Auza’i.[11]
Pendapat-pendapat dan sanggahan-sanggahan terhadap pendapat-pendapat itu telah ditulis dalam kitab-kitab, misalnya al-Muhalla oleh Ibnu Hazm, jilid 4 : 83 dan seterusnya al-Mughni oleh Ibnu Qudamah jilid 2 : 6, Nail-Authar jilid 4 : 148, Rudz an-Nadzir jilid 2 : 41, dan Subul as-Salam jilid 2 : 129.
c)      Dalil ketiga
Dari sudut keadilan yang merupakan cirri utama ajaran Islam penetapan kewajiban zakat pada setiap harta yang dimiliki akan terasa sangat jelas, dibandingkan dengan hanya menetapkan kewajiban zakat pada komoditi-komoditi tertentu saja yang konvensional. Petani yang saat ini kondisinya secara umum kurang beruntung, tetap harus berzakat, apabila hasil pertaniannya telah mencapai nishab. Karena itu sangat adil pula, apabila zakat inipun bersifat wajib pada penghasilan yang didapatkan para dokter, konsultan, seniman, akunting, notaries, dan profesi lainnya.[12]

d)     Dalil keempat
Sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia, khususnya dalam bidang ekonomi, kegiatan penghasilan melalui keahlian dan profesi ini akan semakin berkembang dari waktu ke waktu. Bahkan akan menjadi kegiatan ekonomi yang utama, seperti terjadi di Negara-negara industry sekarang ini. Penetapan kewajiban zakat ke
padanya, menunjukkan betapa hukum Islam sangat aspiratif dan responsive terhadap perkembangan zaman. Afif Abdul Fatah Thabari menyatakan bahwa aturan dalam Islam itu bukan saja sekedar berdasarkan pada keadilan bagi seluruh umat manusia, akan tetapi sejalan dengan kemaslahatan dan kebutuhan hidup manusia, sepanjang zaman dan keadaan, walaupun zaman itu berbeda dan berkembang dari waktu ke waktu (Ruuh al-Dien al-Islamy, hal. 300).[13]

E.     Nishab Zakat Profesi
Dalam sebuah buku karangannya KH. Ihya’ Ulumudin pengasuh pondok pesantren Nurul Haromain, Pujon malang : yang berjudulRisalah Zakat dan Puasa, adalah 2,5% dari nisab satu haul.[14]
Seperti ini kalau di perhitungkan harta yang tersimpan atau nishab, maka sudah dikenakan wajib zakat, dengan perhitungan :2,5% x total gaji satu tahun (satu haul).
Dan menurut Majlis Ulama Indonesia(MUI) mengatakan kalau orang wajib membayar zakatnya. Bila syaratnya terpenuhi yaitu telah mencapai nishab dalam satu haul , yakni senilai emas 85 gram, maka zakat wajib dikeluarkan. Kadar zakat penghasilan menurut MUI adalah adalah 2,5%.[15]



                
BAB III
KESIMPULAN

Zakat adalah bagian wajib yang telah ditentukan baik waktunya (nisab), dan memberikanya kepada orang yang berhak menerimanya. Sedangkan untuk Zakat perofesi menurut ulama salaf biasa disebut dengan”al-mal al-mustafad” yang termasuk zakat profesi adalah profesi yang dihasilkan dari perofesi non zakat yang dijalani, seperti gaji honorarium baik pegawai negeri ataupun swasta, dokter, guru, konsultan dan yang lainnya, ataupun rejeki yang tidak terduga seperti undian, ataupun hadiah(yang penting tidak mengandung unsur judi).
Dari uraian pendapat para ulama di atas tidak bisa dipungkiri bahwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi adalah salah satu icon yang paling mempopulerkan zakat profesi. Akan tetapi jauh sebelumnya sudah ada tokoh-tokoh ulama seperti Abdurrahman Hasan, Syeikh Muhammad Abu Zahrah, dan juga ulama besar lainnya seperti Abdul Wahhab Khalaf. Namun karena kitab Fiqhuz-Zakah itulah maka sosok Al-Qaradawi lebih dikenal sebagai rujukan utama dalam masalah zakat profesi. Sedangkan di Indonesia sendiri Majelis ulama Indonesia (MUI) dan Majelis Tarjih Muhammadiyah berpendapat bahwa Zakat Profesi hukumnya wajib.
Untuk nishab dalam mengeluarkan zakat profesidalam sebuah buku karangannya KH. Ihya’ Ulumudin pengasuh pondok pesantren Nurul Haromain, Pujon malang : yang berjudulRisalah Zakat dan Puasa, adalah 2,5% dari nisab satu haul. Hal ini sesuai juga dengan pernyataan MUI,Kadar zakat penghasilan menurut MUI adalah adalah 2,5%.









DAFTAR PUSTAKA

Al-Qardawi, Yusuf, Fiqh al-Zakah, Kuala Lumpur: Islamic Book Trust, 1999.
Mustaqim, Anwar, Pandangan Yusuf Qordowi tentang Zakat Profesi, pdf.
Qardhawi, Yusuf, Zakat Profesi, pdf.
Sunarto, Ahmad, Fathul Qarib (terjemah), Jakarta: Al-Hidayah, 1991.
http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1434999850&=mengapa-para-ulama-masih-berbeda-pendapat-dalam-zakat-profesi.html


[1] Anwar Mustaqim, Pandangan Yusuf Qordowi tentang Zakat Profesi, pdf. Hlm. 8
[2] Ibid, hlm. 10
[3]Achmad Sunarto, Fat-hul Qorib (terjemah), Surabaya: Al-Hidayah,1991. Jilid 1. Hlm. 265-266
[6]Dr. Yusuf Qardhawi, Zakat Profesi, pdf. Hlm. 2-3
[9]Ibid.
[10]Anwar Mustaqim, Pandangan Yusuf Qordowi tentang Zakat Profesi, pdf. Hlm. 12
[11]Anwar Mustaqim, Pandangan Yusuf Qordowi tentang Zakat Profesi, pdf. Hlm. 4
[14]KH. Ihya’ Ulumudin, Risalah Zakat dan Puasa, Malang

No comments:

Post a Comment

RANGKUMAN MATERI TEKNIK PENULISAN KARYA ILMIAH LENGKAP

A.    Konsep Karya Ilmiah Karya ilmiah terbentuk dari kata “karya” dan “ilmiah”. Karya berarti kerja dan hasil kerja dan ilmiah berari ...