BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Di Indonesia, sepertinya banyak
sekali yang mengenal istilah qunut dalam masalah ibadah. Doa qunut yang sudah
dianggap sebagai sebuah kewajiban sepertinya selalu dilaksanakan oleh sebagian
kaum muslimin di Indonesia karena mereka merasa tanpa qunut subuh, maka tidak
afdhal ibadah subuhnya.
Namun, ada sebagian ummat Islam yang
rupanya berang karena menganggap bahwa hal itu adalah bid’ah yang sesat. Mereka
mencela pelaku qunut sebagai ahlul bid’ah yang menyesatkan.
Dalam
masalah khilafiyah atau perbedaan hasil ijtihad di kalangan ulama’ dengan dalil
dhanny adalah suatu yang wajar. Namun yang ironi bila masalah khilafiyah
dinilai bid’ah dan yang bid’ah dinilai khilafiyah, bahkan masalah wajib, sunnah
dan mubah juga dianggap bid’ah, seiring dengan munculnya ulama’ yang tidak
faqih, kelompok ahli bid’ah bertendensi pembaharuan, faham kerdil bertendensi
modenisasi, serta munculnya aliran-aliran sempalan yang berseberangan dengan
islam.
Makalah
ini mengajak kita untuk memahami hukum-hukum islam secara sempurna, profesional
dan tidak tendensial pada aliran atau sekte manapun. Sejumlah masalah yang
kerap kali diperselisihkan di kalangan ulama’ dan kini justru ada yang
menilainya bid’ah, diangkat dan dibahas secara profesional, obyektif dan
mendalam.
Semua
ini dengan harapan agar masyarakat memahami masalah agama secara benar dan
tidak menjadikan suatu perbedaan pendapat sebagai jurang pemisah di antara
sesama muslim, selama perbedaan itu masih dalam koridor syari’at islam.
B.
Tujuan
Tujuan dituliskannya makalah ini
adalah untuk menambah pengetahuan kita tentang Hukum Membaca Qunut Dalam Shalat
BAB II
PEMBAHASAN
HUKUM MEMBACA QUNUT DALAM SHALAT
A.
PENGERTIAN QUNUT
Kata qunut berasal dari kata bahasa
arab “قنت – يقنت –قنوتا “ yang artinya ta’at atau tunduk
atau patuh, hal itu sejalan dengan firman Allah :
Artinya: “Dan barangsiapa diantaramu
sekalian (istri-istri Nabi) tetap ta’at kepada Allah dan rasul-Nya dan
mengerjakan amal shalih, niscaya kami memberikan kepadanya pahala dua kali
lipat dan kami sediakan baginya rizqi yang mulia”.QS. Al-Ahzab: 31
Firman Allah:
“Hai Maryam, ta’atlah kepada
Tuhanmu, sujud dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ ”(Ali Imron : 43)
Firman Allah:
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang
imam yang dapat dijadikan teladan, lagi patuh kepada Allah dan konsekwen dan
sekali-kali bukan termasuk orang-orang yang mempersekutukanAllah” (An-Nahl:
120)
Lafadh
“qunut” secara bahasa juga diartikan berdiri lama baik dalam shalat atau dslsm
berdo’a. juga diartikan lama dalam perang dan lama dalam ibadah haji.
Lama berdiri dalam melakukan shalat,
maksudnya adalah shalat dilakukan dengan khusu’ dan tuma’ninah, tidak
terburu-buru. Itulah maksud qunut menurut bahasa seperti tersebut dalam Hadits
“Sebaik-baik shalat adalah yang tidak terburu-buru” (Mu’jam al-Wasith II/761)
Lafadh
qunut dalam segi bahasa yang berarti patuh atau ta’at atau tunduk disebutkan
dalam sejumlah ayat al-Qur’an diantaranya : {Surat Al-Ahzab:31 dan 35. Surat
An-Nahl: 120. Surat Ali Imron: 17. Surat At-Tahrim: 12 dan Surat
Al-Baqarah:116}.
“Peliharalah segala shalatmu dan
peliharalah shalat wustha. Berdirilah karena Allah dalam shalatmu dengan
khusyu’ ” (Al-Baqarah : 238)
Adapun
qunut menurut syara’ adalah berdiri lama membaca do’a qunut dalam shalat.
{Mu’jam Al-Wasith II/671}
Anas bin Malik ra, berkata:
أنّه صلّى الله عليه وسلّم رفع يديه فى القنوت. رواه البيهقى (سنن البيهقي ج 2
ص 211)
B.
MACAM – MACAM QUNUT
Dalam
syari’at islam ada tiga qunut, semuanya dilakukan Nabi SAW, dan dianjurkan
melakukannya pada waktu dan posisinya masing-masing. Ketiga macam qunut
tersebut adalah :
1. Qunut Subuh
Qunut
subuh adalah membaca do’a qunut yang dianjurkan membacanya setelah bangun dari
ruku’ raka’at terakhir shalat subuh. Namun terdapat perbedaan diantara ulama’
tentang hukuma membaca do’a qunut dalam shalat subuh.
Madzhab
Hanafi
Ulama’
madzhab hanafi berpendapat bahwa hanya dianjurkan membaca do’a qunut pada
shalat witir saja dan tidak dianjurkan membaca do’a qunut pada shalat subuh,
selain qunut nazilah dalam shalat jahriyah {bacaan keras}. Menurutnya, bila
imam membaca do’a qunut dan makmumnya memilih tidak qunut dalam shalat subuh,
sebaiknya makmum diam mendengarkan bacaan qunut imam. Juga dikatakan oleh
ulama’ senior madzhab hanafi yaitu Muhammad. Sedangkan Abu Yusuf yang juga
ulama’ senior madzhab hanafi mengatakan, bila imam membaca qunut dalam shalat
subuh dan makmum memilih tidak qunut, makmum dianjurkan mengikuti qunut imam,
karena makmum wajib mengikuti imam. {Al-Badai’ I/273. Al-Lubab I/78. Fathu
Al-Qadir I/303. Ad-Durru Al-Muhtar I/626-628}.
Pendapat
ini menilai bahwa qunut subuh telah ditinggalkan oleh Nabi SAW sesuai hadits
Ibnu Mas’ud ra, yang menerangkan bahwa Nabi SAW qunut selama satu bulan
kemudian beliau meninggalkannya.
شيبة والطحاوي (نصب الراية ج 2 ص 127)
Dari Ibnu Mas’ud ra, ia berkata:
Bahwa Nabi SAW, membaca do’a qunut dalam shalat subuh selama satu bulan kemudian
beliau meninggalkannya. HR. Al-Bazzar, Thabarani, Ibn Syaibah dan Thahawi.
{Nasbu al-Rayah II/128}
Namun
yang dimaksud qunut yang ditinggalkan Nabi SAW adalah qunut nazilah, bukan
qunut subuh, sesuai pendapat yang rojih. Hadits lain yang juga mereka pakai
alasan bahwa qunut subuh telah di nasakh (hapus) adalah sejumlah hadits
berikut.
عن مالك الآشجعى رضي الله عنه قال : أنّ أباه صلّى خلف رسول الله صلّى الله
عليه وسلّم وأبى بكر وعمر وعثمان وعليّ، فلم يقنت واحد منهم. رواه أحمد والترمذي
وصححه وابن ماجة (نيل ألوطار ج 2 ص 133 والفقه الإسلامي وأدلّته ج 1 ص 810)
Dari
Malik al- Asyja’I ra ia berkata: Bahwa ayahnya shalat bermakmum dibelakang Nabi
Muhammad SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra, tidak seorangpun diantara
mereka yang membaca qunut. HR. Ahmad dan Tirmidzi dan di tashih Ibnu Majah.
{Nailul Authar II/133 dan al-Fiqh al-Islamy wa-adillatuhu I/810}
عن أنس ابن مالك رضي الله عنه قال : أنّ النّبي صلّى الله عليه وسلّم قنت شهرا
ثمّ تركه . رواه أحمد (الفقه الإسلامي وأدلّته ج 1 ص 810 ونيل الأوطار ج 2 ص 123 )
Anas ibn Malik ra, ia berkata:
Adalah Nabi SAW qunut selama satu bulan kemudian beliau tinggalkan. HR. Ahmad
{Al-Fiqh al-Islamy wa-adillatuhu I/810 dan Nailul Authar II/123}
عن أنس رضي الله عنه قال: كان القنوت فى المغرب والفجر. رواه البخارى (الفقه
الإسلامي وأدلّته ج 1 ص 180 ونيل الأوطار ج 2 ص123)
Anas bin Malik ra, ia berkata:
Adalah qunut itu pada shalat maghrib dan shalat subuh. HR. Bukhari. {al-Fiqh
al-Islamy wa-adillatuhu I/180 dan Nailul Authar II/123}
Sejumlah
hadits tersebut menerangkan tentang qunut nazilah dan bukan qunut subuh.
Anjuran membaca qunut dalam shalat subuh terdapat hadits yang menerangkannya,
bukan hadits di atas. Nabi SAW qunut nazilah selama satu bulan kemudian beliau
tinggalkan, setelah mendapat teguran dari Allah. Nabi SAW juga qunut nazilah
pada setiap waktu termasuk dalam shalat subuh dan maghrib seperti disebutkan
dalam hadits diatas. Hadits berikut ini menguatkan bahwa yang ditinggalkan Nabi
SAW adalah qunut nazilah bukan qunut subuh. Nabi SAW meninggalkan qunut nazilah
setelah mendapat teguran dari Allah, seperti disebutkan dalam hadits dari Abu
Hurairah ra, ia berkata:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : كان النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم يقول حين
يفرغ من صلاة الفجر من القراءة ويكبّر ويرفع رأسه "سمع الله لمن حمده ربّنا
ولك الحمد" ثمّ يقول وهو قائم : اللّهمّ انج الوليد ابن الوليد، وسلمة ابن
هشام وعياش ابن ربيعة، والمستضعفين من المسلمين والمؤمنين : اللّهمّ اشدد وطأتك
على مضرّ واجعل عليهم كسني يوسف. اللّهمّ العن لحيان ورعلان وذكوان وعصيّة عصت
الله ورسوله" ثمّ بلغنا أنّه ترك ذلك لمّا نزل قوله تعالى "ليس لك من
الأمر شيئ أو يتوب عليهم أو يعذّبهم فإنّهم ظالمون" رواه مسلم (صحيح مسلم ج 5
ص 176-177)
Dari
Abu Hurairah ra, ia berkata: “Adalah Nabi SAW berdo’a ketika selesai membaca
ayat al-qur’an dan takbir serta bangun dari ruku’ membaca “sami’allahu liman
hamidah” pada shalat subuh kemudian membaca do’a sambil berdiri “Ya Allah
bebaskanlah Al-Walid bin Walid dan Salamah bin Hisyam, Ilyas ibnu Abi Rab’iah
dan orang-orang yang lemah dari kaum muslimin. Ya Allah berikanlah hukuman yang
berat kepada Mudhar, jadikanlah tahun mereka seperti tahun-tahun Nabi Yusuf. Ya
Allah laknatlah Lihyan, Ri’lan, Dzakwan dan Ushaiyyah yang telah durhaka kepada
Allah dan rasul-Nya”. Kemudian sampai kepada kami berita yang mengatakan bahwa
Nabi SAW telah meninggalkan qunut nazilah setelah turun surat {Ali imran:128}
“Tidak ada hak bagimu Muhammad dalam urusan mereka itu, atau Allah menerima
taubat mereka atau menghukumnya, karena sesungguhnya mereka itu adalah
orang-orang yang dhalim” HR. Muslim {Shahih Muslim IV/176-177}
Berdasarkan
hadits tersebut, sangat jelas bahwa qunut yang ditinggalkan Nabi SAW yang
pernah dilakukan selama satu bulandalam sejumlah waktu shalat, termasuk dalam
shalat subuh, kemudian beliau tinggalkan adalah qunut nazilah bukan qunut
subuh. Qunut subuh tidak dinaskh (dihapus) dengan hadits manapun dan hukumnya
sunnah.
Madzhab
Maliky
Ulama’
madzhab Maliky berpendapat bahwa sunnah qunut pada shalat subuh dan makruh
membaca qunut selain qunut pada shalat subuh. {Al-Syarhu al-Shagir I/331.
Al-Syarhu al-Kabir I/248 dan al-Qawanin al-Fiqhiyyah hal. 61}. Do’a qunut yang
dipilih oleh Imam Malik yaitu do’a qunut Ibnu Umar yaitu:
اللّهمّ إنّا نستعينك ونستهديك ونستغفرك ونتوب إليك، ونؤمن بك ونتوكّل عليك،
ونثنى عليك الخير كلّه، نشكرك و نكفّرك ونخلع ونترك من يفجرك، اللّهمّ إيّاك نعبد
ولك نصلّى ونسجد وإليك نسعى ونحفد، نرجو رحمتك ونخشى عذابك، إنّ عذابك الجدّ
بالكفّار ملحق.
Bacaan qunut tersebut berdasarkan hadits dari Khalid Ibn Abi Imran ra.
عن خالد بن أبى عمران رضي الله عنه قال : "بينما رسول الله صلّى الله
عليه وسلّم يدعو على مضر، إذجاءه جبريل، فأومأ إليه أن اسكت فسكت، فقال : يا
محمّد، إنّ الله لم يبعثك سبّابا ولا لعّانا، وإنّما بعثك رحمة للعالمين، ليس لك
من الأمر شيئ، ثمّ علّمه القنوت : اللّهمّ إنّا نستعينك ..." أخرجه أبو داود
فى المراسيل (نصب الراية ج 2 ص 135)
Khalid
ibn Abu Imran ra, ia berkata: Pada saat Nabi SAW berdo’a untuk Mudhar,
tiba-tiba datang Malaikat Jibril,maka beliau memberi isyarah pada saya agar
diam, maka diam.Malaikat Jibril berkata: “Muhammad SAW, Allah SWT tidak
mengutusmu sebagai orang pencaci dan pelaknat, namun Allah mengutusmu sebagai
pembawa rahmat bagi alam semesta, tidak ada hak bagimu sedikitpun tentang hal
itu, kemudian diajarkan membaca do’a qunut “Allaahumma innaa nasta’iinuka....”
HR. Abu Dawud dalam al-Marasil. {Hadits ini shahih, lafadznya mauquf, tetapi
hukumnya marfu’. Diriwayatkan Abu Dawud dalam al-Marasil XIII/184. Al-Baihaqy
dalam as-Sunan al-Kubra II/210 dari jalan Abu Wahab dari Mu’awiyah bin Shalih
dari Abdul Qahir, dari Khalid bin Abi Imran dan lihat Nasbu al-Royah juz II/135
dan al-Fiqhu al-Islamy wa-adillatuhu I/811}
Para
sahabat sepakat atas do’a qunut tersebut, maka lebih baik membacanya. Boleh
memilih do’a qunut lainnya dan boleh pula menggabungkannya. {al-Fiqhu al-Islamy
wa-adillatuhu juz I hal. 811}
Madzhab Syafi’i
Ulama’
madzhab syafi’i berpendapat bahwa sunnah membaca do’a qunut dalam shalat subuh
yaitu dilakukan setelah bangun dari ruku’ raka’at yang terakhir. Imam Syafi’i
berpendapat qunut subuh sunnah muakkadah karena Nabi SAW mengerjakannya setiap
shalat subuh sepanjang hayatnya. Maka bila lupa tidak qunut dianjurkan sujud
syahwi. {Mughni al-Muhtaj I/166. Al-Majmuk Syarh al-Muhadzab II/490.
Al-Muhadzab I/81. Hasyiyah al-Bajuriy I/168}
Do’a
yang dipilih Imam Syafi’i adalah do’a qunut yang masyhur yang biasa dibaca Nabi
Muhammad SAW, dan para sahabatnya dalam shalat subuh dan witir yaitu:
اللّهمّ اهدني فيمن هديت، وعافني فيمن عافيت، وتولّني فيمن تولّيت، وبارك لي
فيما أعطيت، وقني شرّ ما قضيت، فإنّك تقضي ولا يقضى عليك، وإنّه لا يضلّ من واليت،
ولا يعزّ من عاديت، تباركت ربّنا وتعاليت، فلك الحمد على ما قضيت أستغفرك وأتوب
إليك، وصلّى الله على سيّدنا محمّد النبيّ الأميّ وعلى اله وصحبه وسلّم.
Terdapat
sejumlah dalil yang menerangkan dianjurkan membaca do’a qunut dalam shalat
subuh diantaranya adalah:
Nabi
SAW bila shalat subuh beliau mengangkat kedua tangan dan membaca do’a qunut
“Allaahummahdinii fiman hadait……”
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : كان رسول الله إذا رفع رأسه من الركوع من
صلاة الصبح في الرّكعة الثّانية رفع يديه فيدعو بهذا الدّعاء : اللّهمّ اهدني فيمن
هديت...."رواه الحاكم وقال : صحيح وزاد البيهقي فيه عبارة : فلك الحمد على ما
قضيت" رواه البيهقي عن ابن عباس (سبل السّلام ج 1 ص 187). وزاد البيهقي
والطبراني "ولا يعزّ من عاديت" (سبل السّلام ج 1 ص 186)
Dari
Abu Hurairah ra, ia berkata: Adalah Nabi SAW bila bangun dari ruku’ dalam
shalat subuh pada raka’at yang kedua beliau mengangkat kedua tangannya dan
membaca do’a qunut “Allaahummahdinii fiiman hadaiit....” HR. Hakim dan berkata:
hadits shahih dan ditambahkan dalam hadits tersebut lanjutan do’a “Falakal
hamdu ‘alaa maa qadlait..” HR. Baihaqi dan Ibnu Abbas. {Subulus salam juz
I/188} dan Imam Al-Baihaqi dan Thabarani menambahkan: “Walaa yaizzu man
‘adait”. {Subulus salam I/186}
Nabi
SAW mengajarkan do’a qunut yang dibaca dalam qunut subuh sama dengan qunut
shalat witir yaitu “Allaahummahdinii fiiman hadait....” Sesuai Hadits
diceritakan al-Hasan bin Ali ra, ia berkata : Adalah Nabi SAW mengajarkan
padaku do’a yang dibaca pada qunut witir yaitu:
اللّهمّ اهدني فيمن هديت، وعافني فيمن عافيت، وتولّني فيمن تولّيت، وبارك لي
فيما أعطيت، وقني شرّ ما قضيت، وإنّك تقضى ولا يقضى عليك ولا يضلّ من واليت تباركت
ربّنا وتعاليت. رواه الخمسة (سبل السّلام ج 1 ص 362)
“Ya Allah berikanlah kami petunjuk
bersama orang-orang yang Engkau beri petunjuk. Sehatkan kami bersama
orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan. Berilah kami pertolongan
orang-orang yang telah Engkau beri pertolongan. Berkatilah kami pada apa yang
telah Engkau karuniakan kepada kami. Jagalah diri kami dari kejahatan
–kejahatan yang telah Engkau tetapkan. Karena Engkaulah yang menetapkan dan
tidak ada yang menetapkan. Tidak akan terhina orang yang telah Engkau beri
pertolongan. Maha Mulia Engkau Wahai Tuhan Yang Maha Tinggi” HR. Khamsah.
Nabi
SAW tidak pernah meninggalkan membaca qunut pada setiap shalat subuh hingga
akhir hayatnya. Sesuai hadits Anas bin Malik ra.
عن أنس ابن مالك رضي الله عنه قال : أنّ النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم قنت
شهرا يدعو عليهم ثمّ ترك فأمّا في الصبح فلم يزل يقنت حتّى فارق الدّنيا. رواه
البيهقي والدار قطني (المجموع ج 3 ص 504)
Anas
ibn Malik ra, berkata: Bahwa Nabi SAW qunut nazilah satu bulan penuh, kemudian
beliau tinggalkan qunut nazilah tersebut. Adapun qunut subuh beliau tidak
meninggalkannya sampai akhir hayatnya. HR. Baihaqy dan Daruquthniy. {Hadits ini
lemah, namun dapat dipakai hujjah karena didukung hadits yang lain.
Madzhab
Hambali
Ulama’
madzhab Hambali berpendapat seperti imam Abu Hanifah, bahwa dianjurkan qunut
dalam shalat witir saja dan tidak dianjurkan dalam shalat lainnya selain qunut
nazilah dalam shalat jahriiyah {bacaan keras} pada waktu tertentu. Bila imam
membaca qunut, makmum dianjurkan mengamininya sambil mengangkat kedua
tangannya, setelah selesai agar menyapukan kedua tapak tangannya pada wajahnya.
{Al-Mughni I/151-155. Kasy-Syaaf al-Qona’ I/490-494}
Pandangan
ulama’ seputar qunut subuh
Terdapat
sejumlah pandangan para ulama’ tentang hukum membaca do’a qunut dalam shalat
subuh. Berikut pandangan mereka:
Dalam
kitab Al-Mahalliy disebutkan. Syaikh Jalaluddin al-Mahalliy mengatakan: “Dan
sunnah qunut pada i’tidal raka’at kedua pada shalat subuh membaca
“Allahummahdinii...” {Al-Mahalliy I/157}
Dalam
kitab Syarah Al-Muhadzab disebutkan imam Nawawi mengatakan: “Dan termasuk
sunnah Nabi SAW qunut pada shalat subuh pada raka’at kedua berdasarkan hadits
Anas ibnu Malik” {Al-Majmuk syarah al-Muhadzab III/492}
Dalam
kitab I’anatut Thalibin Syaikh Syatha mengatakan: Dan sunnah qunut pada shalat
subuh, berdasarkan hadits shahih, bahwa Nabi SAW qunnut subuh sampai akhir
hayatnya. {I’anutut Thalibin I/158}
Dalam
kitab Al-Um juz I halaman 205 disebutkan: Imam Syafi’i mengatakan “Tidak
dianjurkan membaca do’a qunut selain pada shalat subuh, kecuali qunut nazilah,
bila terjadi bencana. Bila imam qunut, dianjurkan qunut bila dikehendaki pada
setiap shalat” {al-Um I/205}
Maksudnya
adalah bahwa qunut hanya dianjurkan pada shalat subuh, tidak pada setiap shalat
lima waktu, kecuali qunut nazilah maka dilakukan pada setiap shalat lima waktu
bila imam melakukannya.
Tersebut
dalam kitab Syarah al-Muhadzab juz II halaman 492, imam Nawawi mengatakan: “Dan
adalah termasuk sunnah Nabi SAW qunut pada shalat subuh pada raka’at yang kedua
berdasarkan pada hadits dari Anas bin Malik” {al-Majmu’ III/492}
Dalam
kitab Al-Aziz syarah al-Wajiz disebutkan adalah al-Qasim Abdul karim bin
Muhammad al-Rafi’ mengatakan: sunnah hukumnya qunut pada shalat subuh. {al-
Aziz syarah al-Wajiz hal. 412}
Dalam
kitab Bujairimi disebutkan “Yang sunnah muakkadah dalam shalat adalah Tasyahud
Awal dan Qunut Subuh”. {al-Bujairimi II/44}
Dalam
kitab Nihayatuz Zain disebutkan: Syaikh Nawawi al- Banteniy mengatakan: “Dan
sesungguhnya sunnah qunut pada shalat subuh yaitu pada i’tidal raka’at kedua,
setelah membaca do’a yang biasa” {Nihayatuz-zain hal. 66}
Pendapat
sebagian kalangan
Terdapat
sebagian kalangan yang menilai bahwa membaca do’a qunut pada shalat subuh
bid’ah. Pendapat tersebut berdasarkan hadits palsu dari Thariq salah seorang
tabi’in atau yang dikenal dengan Sa’ad bin Thariq atau Abu Malik al-Asyja’i.
عن مالك الأشجعي رضي الله عنه قال : يا أبت إنّك قد صلّيت خلف النّبيّ صلّى
الله عليه وسلّم وأبي بكر وعمر وعثمان وعليّ ابن أبي طالب ههنا بالكوفة نحو خمسين
سنين، أكانوا يقنتون؟ فقال : أي بنيّ محدث. رواه أحمد والنسائي وابن ماجة والترمذي
وصححه في صحيحه ج 1 ص 192 وقال ابن العربي هذا حديث لم يصح (فقه السنة ج 2 ص 38)
Imam Tirmidzi perawi hadits tersebut
mengatakan: “Bahwa hadits itu lemah”. Hadits lemah tidak dapat dipakai dalil,
terlebih bila hadits tersebut bertentangan dengan hadits shahih yang justru
menganjurkan qunut subuh. Hadits tersebut menerangkan semua qunut bid’ah.
Terdapat
pula hadits dari Anas bin Malik ra, yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAW
tidak pernah membaca do’a qunut pada shalat subuh kecuali qunut nazilah.
عن أنس رضي الله عنه قال : أنّ النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم كان لايقنت فى
صلاة الصبح إلاّ إذا دعا لقوم او دعا على قوم. رواه ابن حبان والخطيب وابن خزيمة
وصححه (فقه السنة ج 2 ص 38)
Namun
hadits tersebut bertolak belakang dengan sejumlah hadits shahih yang
menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAWmembaca qunut dalam shalat subuh baik qunut
nazilah dan qunut subuh seperti disebutkan dalam hadits diatas.
Imam
Abu Bakar bin Arabiy yang terkenal dengan nama Ibnu Al-Arabiy memberi
keterangan demikian: “Bahwa benar bahwa Nabi SAW qunut dalam shalat subuh dan
benar bahwa Nabi SAW qunut sebelum ruku’ atau sesudah ruku’ dan benar bahwa
Nabi SAW qunut Nazilah dan begitupula para sahabat melakukan qunut di Madinah,
Sayyidina Umar mengatakan bahwa qunut sunnah hukumnya, yang demikian ini sudah
biasa dilakukan para sahabat di Masjid Madinah”. {Shahih Tirmidzi I/192}
Terdapat
hadits palsu yang juga dipakai alasan bagi yang mengatakan qunut subuh bid’ah
yaitu:
أنّه صلّى الله عليه وسلّم : نهى عن القنوت فى الصبح. رواه البيهقى
Ulama’
ahli hadits sepakat bahwa hadits tersebut palsu. Hadits palsu tidak dipakai
hujjah. Dalam kitab Mizanu al-I’tidal disebutkan: “Dalam rawi hadits ini
terdapat orang yang bernama Muhammad bin Ya’la, Anbasah bin Abdur rahman dan
Abdullah bin Rafi’ Muhammad bin Ya’la adalah orang Kufah. Imam Bukhari
mengatakan ia adalah orang yang ditinggalkan oleh ahli hadits {matruk}” {Mizan
al-I’tidal IV/70}
Dalam
kitab Mizan al-I’tidal juz II hal. 422 disebutkan: “Abdullah bin Abu Rafi’
adalah banyak meriwayatkan hadits palsu dan hadits mursal serta munkar” {Mizan
al-I’tidal II/422}
Imam
Daruquthniy mengatakan: “Muhammad bin Ya’la, Anbasah bin Abdurrahman dan
Abdullah bin Rafi’ perawi hadits tersebut adalah orang-orang yang lemah dan
riwayatnya tidak dapat dipercaya”.
2. Qunut Witir
Qunut
Witir adalah membaca do’a qunut pada raka’at terakhir setelah bangun dari ruku’
dalam shalat witir Ramadhan yang dimulai pada pertengahan malam bulan suci
Ramadhan yaitu tanggal 15 Qamariyah hingga akhir bulan Ramadhan. Membaca do’a
qunut selain disunnahkan dalam shalat subuh juga dalam shalat witir Ramadhan.
Namun terdapat sedikit perbedaan pendapat dikalangan ulama’ tentang hukum qunut
dalam shalat witir.
Madzhab
Maliki
Ulama’
madzhab Maliki berpendapat bahwa dianjurkan membaca do’a qunut hanya dalam
shalat subuh saja dan tidak dianjurkan dalam shalat witir dan shalat lainnya.
Menurutnya makruh membaca do’a qunut dalam shalat witir. {al-Syarhu al-Kabir
I/248 dan al-Qowanin al-Fiqhiyah hal. 61}
Jumhur
Ulama’
Mayoritas
ulama’ diantaranya ulama’ Syafi’iya, Hanafiyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa
qunut witir sunnah hukumnya. {Al-Badai’ I/273. Al-Lubab I/78. Fathu al-Qadir
I/309. Ad-Durru al-Muhtar I/626-628. Mughni al-Muhtaj I/166. Al-Majmu’ syarah
al-Muhadzab II/474-490. Al-Muhadzab I/81. Hasyiyah al-Bajuriy I/168}. Namun
meraka berbeda pendapat dalam memilih do’a yang dibaca dalam qunut I/168}.
Namun meraka berbeda pendapat dalam memilih do’a yang dibaca dalam qunut witir,
yaitu:
Imam
Abu Hanifah
Do’a
qunut yang dibaca dalam qunut witir menurut Imam Abu Hanifah adalah do’a qunut
tersebut dalam hadits yang diceritakan oleh Khalid ibn Abi Imran ra, yaitu:
اللّهمّ إنّا نستعينك ونستهديك ونستغفرك ونتوب إليك، ونؤمن بك ونتوكّل عليك،
ونثنى عليك الخير كلّه، نشكرك و نكفّرك ونخلع ونترك من يفجرك، اللّهمّ إيّاك نعبد
ولك نصلّى ونسجد وإليك نسعى ونحفد، نرجو رحمتك ونخشى عذابك، إنّ عذابك الجدّ
بالكفّار ملحق.
Bacaan qunut tersebut berdasarkan hadits dari Khalid Ibn Abi Imran ra.
عن خالد بن أبى عمران رضي الله عنه قال : "بينما رسول الله صلّى الله
عليه وسلّم يدعو على مضر، إذجاءه جبريل، فأومأ إليه أن اسكت فسكت، فقال : يا
محمّد، إنّ الله لم يبعثك سبّابا ولا لعّانا، وإنّما بعثك رحمة للعالمين، ليس لك
من الأمر شيئ، ثمّ علّمه القنوت : اللّهمّ إنّا نستعينك ..." أخرجه أبو داود
فى المراسيل (نصب الراية ج 2 ص 135 والفقه الإسلامى وأدلّته ج 1 ص 811)
Imam Ahmad ibn Hambal
Do’a
qunut witir menurut madzhab Hambali adalah sama dengan do’a qunut yang dibaca
dalam qunut shalat subuh. Dibaca dengan suara keras. Makmum dianjurkan
mengamini dan mengangkat kedua tangan kemudian menyapu muka setelah selesai
do’a. Sesuai hadits Saib ra.
عن السّائب بن يزيد عن أبيه رضي الله عنه قال : أنّ النّبيّ صلّى الله عليه
وسلّم كان إذا دعا رفع يديه ومسح بهما وجهه. رواه أبو داود فى سننه ج 2 ص 1492
وأحمد فى مسنده ج 4 ص221 والطبراني فى الكبير ج 22 ص241 عن قتيبة ابن سعد عن ابن
لهيعة عن حفص ابن هشام هبن عتبة هبن أبى وقاص عن السائب هبن يزيد عن أبيه.
Diceritakan dari al-Sa’ib ibn Yazid
dari ayahnya ia berkata: Bahwa Nabi SAW berdo’a sambil mengangkat kedua
tangannya dan menyapu muka setelahnya HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Thabarani.
{Sunan Abu Dawud II/1492. Musnad Ahmad IV/221. Al-Kabir XXII/241}
عن ابن عبّاس رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم : إذا
دعوت الله فادع بباطن كفّيك ولا تدع بظهورهما فإذا فرغت فامسح بهما وجهك. رواه ابن
ماجة فى سننه ج 1 ص 1181 وعبد ابن حميد فى المنتخب ج 1 ص236 والحاكم فى المستدرك ج
1 ص 719 والطبراني فىى المجموع الكبير ج 10 ص 10779 عن صالح ابن حسن الأنصاري عن
محمد ابن كعب القرضي عن ابن عباس رضي الله عنهما.
Diceritakan dari Ibnu Abbas ra, ia
berkata: Nabi SAW bersabda: Bila kamu berdo’a maka berdo’alah sambil menadahkan
tapak tanganmu dan jangan kamu berdo’a sambil membalik tanganmu, maka bila kamu
selesai berdo’a sapukanlah kedua tapak tanganmu pada wajahmu. HR. Ibnu Majah,
Abdubnu Humaid, Hakim dan Thabarani {Sunan Ibnu Majah I/1181. Al-Muntakhab
I/236. Al-Mustadrak I/719. Al-Majmuk al-Kabir X/10779}
Imam
Ahmad ibn Hambal memilih do’a yang dibaca pada qunut witir adalah
“Allaahummahdinii fiiman hadait....” sesuai hadits yang diceritakan al-Hasan
bin Ali ra, ia berkata: Adalah Nabi SAW mengajarkan kepadaku do’a yang dibaca
pada qunut witir yaitu:
اللّهمّ اهدني فيمن هديت، وعافني فيمن عافيت، وتولّني فيمن تولّيت، وبارك لي
فيما أعطيت، وقني شرّ ما قضيت، وإنّك تقضى ولا يقضى عليك ولا يضلّ من واليت تباركت
ربّنا وتعاليت. رواه النسائي وابن ماجة وابو داود والترمذي وأحمد والدارمي والحاكم
والبيهقي (صحيح الترمذي ج 1 ص 144 وصحيح ابن ماجة ج 1 ص 194 وسبل السّلام ج 1 ص
362 )
Madzhab
Syafi’i
Imam
Syafi’i mengatakan bahwa sunnah membaca do’a qunut dalam shalat witir yaitu
dimulai dari pertengahan malam bulan suci Ramadhan {tanggal 15 Ramadhan}.
Sejalan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Baihaqi:
أنّ أبي ابن كعب رضي الله عنه كان يقنت فى النّصف الأخير من رمضان حين يصلّي
التّراويح. قال عنه الحنابلة فيه انقطاع (الفقه الإسلامي وأدلّته ج 1 ص 827)
“Sesungguhnya Ubay ibn Ka’ab ra,
adalah membaca do’a qunut pada pertengahan akhir bulan Ramadhan ketika shalat
tarawih”. Al-Hanabilah mengatakan rawi hadits itu ada yang terputus. {Al-Fiqh
al-Islami wa-adillatuhu juz I/827}
Adapun
do’a qunut yang dibaca dalam qunut witir menurut Imam Syafi’i adalah sama
dengan do’a qunut dalam shalat subuh. Menurutnya dalam pendapat yang rajih
boleh ditambahkan setelahnya do’a yang dipilih Imam Abu Hanifah. Do’a qunut
yang dipilih oleh Imam Syafi’i dan Ulama’ Syafi’iyah adalah do’a qunut yang
masyhur , yaitu:
اللّهمّ اهدني فيمن هديت، وعافني فيمن عافيت، وتولّني فيمن تولّيت، وبارك لي
فيما أعطيت، وقني شرّ ما قضيت، فإنّك تقضي ولا يقضى عليك، وإنّه لا يضلّ من واليت،
ولا يعزّ من عاديت، تباركت ربّنا وتعاليت، فلك الحمد على ما قضيت أستغفرك وأتوب
إليك، وصلّى الله على سيّدنا محمّد النبيّ الأميّ وعلى اله وصحبه وسلّم.
Do’a qunut yang dibaca dalam qunut
witir sama dengan do’a qunut yang dibaca dalam qunut subuh tersebut berdasarkan
sejumlah hadits shahih diantaranya.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : كان رسول الله إذا رفع رأسه من الركوع من
صلاة الصبح في الرّكعة الثّانية رفع يديه فيدعو بهذا الدّعاء : اللّهمّ اهدني فيمن
هديت...."رواه الحاكم وقال : صحيح وزاد البيهقي فيه عبارة : فلك الحمد على ما
قضيت" رواه البيهقي عن ابن عباس (سبل السّلام ج 1 ص 187). وزاد البيهقي
والطبراني "ولا يعزّ من عاديت" (سبل السّلام ج 1 ص 186)
Dan hadits dari Ibnu Abbas ra, diceritakan.
عن ابن عبّاس رضي الله عنهما قال : كان النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم يقنت فى
صلاة الصّبح وفى الوتر بهؤلاء كلمات : اللّهمّ اهدني فيمن هديت إلى آخره. رواه
البيهقي (سنن البيهقي ج 2 ص 210)
Dari
Ibnu Abbas ra, ia berkata: Adalah Nabi SAW qunut pada shalat subuh dan pada
witir Ramadhan dengan do’a ini “ Allahummahdini fiiman hadait” HR. Baihaqi.
{Sunan Baihaqi II/210}
Terdapat
sejumlah hadits lain yang menerangkan dianjurkannya qunut witir Ramadhan dalam
sejumlah hadits shahih diantaranya hadits dari Umar ibnu Khattab, Ali bin Abi
Thalib, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab dan para sahabat lainnya.
{Nasbu al-Rayah II/123}
3. Qunut Nazilah
Qunut
nazilah adalah membaca do’a qunut pada sejumlah sahalat fardlu {jahriyah} pada
raka’at terakhir setelah ruku’ sebelum sujud seperti dalam qunut subuh dan
qunut witir Ramadhan. Qunut nazilah dianjurkan bila terjadi musibah menimpa
kaum muslimin, seperti pembantaian kaum muslimin dan sejenisnya. Para ulama’
berbeda pendapat tentang hukum qunut nazilah.
Madzhab
Syafi’i
و قال الشافعية : يسن أن يقنت للشدائد فى جميع أوقات الصلاة و يجهر فيه الامام
و المنفرد , و تسن فيه الجماعة فى شهر رمضان , و القنوت فى الركعة الأخيرة منه فى
النصف الثانى من ذلك الشهر , كما يسن القنوت بعد الرفع من ركوع الثانية فى الصبح
كل يوم
Artinya:
"Dan telah berkata madzhab Imam Syafi'i: Disunnahkan qunut (qunut nazilah) karena adanya perkara-perkara yang bersifat berat (misalnya turunnya bencana) di dalam semua waktu shalat. Imam dan munfarid (orang yang shalat sendirian) membaca dengan suara keras di dalam qunut itu. Begitupula disunnahkan berjama'ah membaca qunut di bulan suci Ramadhan. Adapun bacaan qunut itu di raka'at akhir pada setengah kedua dari bulan suci Ramadhan, sebagaimana disunnahkan membaca qunut setelah bangun dari ruku' kedua di dalam shalat shubuh pada setiap hari".
"Dan telah berkata madzhab Imam Syafi'i: Disunnahkan qunut (qunut nazilah) karena adanya perkara-perkara yang bersifat berat (misalnya turunnya bencana) di dalam semua waktu shalat. Imam dan munfarid (orang yang shalat sendirian) membaca dengan suara keras di dalam qunut itu. Begitupula disunnahkan berjama'ah membaca qunut di bulan suci Ramadhan. Adapun bacaan qunut itu di raka'at akhir pada setengah kedua dari bulan suci Ramadhan, sebagaimana disunnahkan membaca qunut setelah bangun dari ruku' kedua di dalam shalat shubuh pada setiap hari".
Madzhab
Maliki
Ulama’madzhab
Maliki berpendapat bahwa sunnah membaca do’a qunut hanya dalam shalat subuh
saja dan tidak dianjurkan dalam shalat lainnya. Makruh hukumnya membaca do’a
qunut pada shalat witir dan nazilah. {al-Syarhu al-Shaghir I/331. Al-Syarhu
al-Kabir I/248 dan al-Qawanin al-Fiqhiyyah hal. 61}
Jumhur
Ulama’
Mayoritas
ulama’ yaitu Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat: Dianjurkan
membaca do’a qunut nazilah bila terjadi musibah besar yang menimpa ummat Islam.
Anjuran qunut nazilah tersebut tidak secara mutlak, namun hanya bila terjadi
musibah besar yang menimpa ummat islam. Qunut nazilah dilakukan pada setiap
shalat fardlu dengan bacaan keras dan diamini makmum. Nabi SAW qunut nazilah
selama satu bulan terkait musibah besar yang menimpa ummat islam, kemudian
beliau tinggalkan setelah mendapat teguran dari Allah. {al-Lubab I/79. Hasyiyah
al-Bajuriy I/168. Al-Mughniy I/155. Kasy-Syaf al-Qona’ I/494. Al-Muhadzab
I/82.al-Majmuk III/486}
Do’a
Yang Dibaca
Do’a
yang dibaca dalam qunut nazilah seperti do’a yang diriwayatkan dari Umar ra.
Boleh juga ditambahkan do’a yang lain sesuai kondisinya.
اللّهمّ اغفر للمؤمنين والمؤمنات، والمسلمين والمسلمات، والّف بين قلوبهم،
وأصلح ذات بينهم، وانصرهم على عدوّك وعدوّهم، اللّهمّ العن كفرة أهل ألكتاب الّذين
يكذبون رسلك، ويقاتلون أولياءك، اللّهمّ خالف بين كلمتهم، وزلزل أقدامهم، وأنزل
بهم بأسك الّذى لايردّ عن القوم المجرمين. بسم الله الرّحمن الرّحيم، اللّهمّ إنّا
نستعينك.
Dalil dianjurkannya Qunut Nazilah
Nabi
SAW pernah melakukan qunut nazilah selama satu bulan untuk minta keselamatan
bagi ummat islam dan melaknat kaum kafir yang berbuat aniaya terhadap ummat
islam, yaitu Ri’lan, Dzakwan, Lihyan, Ushayah dan sejumlah orang kafir lainnya.
Setelah mendapat teguran dari Allah dengan turunnya surat Ali Imran: 128 beliau
meninggalkannya. Yaitu Firman Allah.
ليس لك من الأمر شيئ او يتوب عليهم او يعذّبهم فإنّهم ظالمون (ال عمران : 128)
“Tidak ada sedikit campurtanganmu
Muhammad dalam urusan mereka, atau Allah menerima taubat mereka atau
menghukumnya, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang dhalim” {Ali
Imran: 128}
Terdapat dalil dianjurkannya qunut nazilah diantaranya adalah:
عن أنس ابن مالك رضي الله عنه قال : أنّ النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم قنت
شهرا يدعو عليهم ثمّ ترك فأمّا في الصبح فلم يزل يقنت حتّى فارق الدّنيا. رواه
البيهقي والدار قطني (المجموع ج 3 ص 504)
عن أنس رضي الله عنه قال: كان القنوت فى المغرب والفجر. رواه البخارى (صحيح
البخاري ج 1 ص 127)
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : لأقربنّ صلاة النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم
فكان أبوهريرة يقنت فى الركعة الأخرة من صلاة الظّهر وصلاة العشاء وصلاة الصّبح
بعد ما يقول "سمع الله لمن حمده" فيدعو للمؤمنين ويلعن الكفّار. رواه
البخاري (صحيح البخاري ج 1 ص 104)
Abu
Hurairah ra, berkata: “Bahwa cara shalat saya sama seperti cara shalat Nabi SAW
adalah Abu Hurairah ra, qunut nazilah pada raka’at akhir dalam shalat dhuhur,
pada shalat isya’ juga pada shalat subuh, setelah membaca: “Sami’allahu liman
hamidah” beliau berdo’a untuk orang mukmin dan melaknat orang-orang kafir” HR. Bukhari
{Shahih Bukhari I/104}
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : كان النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم يقول حين
يفرغ من صلاة الفجر من القراءة ويكبّر ويرفع رأسه "سمع الله لمن حمده ربّنا
ولك الحمد" ثمّ يقول وهو قائم : اللّهمّ انج الوليد ابن الوليد، وسلمة ابن
هشام وعياش ابن ربيعة، والمستضعفين من المسلمين والمؤمنين : اللّهمّ اشدد وطأتك
على مضرّ واجعل عليهم كسني يوسف. اللّهمّ العن لحيان ورعلان وذكوان وعصيّة عصت
الله ورسوله" ثمّ بلغنا أنّه ترك ذلك لمّا نزل قوله تعالى "ليس لك من
الأمر شيئ أو يتوب عليهم أو يعذّبهم فإنّهم ظالمون" رواه مسلم (صحيح مسلم ج 5
ص 176-177)
Dari
Abu Hurairah ra, ia berkata: “Adalah Nabi SAW berdo’a ketika selesai membaca
ayat al-qur’an dan takbir serta bangun dari ruku’ membaca “sami’allahu liman
hamidah” pada shalat subuh kemudian membaca do’a sambil berdiri “Ya Allah
bebaskanlah Al-Walid bin Walid dan Salamah bin Hisyam, Ilyas ibnu Abi Rab’iah
dan orang-orang yang lemah dari kaum muslimin. Ya Allah berikanlah hukuman yang
berat kepada Mudhar, jadikanlah tahun mereka seperti tahun-tahun Nabi Yusuf. Ya
Allah laknatlah Lihyan, Ri’lan, Dzakwan dan Ushaiyyah yang telah durhaka kepada
Allah dan rasul-Nya”. Kemudian sampai kepada kami berita yang mengatakan bahwa
Nabi SAW telah meninggalkan qunut nazilah setelah turun surat {Ali imran:128}
“Tidak ada hak bagimu Muhammad dalam urusan mereka itu, atau Allah menerima
taubat mereka atau menghukumnya, karena sesungguhnya mereka itu adalah
orang-orang yang dhalim” HR. Muslim {Shahih Muslim IV/176-177}
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Masalah
khilafiyah di dalam dunia ini tidak akan ada habisnya, dengan adanya masalah
khilafiyah tersebut, maka timbullah berbagai pendapat dari kalangan ulama’ dan
diantara pendapat para ulama’ terdapat perbedaan antara yang satu dengan yang
lainnya, akan tetapi dengan timbulnya banyak masalah khilafiyah di dunia ini
dan juga berbagai pendapat dari kalangan ulama’ tersebut sebagai jurang pemisah
diantara sesama muslim, selama perbadaan itu masih dalam koridor syari’at
islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Sufyan Raji, Amaliyah
Sunnah Yang Dinilai Bid’ah, (Jakarta: Pustaka Al Riyadl, 2007)
Al-Wazir Abil Muzaffar Yahya bin
Muhammad bin Jabirah As-Syaibani, Ikhtilaful A'immatil Ulama (اختلاف الأئمة العلماء) (Beirut – Libanon : Darul Kutubil 'Ilmiyah)
No comments:
Post a Comment