BAB I
PEMBAHASAN
1.
KETERKAITAN
ILMU TASAWUF DENGAN ILMU KALAM
Ilmu
kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang membicarakan tentang persoalan-peroalan
kalam Tuhan. Pembicaraan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik
rasional [aqliyah] maupun naqliyah.[1]
Argumentasi rasional yang dimaksud adalah landasan pemahaman berfikir
filosofis, sedangkan naqliyah adalah berupa dalil-dalil AL-Quran dan hadis. Ilmu
kalam sering menempatkan diri pada [aqli
dan naqli], menggunakan metode-metode argumentasi dialektik. Pembicaraan
kalam Tuhan pada keyakinan-keyakinan yang dipegang oleh umat islam, tauhid atau
ilmu ‘aqa’id.
Dalam
ilmu kalam tidak menyentuh dzauq
[rasa rohaniah]. Contoh,. Ilmu tauhid menerangkan bahwa Allah bersifat Sama’
[Mendengar], Bashar [Melihat], Kalam [Berbicara], Iradah [Berkemauan], Qudrah [Kuasa],
Hayat [Hidup] dsb. Ilmu kalam atau
ilmu tauhid tidak menjelaskan bagaimana seorang hamba dapat merasakan langsung
bahwa Allah mendengar dan melihat; dan bagaimana pula perasaan hati seseorang
dalam membaca Al- Quran; dan bagaimana seseorang merasa bahwah segala sesuatu
yang tercipta adalah Quadrah [Kekuasaan] Allah?
Pertanyaan-pertanyaan
diatas sulit terjawab dengan hanya melandasi diri pada ilmu tauhid atau ilmu
kalam. Biasanya, membicarakan penghayatan sampai kejiwaan manusia adalah ilmu
tasawuf. Merasakan nilai-nilai aqidah tidak hanya termasuk sunnah atau
dianjurkan, tetapi diwajibkan.
As-Sunnah
memberikan perhatian yang begitu besar terhadap masalah tadzawwuq, hadis Rasul:
ذَاقَ
طَعْمَ الاْءمَنْ رضيَ باِاللهِ رَبًّا وَ باِ لاْءِسْلاَمِ دِيْنَا وَ بِمُحَمَّدِ
رَسُوْلاَّ.
(رواه
مسلموالترمذى).[2]
Artinya:
“Yang merasakan rasa iman adalah
orang yang rida kepada Allah sebagai
Tuhan, rida kepada Islam sebagai agama, dan rida kepada Muhammad sebagai
Rasul”.
Dalam
hadis lain, Rasulullah pun pernah mengungkapkan:
ثَلاُ
ثً مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَحَلاَ وَةَالاْءِيْمَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ
أَحَبَّ عَبْدًالاَيُحِبُّهُ اِلاَّلِلهِ عَزَّوَجَلَّ وَمَنْ
يَكْرَهُ أَنْ يَعُوْدَ فِ الْكُفْرِ
بَعْدَاِذْأَنْقَذَ هُ اللهُ مِنْهُ كَمَايَكْرَهُ أَنْ يُلْقَ فِ النَّارِ. (روه
اأبخ رى ومسام وغيرهما)
Artinya:
“Ada tiga perkara dimana orang
dapat merasakan lezatnya iman: orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih
dari yang lain; orang yang mencintai hamba karena Allah; dan orang yang takut
kembali kepada kekufuran seperti ketakutan untuk dimasukkan kedalam api
neraka”.[3]
Definisi
iman pada ilmu kalam adalah:
1. kekufuran
dan manifestasinya
2. kemunafikan
dan batasannya.
Pada ilmu tasawuf:
Jalan
atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman, menyelamatkan
diri dari kemunafikan. Tidak hanya diketahui batas-batasnya saja pada
seseorang. Sebab, terkadang seseorang sudah tahu batasan-batasan kemunafikan,
tetapi tetap saja melaksanakannya. Firman Allah:
قاَ
لَتِ اٌلاَعَرَابُ امَنَّا قُلْ لَمْ تُئوْ مِنُ الكِنْ قُوْلُوّْاأَسْلمْنَا
وَلَمَّا يَدْخُلِ اٌلاِيْمَانُ فِيْ قُلُوْبِكُمْ وَاِنْ تُطِيْعُوْااللهَ
وَرَسُوْلَهُ لاَيَلِتٌكُمْ مِنْ اَعْمَالِكُمْ شَشيْأً. اِنَّ اللهَ
غَفُوْرُرَّحِيْمُ. (احجرت: )
Artinya:
“Orang-orang
Arab Badui itu berkata, ‘Kami telah beriman’. Katakanlah, ‘Kamu belum beriman,’
tapi katakanlah, ‘Kami telah berislam(tunduk).’ Karena iman itu belum masuk
kedalam hatimu.”[4]
Ath-Thabrani,
dalam Kitab Al-Kabir, meriwayatkan
hadis sahih dari Ibnu Umar r.a Ia berkata:
كُنْتُ
عِنْدَالنَّبِيَّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذْجاَءَهُ حُرْ مَلَةُ بْنُ
زَيْدٍفَجًلسَ بَيْنَ يَدَ يْ رَسُوْ لِ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ
فَقَلَ: يَا رَسُوْ لَ اللهِ. اَلاْءِمَ يْماَنُ هَهُنَا. وَأَشَا رَبِيَدَيْهِ
إِلىَ لِسَ نِهِ. وَالْنِفَاقُ هَهُنَا.وَعَشَارَبِيَدِهِ إِلىَ صَدْرِهِ وَلاَ
يَذْكُرُاللهَ إِلاَّقَلِيْـلاً. فَسَكَتَ عَنْهُ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ. فَرَدَّدَ ذَ لِكَ عَلَيْهِ.وَسَكَتَ حُرْمــَلَةُ. فَأَخَذَالنَّبِيُّ
بِطَرْفِ لِسـَانِ حُرْمَلَةَ. فَقَالَ: اَللَّهُمَّ اجْعَلْ لَهُ لِسَــانًاصَادِ
قَاوَقَلْبــًاشَاكِرًاوَارْذُ قْهُ حُبِّيْ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّنِيْ
وَصَيِّرْأَمْرَهُ إِلىَ اخَيْرِ. فَقَالَ حُرْمَلَهُ: يَارَسُوْلَ اللهِ؛إِنَّ
لِيْ إِخْوَانًامُنَافِقِيْنَ كُنْتُ فِيْهِمْ رَأْسًـاأَفَلاَأَدُلُّكَ
عَلَيْهِمْ؟ فَقَالَــ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:لاَ,مَنْ
جَاءَنَاكَمـَاجِئْتَنَـااِسْـتَفغْفَرْنَالَهُ كَمَاجِئْتَنَـااسْتَغْفَرْنَالَكَ
وَمَنْ أَصَرَّعَلَى ذَ نْبِهِ فَاللهُ أَوْلىَ بِهِ وَلاَتَخْرُقْ عَلَى أَحَدٍ
سِتْرًا (رواه الطبرانى).
Artinya:
“Pada
suatu kesempatan saya bersama Nabi. Tidak lama kemudian beliau didatangi
Hurmalah bin Zaid. Ia duduk dihadapan Nabi seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah,
iman itu di sini (sambil mengisyaratkan pada lisannya) dan kemunafikan itu di
sini (seraya menunjuk dadanya). Kami tidak pernah mengingat Allah, kecuali
sedikit. Rasulullah mendiamkannya maka Hurmalah mengulangi ucapannya, lalu
Rasulullah SAW memegang Hurmalah seraya berdoa, ‘Ya Allah, jadikanlah untuk dia
lisan yang jujur dan hati yang bersyukur, kemudian jadikanlah dia mencintai dan
mencintai orang yang cinta kepadaku, dan jadikanlah semua itu menjadi baik’.
Kemudian, Hurmalah berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku mempunyai banyak teman yang
munafik, dan aku adalah pemimpin mereka, tidakkah aku beri tahu nama-nama
mereka kepadamu? Rasulullah SAW menjawab, siapa yang datang kepada kami, kami
akan mengampuninya sebagaimana kami mengampunimu, dan siapa yang berketetapan
hati untuk melaksanakan agamanya maka Allah lebih utama baginya, janganlah
menembus tirai (hati) seseorang!”[5]
Fungsi
kaitan ilmu kalam dengan ilmu taswuf sbb:
1.
Wawasan
spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam dengan hati [dzauq dan wijdan] ilmu tauhid atau ilmu
kalam pada perbuatan. Ilmu tasawuf adalah penyempurnaan ilmu tauhid jika
dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah
ilmu tauhid.
2.
Sebagai
pengendali ilmu tasawuf. Maka timbul suatu aliran bertentangan dengan akidah,
atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al-Quran dan
As-Sunnah, merupakan penyimpangan atu penyelewengan. Tidak diriwayatkan dalam
Al-Quran dan As-Sunnah atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama-ulama salaf,
hal itu harus ditolak.
3.
Pemberi
kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam.
Amalan-amalan
tasawuf mempunyai pengaruh besar dalam ketauhidan. Contoh, jika rasa sabar
tidak ada, akan muncul kekufuran. Jika
Dengan
ilmu tasawuf, semua kajian yang berada dalam kajian ilmu tauhid terasa lebih
bermakna, tidak kaku, tetapi akn lebih dinamisdan aplikatif.
2. HUBUNGAN TASAWUF
DENGAN FILSAFAT
Berkembangnya
ilmu tasawuf di dunia Islam tidak dapat dinafikan sebagai sumbangan pemikiran
kefilsafatan.
Sebagian
ahli tasawuf mengatakan, an-nafs
[jiwa] roh bersatu dengan jasad. Penyatuan roh dengan jasad melahirkan pengaruh
yang ditimbulkan oleh jasad terhadap ruh dan muncul kebutuhan-kebutuhan jasad
yang dibangun roh.
Jika jasad tidak memiliki tuntutan-tuntutan
yang tidak sehat dan di situ tidak terdapat kerja pengekangan nafsu, sedang
kalbu [qalb, hati] tetap sehat,
tuntutan-tuntutan jiwa terus berkembang, sedangkan jasad menjadi binasa karena
melayani jiwa.[6]
3. HUBUNGAN TASAWUF
DENGAN FIQH
Kitab-kitab
fiqh selalu dimulai dengan thaharah [tata
cara bersuci], dan persoalan- persoalan fiqh lainnya. Keterangan: ilmu fiqh
tentang thaharah atau lainnya tidak
secara langsung terkait dengan nilai-nilai rohanian. Thaharah terasa bermakna jika disertai pemahaman kerohaniannya.
Ilmu fiqh akan sempurnah dengan Ilmu tasawuf, karna memberikan corak batinia
terhadap ilmu fiqh. Corak yang dimaksud adalah seperti ikhlas dan khusyuk.Ilmu
tasawuf dan ilmu fiqh adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi. Ilmu
tasawuf mampu menumbuhkan hukum-hukum fiqih. Karna, pelaksanaan kewajiban
manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan kerohanian. Firman Allah dalam
Al-Quran surat Al-Jatsiyah ayat 18.
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيْعَةٍ
مِنَ الْأَمْرِفَاثَّبِعْهَا وَلاَثَثَّبِعْ اَهْوَاّءَالَّذِ يْنَ
لاَيَعْلَمُوْنَ.
Artinya:
“Kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama)
itu, maka ikutilah syariat itu janganlah kamu nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui.”[7]
Al-Junaid
dikutip Sa’id Hawwa yaitu: menuduh sesat yang menjadikan wushul
(mencapai) Allah sebagai tindakan untuk melepaskan diri dari hokum-hukum
syariat. Ia menegaskan bahwa “betul mereka sampai, tetapi ke neraka saqar.”[8]
4. HUBUN0GAN
TASAWUF DENGAN ILMU JIWA
Dalam
percakapan sehari-hari, orang banyak mengaitkan unsur kejiwaan dalam diri
manusia. Dalam jiwa yang dimaksud adalah jiwa manusia muslim, tidak lepas dari
sentuhan-sentuhan keislaman.
Hubungan
dan relevansi yang sangat erat antara spiritualitas [tasawuf] dan ilmu jiwa:
1.
Ilmu kesehatan
mental
2.
Kajian tasawuf
selalu berkaitaan dengan kejiwaan manusia.
Dalam
pandangan kaum sufi, ahklak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang
berkuasa atas dirinya. Jika yang berkuasa dalam tubuh adalah nafsu-nafsu hewani
atau nabati, yang tampil dalam prilakunya adalah prilaku hewani atau nabati
pula. Sebaliknya, jika yang berkuasa adalah nafsu insani, maka prilakunya insani
pula.
Keterangan:
Masalah
mental ahli psikologi melakukan penelitian antara kelakuan dan keadaan mental.
Hasil- hasil yang memberikan kesimpulan tegas, membagi manusia dua golongan
besar. Sehat dan kurang sehat. Mental adalah semua unsur jiwa termasuk pikiran,
emosi, sikap, (attitude), dan perasaan.[9]
1. Sehat
mentalnya adalah mampu merasakan kebahagiaan hidup, dan menganggap dirinya
berguna, berharga, dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal
mungkin dengan cara membawa kebahagiaan dirinya dan orang lain. Mampu
menyesuaikan diri dalam arti luas terhindar dari gelisa dan gangguan jiwa,
serta tetap terpelihara moralnya.
2. Orang
kurang sehat mentalnya sangatlah luas, mulai dari yang ringan sampai yang
berat; merasa terganggu ketentraman hatinya sampai orang sakit jiwa.
Gejala-gejalah umum:
a. Perasaan:
terganggu, tidak tentram, gelisa, tetapi yang digelisakan tidak tentu, dan
tidak dapat menghilangkannya; rasa takut tidak masuk akal, rasa iri, rasa sedih
yang tidak beralasan, rasa rendah diri, sombong, suka bergantung pada orang
lain, tidak bertanggu jawab dan sebagainya.
b. Pikiran:
gangguan pada kesehatan mental, mis: anak-anak menjadi bodoh di sekolah,
pemalas, pelupa, suka membolos, tidak kosentrasi, termasuk orang dewasa.
c. Kelakuan:
tidak baik, seperti kenakalan, mencuri menyiksa orang lain, membunuh, merampok,
dan menganiaya orang lain.
d. Kesehatan:
penyakit jasmani akibat jiwa yang tidak tentram [psyco-somatic]. Gejalanya:
sakit kepala, merara lemas, letih, sering masuk angin, tekanan darah tinggi
atau rendah, jantung, sesak napas, sering pingsan [kejang], bahkan sakit kepala
berat, lumpuh sebagian anggota badan, lidah kelu, dsb.[10]
Sesungguhnya
pada diri manusia yang tidak tenang hatinya, karena hatinya jauh dengan
Tuhannya. Orang yang dekat dengan tuhannya kepribadiannya akan baik.
Ahmad Mubarok
menjelaskan titik singgung antara Psikologi Barat dengan Psikologi Islam pada
studi tentang manusia adalah satu-satunya makhluk yang menjadi subjek dan objek
sekaligus. Yang menarik minat manusia adalah manusia itu sendiri. Ada tiga
pertanyaan abadi pada manusia yang tidak pernah terjawab tuntas sepanjang
sejarah manusia, yaitu dari mana, mau kemana, dan untuk apa manusia hidup
dimuka bumi ini, min aina, ila aina dan
li madza.
Kesimpulan:
Ilmu tasawuf adalah suatu ilmu yang sangat
penting dimiliki manusia karena dengan ilmu tasawuf jiwa kita lebih tenang dan
damai. Dan bertasawuf bukanlah harus dengan bertarikat tapi hakikat ilmu
tasawuf adalah pembinaan jiwa kerohanian sehingga bisa berhubungan dengan Allah
sedekat mungkin.Tasawuf tidak dapat lepas dari
keterkaitannya dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti ilmu kalam, ilmu
fiqh, filsafat, dan ilmu jiwa.
a) Hubungan Ilmu
Tasawuf dengan ilmu kalam adalah Kebenaran dalam Tasawuf berupa tersingkapnya
(kasyaf) Kebenaran Sejati (Allah) melalui mata hati. Tasawuf menemukan
kebenaran dengan melewati beberapa jalan yaitu: maqom/at, hal (state) kemudian
fana'.
Sedangkan kebenaran dalam Ilmu Kalam berupa diketahuinya kebenaran ajaran agama melalui penalaran rasio lalu dirujukkan kepada nash (al-Qur'an & Hadis).
Sedangkan kebenaran dalam Ilmu Kalam berupa diketahuinya kebenaran ajaran agama melalui penalaran rasio lalu dirujukkan kepada nash (al-Qur'an & Hadis).
Pada ilmu kalam ditemukan
pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta
kemunafikan dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan
jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman. Sebagaimana
dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan. Semua itu tidak
cukup hanya diketahui batasan-batasannya oleh seseorang. Sebab terkadang
seseorang sudah tahu batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja
melaksanakannya.
Fungsi kaitan ilmu kalam dengan ilmu tasawuf :
Sebagai pemberi wawasan spiritual dalam
pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam lewat hati terhadap ilmu kalam
menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan
demikian, ilmu Tasawuf merupakan penyempurna ilmu kalam.
b) Hubungan Ilmu
Tasawuf dengan ilmu filsafat, Tasawuf adalah pencarian jalan ruhani,
kebersatuan dengan kebenaran mutlak dan pengetahuan mistik menurut jalan dan
sunnah. Sedangkan filsafah tidak dimaksudkan hanya filsafah peripatetic yang
rasionalistik, tetapi seluruh mazhab intelektual dalam kultur Islam yang telah
berusaha mencapai pengetahuan mengenai sebab awal melalui daya intelek.
Filsafat terdiri dari filsafat diskursif (bahtsi) maupun intelek intuitif (dzawqi)..
c) Hubungan Ilmu
Tasawuf dengan Ilmu Fiqih adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi.
Setiap orang harus menempuh keduanya, dengan catatan bahwa kebutuhan
perseorangan terhadap kedua disiplin ilmu ini sangat beragam,
sesuai
dengan kadar kualitas ilmunya. Dari sini dapat dipahami bahwa ilmu fikih,
yang terkesan sangat formalistik – lahiriyah,
menjadi sangat kering, kaku, dan tidak mempunyai makna bagi penghambaan
seseorang jika tidak diisi dengan muatan kesadaran rohaniyah yang dimiliki ilmu
tsawuf. Begitu juga sebaliknya, tasawuf akan terhindar dari sikap-sikap “merasa
suci” sehingga tidak perlu lagi memperhatikan kesucian lahir yang diatur dalam
ilmu fikih.
8
d) Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Jiwa adalah Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa
dengan badan. Tujuan yang dikendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa
dan badan dalam tasawuf adalah terciptanya keserasian antar keduanya.
Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi untuk melihat
sejauh mana hubungan prilaku yang diperaktekan manusia dengan dorongan yang
dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu terjadi, dari sini terlihatlah
perbuatan itu berakhlak baik atau sebaliknya.
9
Daftar
Pustaka
Ilmu Tasawuf,
(Pustaka Setia Bandung, T.th) hlm.95-96
Hadis Riwayat Muslim dan Tirmizi, Ilmu Tasawuf, (Pustaka Setia
Bandung, T.th) hlm.96.
Hadis Riwayat
Al-Bukhari, Muslim, dan yang lainnya. Ilmu Tasawuf, (CV Pustaka Setia, T.th),
hlm. 97-98.
Al-Quran Surat Al-Hujarat, ayat 14.
Ath-Thabrani,
Al-Mu’jam Al-Kabir, Maktabah Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1980, jilid IV, hlm.
5.
Hawwa, Tarbiyatuna Ar-Ruhiyyah, Ilmu
Tasawuf, (CV Pustaka Setia, T.th) hlm. 63-64.
Al-Quran
Surat Al-Jatsiyah ayat 18.
Sa’id Hawwa, Tarbiyatuna Ar-Ruhiyyah,
Darusalem, Mesir, 1417/1997, hlm.72-73.
Darajat Zaskiah, Pendidikan Agama dan
Pembinaan Mental, Bulan Bintang, (Jakarta,1982), hlm. 38-39.
Ibit, hlm. 38-41.[11]
2 Hadis Riwayat Muslim dan Tirmizi, Ilmu
Tasawuf, (Pustaka Setia Bandung, T.th) hlm.96
1
3 Hadis
Riwayat Al-Bukhari, Muslim, dan yang lainnya. Ilmu Tasawuf, (CV Pustaka Setia,
T.th), hlm. 97-98.
2
[9] Darajat Zaskiah, Pendidikan Agama dan
Pembinaan Mental, Bulan Bintang, (Jakarta,1982), hlm. 38-39.
6
No comments:
Post a Comment